Lihat ke Halaman Asli

Cinta Regu Badak (28)

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Novel Muhammad Subhan

14
SEKOLAH LAGI

Setahun sudah aku menganggur hingga akhirnya bapak memasukkan aku ke SD Negeri 1 Lhokseumawe. Sekolah itu yang disebut-sebut Pak Fakhruddin, kawan bapak ketika kami masih menumpang tinggal di rumahnya. Apa yang disebut Pak Fakhruddin bahwa sekolah itu dihuni anak-anak orang kaya, benarlah nyata terlihat di mataku. Tapi untunglah, walau bapak kurang mampu, aku dapat juga masuk ke sekolah itu. Tentu atas kebaikan kepala sekolahnya yang bijaksana, Bu Fauziah.

“Terima kasih ibu berkenan menerima anak saya,” ucap Bapak dengan mata berbinar-binar kepada Bu Fauziah di ruang kepala sekolah. Aku duduk disamping bapak, tak sedikit pun bersuara. Bu Fauziah memandangku, ia tersenyum melihat keluguanku.

“Nilai rapornya bagus, layaklah si Agam bersekolah di sini. Semoga ia dapat berprestasi,” ujar Bu Fauziah sembari memberi alasan mengapa ia menerimaku masuk di sekolah itu.

“Alhamdulillah, sewaktu di Medan dia rajin belajar. Semoga di sini lebih meningkat lagi nilainya,” jawab Bapak.

Usai berbincang-bincang dan menyelesaikan administrasi, bapak pamit meninggalkan aku sendiri di sekolah itu. Bu Fauziah membawaku ke ruang kelas. Aku duduk di kelas lima. Kelas itu diisi oleh 30 murid, termasuk aku. Bu Fauziah memperkenalkan aku dengan wali kelas dan murid-murid lainnya yang akan menjadi teman-temanku di sekolah itu.

Bu Fauziah meminta aku memperkenalkan diri. Aku takut-takut berbicara dengan sorotan puluhan mata kawan-kawanku. Wajah-wajah mereka serius menatap ke arahku. Wajah-wajah lugu dan polos, wajah kanak-kanak.

“Namaku Agam. Aku ingin menjadi sahabat kalian semua. Bolehkah?” ujarku memperkenalkan diri.

Terdengarlah suara koor seisi kelas, “Boleeehhh....”. Sesudah itu mereka semua tertawa. Aku tersenyum. Aku dianggap lucu sekali oleh mereka. Bu Fauziah juga ikut tertawa.

Itulah pengalaman pertamaku di sekolah baru, sekolah tempat anak-anak orang kaya di Lhokseumawe menimba ilmu. Ada anak dokter, anak pegawai negeri, anak pengusaha, anak kontraktor, anak polisi dan tentara, anak Tionghoa, dan banyak lagi lainnya yang bapak dan ibu mereka orang berpunya. Aku saja yang berbeda dari ratusan anak itu, aku anak tukang sol sepatu!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline