POLITIK HUKUM
Perspektif Hukum Perdata dan Pidana Islam Serta Ekonomi Syariah
Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M.
Dr. Mardi Candra, S.Ag., M.Ag., M.H.
Muhammad Subhan Zaidil Falah (222121057)
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia
Abstract:
Tema-tema yang dipilih dalam buku ini membahas seputar masalah pembentukan hukum nasional yang dikaitkan dengan sejarah pembaruan dan perkembangan hukum Islam dan politik hukum yang mengakomodasi hukum Islam dalam perubahan dan pembentukan peraturan hukum serta kelembagaannya. Juga menjelaskan tentang peranan politik hukum perdata Islam dan hukum pidana Islam serta ekonomi Syariah yang diharapkan dengan adanya buku ini dapat menambah wawasan dan khazanah keilmuan bagi mahasiswa, para praktisi hukum, dosen, dan masyarakat pada umumnya karena memberikan gambaran yang utuh tentang Politik Hukum Nasional dalam perspektif hukum Islam.
Buku ini bermuat kan VI bab mengenai politik hukum perdata Islam dan hukum pidana Islam serta ekonomi Syariah. Untuk review buku di kesempatan ini, reviewer akan mereview mengenai bab hukum perdata pada halaman 11 hingga halaman292 pada bab II hingga bab III. Pada bab perkembangan hukum perdata Islam di Indonesia dari masa ke masa bermuat kan pendahuluan yang membahas mengenai Perkembangan hukum perdata Islam di Indonesia merupakan salah satu ekses dari perubahan sosial dan politik yang terjadi dalam masyarakat Indonesia yang mengutamakan pada perubahan sosial yang tidak dapat dihindari, tak hanya itu pada sub bab ini juga membahas asumsi yang muncul mengenai pandangan sebagian Muslim bahwa hukum Islam adalah suatu hal yang sakral dan mendalam yang menyebabkan perubahan sosial harus menyesuaikan dengan hukum Islam, selanjutnya yaitu membahas mengenai Perkembangan hukum perdata Islam di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah Islam itu sendiri. Membicarakan hukum Islam sama artinya dengan membicarakan Islam sebagai sebuah agama.
Secara garis besar, perkembangan hukum perdata Islam di Indonesia, terdiri dari dua bagian penting. Pertama, perkembangan hukum perdata Islam pra-kemerdekaan. Kedua, perkembangan hukum perdata Islam pasca-kemerdekaan. Perkembangan hukum perdata Islam pra-kemerdekaan terdiri dari dua bagian, yaitu hukum perdata Islam sebelum masa penjajahan dan hukum perdata Islam zaman kolonial. Selanjutnya hukum perdata Islam pasca-kemerdekaan, meliputi masa awal kemerdekaan, pada Orde Lama, pada Orde Baru, dan hukum perdata Islam era Reformasi.
Keywords: Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Ekonomi Syariah.
Introduction
Buku ini diterbitkan di tahun 2016 di bulan Mei untuk edisipertamanya yang ditulis oleh dua orang yaitu Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M. yang lahir di Belawan, Sumatera Utara, pada 24 April 1954, penulis menyelesaikan pendidikanformal pada Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogjakartatahun 1978, Fakultas Hukum Universitas Al Washliyah tahun 1990, Fakultas Hukum Universitas Amir Hamzah tahun 1992, Magister Ilmu Hukum USU Medan tahun 2001, Magister Ilmu Manajemen STIE IPWI Jakarta tahun 2006, dan Program Doktor Ilmu Hukum UNISBA Bandung tahun 2014. Penuliskedua ialah Dr. Mardi Candra, S.Ag., M.Ag., M.H. yang lahir di , lahir di Dharmasraya, Sumatera Barat, pada 11 Maret 1974. Mengawali karier sebagai pegawai negeri sipil pada PengadilanAgama Solok tahun 1998, di sini pernah menjabat sebagai Jurusita, Kepala Urusan Umum, dan Panitera Pengganti. Selanjutnya tahun 2007 diangkat menjadi Hakim PengadilanAgama Bangkinang, tahun 2010 sebagai Hakim PengadilanAgama Batam, dan tahun 2013 sebagai Hakim PengadilanAgama Kabupaten Malang sampai sekarang.
Buku ini tersaji berasal dari refleksi pemikiran kedua penulis yang pernah disampaikan dalam beberapa pertemuanilmiah dan telah diterbitkan oleh majalah hukum seperti Jurnal Yuridis yang diterbitkan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Sehingga kemungkianan terjadi lompatan-lompatan pemikiran yang merespons peristiwa hukum konkret, namun demikian tetap dirangkaiankan dalam alur pemikiranilmu hukum. Tulisan buku ini bermuatkan mengenai pembahasan tentang konstelasi politik hukum nasional yang merespons perubahan masyarakat sekaligus menyorotipersoalan-persoalan pembaruan dan transformasi hukum islamsebagai salah satu unsur system hukum ke dalam hukumnasional.
Result and Discussion
POLITIK HUKUM: PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN HUKUM PIDANA ISLAM SERTA EKONOMI SYARIAH
Sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang diwujudkan melalui politik hukum nasional berakar pada berbagai sistem hukum yang digunakan dalam masyarakat Indonesia, seperti sistem hukum adat , sistem hukum Islam dan sistem hukum Eropa.
Hukum politik adalah kebijakan yang diadopsi atau dijalankan oleh suatu negara melalui organ atau pejabat negara yang diberi wewenang untuk memutuskan undang-undang mana yang harus diganti, diubah, dipertahankan, atau diatur; Hal ini memungkinkan administrasi negara dan pemerintahan berfungsi dengan lancar Sehingga kita dapat merencanakan tujuan nasional kita selangkah demi dengan tertib.
Politik hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila memerlukan pengembangan kehidupan beragama dan hukum agama dalam kehidupan hukum rumah tangga. Terkait penerapan hukum domestik, terdapat beberapa arah kebijakan hukum: asas konformitas, yang menerapkan hukum Barat pada hukum domestik, dan asas kodifikasi privat.
Keberadaan hukum Islam sangat penting dalam proses kodifikasi hukum nasional Indonesia Hukum Islam tidak hanya menjadi bahan penyusunan undang-undang nasional, tetapi juga menjadi inspirasi dan penggerak pengembangan hukum nasional. Hukum Islam sangat erat dengan antropologi sosial masyarakat Indonesia, sehingga keberadaannya mudah diterima oleh masyarakat luas.
Pendekatan sosio-antropologis terhadap hukum Islam telah menjadi sebuah fenomena tersendiri yang ditandai dengan maraknya upaya formalisasi penerapan hukum Islam di berbagai wilayah di Indonesia. Melihat peran hukum Islam dalam perkembangan hukum domestik, terdapat beberapa fenomena yang dapat dicermati dalam praktiknya. Pertama, hukum Islam mengisi kekosongan hukum dalam hukum positif. Dalam hal ini hukum Islam diberlakukan oleh negara sebagai hukum positif bagi umat Islam. Kedua, hukum Islam berfungsi sebagai sumber nilai-nilai yang memberikan kontribusi terhadap aturan-aturan hukum yang telah ditetapkan.
Nilai-nilai hukum Islam juga berlaku bagi seluruh warga negara, karena aturan hukum tersebut bersifat umum tanpa memandang perbedaan agama. Hukum sebagai sarana pembaharuan sosial telah, sedang, dan akan ditandai dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat yang diarahkan pada kebijakan hukum yang ditetapkan oleh lembaga legislatif, seperti hukum waris, yang dimulai dengan diberlakukannya undang-undang perkawinan rumah tangga oleh parlemendilampirkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ada dua pendekatan terhadap sistem hukum di 18 negara salah satunya adalah dimensi politik hukum yang secara konseptual dan kontekstual berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan dari dimensi geopolitik, demokrasi, sosiopolitik, dan ekopolitik.
Aspek-aspek tersebut ada ketika hukum diharapkan dapat berfungsi sebagai instrumen rekayasa sosial (law as a tool of social engineering). Pendekatan budaya yaitu dimensi sistem nilai hukum yang dianut dapat berdampak langsung terhadap peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum, sehingga hukum sebagai suatu konsep hukum diharapkan benar-benar bermanfaat dalam praktik hukum. Kedua pendekatan ini akan sangat bermanfaat bagi terbentuknya undang-undang dalam negeri yang menjadi pedoman bangsa dalam mencapai tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan menata hajat hidup masyarakat secara bijaksana.
PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA DARI MASA KE MASA
Selanjutnya membahas mengenai hukum perdata islam pra-kemerderkaan. Pada sub-bab ini perkembangan hukum perdata islam di Indonesia dimulai sejak masuknya islam ke Indonesia, disini juga dijelaskan mengenai perkembangan awal hukum islam yang mengiringi perjalanan perkembangannya agama Islam di wilayah Nusantara, peran sultan atau raja menjadikanhukum islam menyatu dengan tradisi sangat dominan, hukum islam dianggap sebagai hukum positif di setiap kesultanan tersebut tentu saja menguatkan pengalamannya yang memang telah berkembang di tengah masyarakat muslim masa itu. Selanjutnya membahas mengenai perkembangan hukum perdata Islam yang masa tersebut adalah masa yang prakolonial sejalan dengan perkembangan kerajaan atau kesultanan Islam di Nusantara, selanjutnya pada masa perkembangan hukum perdata Islam di Indonesia pada masa penjajahan Belanda, lalu selanjutnya yaitu hukum perdata pada masa penndudukan Jepang di Indonesia dimulai pada 1942 dan berakhir pada 17 Agustus 1945.
Pada sub-bab selanjutnya membahas mengenai hukum perdata islam pada kemerdekaan Indonesia, dengan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus 1945. Hukum islam kembali mendapatkan tempat yang wajar dalam sistem hukum di Indonesia. Lalu, isi dari sub-bab ini menjelaskan mengenai hukum perdata islam pada masa awal kemerdekaan, pada masa orde lama, pada masa orde baru yang isinya mendeskripsikan secara rinci mengenai proses transformasi hukum islam menuju hukum positif diIndonesia yang dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu pengaruh kultural, yang menjadi salah satu faktor mendasar masuknya islam di Indonesia adalahfaktor kultural yang memang sudah ada sejak lama jauh sebelum islam datang ke Indonesia. Selanjutnya yaitu pengaruh politik yang dimana peada pengaruh ini mempengaruhi mengenai perpolitikan di Indonesia yang dibahas pada saat sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia maupun sidang-sidang konstituante yang menghasilkan bermunculanproduk Undang-Undang yang mengakomodasi hukum islam, bahkan menjadi bahan baku pembentukan hukum nasional.
Selanjutnya yaitu pengauh struktural yang dimana pengaruh ini ada dikarenakan adanya apasan mengenai sejarah, penduduk, yuridis, konstitusional dan juga alasan ilmiah. Tak hanya itu, pada sub-bab ini dijabarkan secara rinci mengenai eksistensi hukum islam di Indonesia yang telah ditetapkan oleh beberapa perundang-undangan yang dinilai cukup penting pada masa orde baru. Selanjutnya yaitu masa reformasi yang mana pada masa inihukum perdata islam mempunyai peluang yang semakin jelas, upaya konkret merealisasika hukum islam dalam wujud undang-undang dan peraturan telah membutuhkan hasil yang nyata pada bidang hukum perkawinan yang memuat mengenai hukum anak diluar nikah, hukum perkawinan dengan negara asing di Indonesia, hukum pencatatan pernikahan, hukum poligami terbatas, lalu mengenai juga tentang hukum perceraian dengan alasan "broken marriage", hukum pernikahan melalui via telepon, hukum yang memuat mengenai pembagian harta bersama yang berisi tentang pengertian harta bersama, proses terbentuknya harta bersama dan sumber darimana harta bersama tersebut berasal yang didalamnya memuat bidang muamalah pada kajian ilmu fiqih. Tak hanya dari sisi agama saja, sumber harta bersam juga di pandang melalui sumber harta bersama menurut hukum adat dan juga sumber harta bersama menurut kitab undang-undang hukum perdata, lalu juga pendaftaran permara harta bersama secara tersendiri, dan kumulasi perkara dan harta bersama dengan perkara perceraian, dari ketentuan-ketentuan di atas menghambarkan bahwa suami istri dalam perkara perceraian dan pembagian harta bersama, diberi pilihan, mengajukan perkara perceraian dan perkara pembagian harta bersama secara bersama-sama (kumulatif). Suami istri sudah sama-sama diberi upaya hukum yang adil dan berimbang, atau mengajukan perkara perceraian dan perkara harta bersama. Seluruh atau sebagian besar harta bersama dikuasai oleh istri dan ternyata istri dalam gugatan perceraian tidak menggabungkan dengan pembagianharta bersama, suami dapat mengajukan gugatan rekonvensi atas harta bersama.
Pada sub-bab hukum pembagian harta bersama juga memuat mengenaibidang hukum kewarisan yang berisikan tentang deskripsi secara tinci mengenai ahli warus pengganti, hukum kewarisan non-muslim, pemahaman walad Perspektif Hukum Perdata Islam. Pengertian walad dalam bahaa arab adalah anak, khusus untuk anak laki-laki menggunakan lafadz "ibn" dan untuk anak perempuan menggunakan lafadz "bint". Kemudian lafadz "walad" digunakan dengan pengertian anak, maka yang dimaksud adalah anak laki-laki dan anak perempuan. Lalu juga berisikan mengenai wasiat wajibah merupakan wasiat pelaksanaanya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemahan atau kehendak si yang meninggal dunia. Wasiat dalam sistem Hukum Islam di Indonesia belum diatur secara materiel dalam suatu Undang-Undang seperti kewarisan barat dalam Undang-Undang Hukum Perdata. Wasiat hanya diatur Kompilasi Hukum Islam sebagaimana termuat padaInstruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991.
Pada Bab II ini termuat berbagai hukum yang membahas mengenai proses perjalanan mulai dari pra-kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan mengenai hukum islam terutama pada hukum perdata menjadi hukum yang mempunyai nilai esensial di Indonesia dan juga Bab II ini memuat mengenaideskripsi kedudukan hukum perdata di Indonesia dan bidang-bidang hukumperdata yang ada di Indonesia. Tak hanya itu, pada bab ini juga menjelaskan mengenai undang-undang yang bermuatkan hukum perdata yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan Islam.
BERBAGAI PERMASALAHAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Selanjutnya ialah bab III yang membahas berbagai permasalahan hukum perdata di Indonesia. Pada bab ini, sub-bab pertama membahas mengenai pengaruh undang-undang nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga terhadap perceraian di Indonesia yang bermuatkan mengenai fakta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang didalamnya dijabarkan mengenai undang-undang yang berlaku untuk hukum pada fakta kekerasan dalam rumah tangga dan juga jenis-jenis fakta kekerasan dalam rumah tangga yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan juga kekerasan ekonomi dan juga memuat mengenai tujuan UU KDRT adalah melindungi kelompok rentan yakni perempuan dan anak di wilayah domestik.
Berdasarkan undang-undang ini maka KDRT haruslah dilihat dan diakuiadanya kerimpangan relasi antara suami dan istri dan terjadinya siklus kekerasan. Selanjutnya juga memuat penghapusan kekerasan dalam rumah tangga perspektif hukum islam yang berisi mengenai faktor penyebab KDRT dalam perspektif islam. Lalu juga memuat mengenai dalam perspektif hukum islam, penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bukanlah merupakan hal baru, karena hal-hal mengenai jenis dan saksi telah diatur dalam Al-Qur'an dan Al-Hadist sebagai sumber hukum islam yang harus menjadi pedoman bagi setiap umat islam dalam menjalani kehidupan dan juga termuat mengenai larangan-larangan dan aturan suami kepada istri yang disesuaikan dengan sabda Nabi. Termuat pada pembahasan ini bahwa hukum islam telah memberikan perhatian serius terhadap penegakan hukum kepadapelaku kekerasan dalam rumah tangga, maka korban dapat dilindungi. Selanjutnya juga membahasa mengenai eksistensi dan peranan pengadilan Agama menangani perkara KDRT serta perspektif pembaruan hukum Islam dalam penghapusan KDRT yang berisi mengenai eksistensi pengadilan Agama dalam menangani perkara KDRT yang berisi mengenai deskripsi pengadilan agama merupakan tempat rujukan terbanyak bagi perempuan korban KDRT dalam usaha mendapatkan keadilan, usaha tersebut sering kali berbentuk mengajukan perkara gugatan cerai ke pengadilan agama dan peran pengadilan agama perspektif pembaruan Hukum Islam dalam penghapusanKDRT, yaitu berperan sebagai salah satu institute yang pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana disebutkan dalam pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 25 ayat 3) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang kehakiman. Adapun berdasarkan pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006 yang saat ini diubah menjadi UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang peradilan agama mengadili perkara di bidang :
a.Perkawinan
b.Waris
c.Wasiat
d.Hibah
e.Wakaf
f.Zakat
g.Infak
h.Sedekah
i.Ekonomi Syariah
Sub-bab selanjutnya berisikan mengenai perihal lengangkatan anak danhadhanah yang memuat mengenai pengertian anak angkat dan pengangkatan anak yang mana di definisikan oleh menurut Hilman Hadikusuma, anakangkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tuaangkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangganya. Pengangkatan anak (adopsi, tabanni), yaitu suatu pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri. Anak adopsi disebut anak angkat,peristiwa hukumnya disebut "pengangkatan anak" dan istilah terakhir inilahyang kemudian dalam pembahasan selanjutnya akan digunakan untuk mewakili istilah adopsi. Pengangkatan anak dapat dijumpai dalam lapangan hukum keperdataan, khususnya dalam lapangan hukum keluarga.
Diantara tujuan pengangkatan anak melalui lembaga pengadilan adalah untuk memperoleh kepastian hukum, keadilan hukum, legalitas hukum, dandokumen hukum. Dokumen hukum yang menyatakan bahwa telah terjadinya pengangkatan anak tersebut akan berdampak jauh ke depan sampai beberapa generasi ke turunan yang menyangkut aspek hukum kewarisan, tanggung jawab hukum, dan lain-lain. Lembaga pengadilan yang diberi kewenangan dalam hal pengangkatan anak masih bersifat dualisme, karena bagimuslim pengangkatan anak tersebut dapat diselesaikan di pengadilan negeri dan dapat juga diselesaikan di pengadilan agama.
Selanjutnya yaitu membahas mengenai prinsip-prinsip umum dalam oengangkatan anak yang terdefinisikan dalam definisi anak angkat dalam kompilasi hukum islam tersebut jika dibandingkan dengan definisi amgkat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tntang perlindungan Anak, memiliki kesamaan substansi. Pasal 1 ayat 9 dinyatakan bahwa "anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dslam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan lalu juga dibahas mengenai prinsip-prinsip hukum islam dalam pengangkatan anak yang di dalamnya membahas mengeni prinsip-prinsip hukum islam dalam pengangkatan anak yang didalamnya membahas mengenai perbedaan yang signifikan dalam hal akibat hukum pengangkatan anak, antarahukum barat.
Selanjutnya pada sub-bab pembaruan hukum perwalian dalam undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas unsng-udang nomor 23tahun 2002 tentang perlindungan anak di bahas mengenai eksistensi dan perlindungan anak dibawah perwalian yang diatus dalam ban VII UU perlindungan anak.
Selanjutnya membahas mengenai Sanksi agas kejahatan terhadap anak angkat yang termuat dalam lasal UU perlindungan anak gang berlaku di Indonesia dan denda terkait pelanggaran tersebut. Selanjutnya mengenai pengasuhan dan pengangkatan anak yang dijabarkan sebagai pengasuhan atau mengasuh adalah menjaga dan memelihara anak kecil, membimbing agar bisa mandiri, sedangkan pengangkatan anak berarti upaya penyatuan seorang anak yang diketahuinya bahwa ia sebagai anak orang lain ke dalamkeluarganya. Ia diperlakukan sebagai anak dari sgi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan, dan pelayanan dalam segala kebutuhannya bukan di perlakukan sebagai anak nasabnya sendiri dan juga termuat dalam UU perlindungan anak yang sudah dimuat pada pasal-pasal di UU terkait pengasuhan dan pengangkatan anak.
Selanjutnya yaitu sub-bab yang membahas mengenai perkembangan perwakafan dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf yang memuat mengenai pengertian dan ruang lingkup wakaf yaitu wakaf merupakan salah satu ibadah kebendaan yang penting yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit dalam kitab suci Al-Qur'an .
Pada bab III lebih fokus membahas mengenai perundang-undangan dalam pengangkatan anak yang memuat syarat, ketentuan, hak-hak anak yang diangkat serta warisan pada anak tersebut baik dalam perspektif hukum islam dan juga peraturan pemerintahan. Pada sub-bab selanjutnya dibahasmengenai wakaf mulai dari unsur lalu dimensi perlindungan harta wakaf, kriteria, rukun, syarat, dan prosedur wakaf.
PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAT DI INDONESIA)
Secara semantik, hukum pidana Islam dikenal dengan tiga istilah: jinayat, marsiyat, dan jalimaKetiga istilah ini mempunyai pengertian yang sama dalam konteks hukum positif atau hukum pidana. Dalam kepustakaan fiqih, istilah jininayat mengacu pada suatu perbuatan yang dilarang atau dilarang oleh syariat atau hukum, baik perbuatan itu melibatkan jiwa seseorang sebagai sasarannya, harta bendanya, atau yang lain selain kedua hal tersebut.
Atas dasar ini, beberapa undang-undang antara lain Para ahli mempunyai pendapat sebagai berikut: Zinayat menurut saya tidak dapat dimaknai dengan baik sebagai hukum pidana Islam karena tidak dapat mencakup seluruh unsur hukum Pidana Islam Sumber Hukum Pidana Islam Hukum pidana Islam, sebagai bagian dari hukum Islam secara keseluruhan, pada hakikatnya mempunyai sumber yang sama dengan bidang-bidang lain dari hukum Islam secara keseluruhan Umumnya sebagian besar ahli hukum Islam sepakat bahwa sumber aturan hukum Islam adalah Al-Quran, Sunnah, dan IjtihadKetiga sumber hukum ini bersifat mengikat dan wajib ditaati. Urutan penyebutan mencerminkan urutan kedudukan dan kepentingannya dengan kata lain, jika tidak ada hukum mengenai peristiwa di dalam Al-Qur'an, maka kita harus mencarinya di dalam Sunnah jika kita tidak menemukannya dalam Sunnah, maka kita harus mencari ketentuan hukumnya dalam Ijtihad. Landasan hukum sumber hukum berupa Al-Quran, Al-Hadits, dan Al-Ijihad harus dijadikan acuan dalam perumusan hukum Islam.
Ketika negara-negara mayoritas Muslim merdeka dan mempunyai pemerintahan sendiri, beberapa negara membentuk sistem hukum mereka sendirimeski negara telah memulihkan penerapan hukum pidana Islam dalam kehidupan berbangsa, banyak negara lain yang tetap melanjutkan sistem hukum warisan zaman colonial. Secara sosiologis, keberadaan hukum Islam masih menjadi harapan masyarakat Muslim dengan menjadikannya sebagai sumber hukum nasional, demikian temuan Gallup World Poll. Survei tersebut menemukan bahwa hingga 79% umat Islam di 10 negara Muslim yang disurvei menginginkan hukum Islam digunakan sebagai sumber keadilan Kecuali yang terjadi di Arab Saudi, negara-negara Islam kemudian menerapkan kembali hukum pidana Islam melalui proses ijtihad dan legislatif. Faktanya, bidang hukum Islam ini dikecualikan oleh kolonialisme di sisi lain, kecenderungan penerapan hukum pidana Islam mengarah pada "transplantasi" ke dalam sistem hukum kolonial Barat sebagai warisan kolonialisme
Hal ini disebabkan karena hukum Islam yang sistematis tidak cukup untuk melaksanakan seluruh unsur penerapan hukum pidana Islam Itu muncul kembali artinya hukum pidana substantif Barat yang mendominasi sistem hukum negara-negara Islam digantikan oleh hukum pidana Islam, namun prosedur penegakannya masih berdasarkan kerangka hukum Barat.
Menurut perkataan al-Muhairi yang dikutip Tahir Wasti, "Islamisasi hukum" yang dilakukan negara-negara Islam pada tahun adalah masuknya hukum Islam ke dalam sistem hukum Barat yang didirikan di negara-negara bekas jajahan tersebut, merupakan suatu tindakan pencangkokan. Meskipun tidak dapat disangkal bahwa negara-negara Islam telah mengadopsi sistem negara-bangsa, hal ini sebenarnya merupakan model yang diadopsi dari Barat model ini memerlukan sentralisasi dan birokratisasi sistem administrasi dan hukum suatu negara, berdasarkan pada batas-batas wilayah yang tetap dan legitimasi penggunaan 'kekuatan', yang dilakukan oleh pejabat administratif dengan kekuasaan mengikat di seluruh wilayah merupakan pemerintahan yang profesional dan bertanggung jawab dengan mengedepankan prinsip-prinsip kehidupan bernegara dan berbangsa, tanpa memandang latar belakang orang-orang yang berada di bawahnya
Dalam hal ini, menurut berbagai pandangan, pembedaan tegas antara agama dan negara menjadi penting artinya, bagaimana suatu negara mendukung agama tertentu dan tidak mendiskriminasi agama minoritas di wilayahnyanamun di sisi lain, penerapan hukum Islam oleh suatu negara juga harus mendapat persetujuan seluruh rakyat yang berada di wilayahnya, sehingga penerapan hukum tersebut sebenarnya bersumber dari keinginan dan kemauan masing-masing individu dan tidak bersifat paksaan
Dalam mendalami politik Islam, banyak intelektual Islam yang membedakan identitas politik pembangunan nasional berdasarkan agama dan kewarganegaraan. Menurut pandangan ini, dalam kehidupan modern saat ini, bangsa tidak lagi dibangun atas dasar identitas kolektif seperti agama, melainkan atas dasar identitas umum setiap individu yang hidup di bawah naungan kedaulatan nasional artinya, setiap orang mempunyai hak yang sama dan status yang sama tanpa pembedaan, dan akibatnya, diskriminasi dan sistem hukum yang mengarah pada diskriminasi menjadi tidak relevan lagi dalam kehidupan dan masyarakat saat inikonsensus suatu bangsa yang terdiri dari masyarakat dari berbagai negara harus diwujudkan secara setara melalui landasan hukum yang sama yang setara dengan konstitusi.
Hal ini kemudian menimbulkan kontroversi dalam kehidupan sosial politik umat Islam terhadap masyarakat di luar batas negaranya sebagaimana dijelaskan Mashood Baderin dalam bukunya, penerapan hukum pidana Islam seringkali mengabaikan keadaan politik, perkembangan zaman, dan prinsip-prinsip hak asasi manusia, sehingga memberikan citra Islam yang negatif, setidaknya di mata Barat, Bahkan di dunia akademis, Badelin memaparkan istilah "masalah Orientalis", yang digunakan oleh para sarjana Anglo-Amerika untuk menggambarkan hukum Islam sebagai sistem hukum yang secara inheren memiliki kelemahan, khususnya dalam kaitannya dengan hukum internasional
Di sisi lain, menurut Baderin, terdapat hambatan dalam interpretasi syariah yang sangat konservatif dan penerapan yurisprudensi Islam tradisional yang tidak relatif terhadap berbagai aspek hubungan antarmanusia. Syariah Islam secara samar-samar digunakan oleh banyak negara Muslim sebagai alasan atas buruknya catatan hak asasi manusia mereka, tanpa penjelasan yang memadai mengenai ketentuan hukum Islam mengenai hal ini, termasuk penerapan hukum pidana Islam.
Hal ini membuat masyarakat Islam berada dalam posisi defensif dan menyesal dalam menghadapi tantangan nyata kehidupan modern. Dengan demikian, di satu sisi penerapan hukum pidana Islam berada dalam perkembangan tatanan kehidupan politik modern, namun di sisi lain seringkali tidak mampu beradaptasi dengan kebutuhan dan tuntutan sistem modern.
POLITIK HUKUM PEMBERLAKUAN SYARIAT ISLAM DI ACEH DALAM KONSEP NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Indonesia adalah negara konstitusional artinya seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum. Sistem hukum mempunyai sistem hukum yang diterapkan di Indonesia merupakan sistem hukum campuran yang mana hukum Islam diterapkan selain hukum tertuliskeberadaan hukum Islam tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) yang biasa dikenal dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Konstitusi ini merupakan hukum dasar yang mengatur kehidupan masyarakat dan bangsa dalam rangka membangun pemerintahan yang adil dan bangsa yang sejahtera, mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara, UUD mengatur kehidupan beragama, sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat: "Ketuhanan Yang Maha Esa". Landasan hukum Islam dalam UUD 1945 terdapat pada Pasal 29 ayat (1) dan perubahannya.
Hukum Islam merupakan sumber pendidikan hukum nasional di Indonesia , umat Islam tidak diperbolehkan mengambil undang-undang atau peraturan yang bertentangan dengan hukum Islam,Peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan hukum agama yang berlaku di Indonesia, meskipun Anda menganut agama lain. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR-RI/1999 tentang GBHN mengatur dalam Bab IV, Arah Kebijakan undang-undang, Angka 2 bahwa hukum Islam, hukum adat, dan hukum Barat merupakan sumber terbentuknya hukum nasional.
Menyelenggarakan sistem hukum nasional yang inklusif dan terintegrasi melalui pengakuan dan penghormatan terhadap hukum agama dan adat, serta reformasi hukum warisan kolonial dan nasional yang diskriminatif, termasuk ketidaksetaraan gender dan kontradiksi dengan tuntutan reformasi legislatif. Dasar Hukum dan Pemerintahan Penerapan Islam Hukum di Aceh didasarkan pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Otonomi Khusus Daerah Istimewa Aceh sebagai Nangroe Aceh. Berdasarkan Nomor 18 Provinsi Darussalampenerapan hukum Islam di Aceh diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Daerah Istimewa Aceh sebagai Nangroe Aceh Darussalam pasal 31 menyatakan: