Lihat ke Halaman Asli

Cinta Regu Badak (18)

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

10
PINDAH KE ACEH

Pindah ke Aceh, ke kampung bapakku, tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Bagaimana bentuk negeri itupun aku tak tahu. Dan, sore nanti kami akan berangkat meninggalkan Tembung. Meninggalkan Medan negeri yang keras itu. Semua kenangan di kampung kelahiranku akan pupus. Aku akan kehilangan kawan-kawan terbaik yang selama ini memberi semangat hidup untukku. Semangat untuk menggapai cita-cita. Dan, entah di mana kini mereka berada.

Tadi malam aku tak dapat tidur. Yang selalu terbayang di benakku adalah Bondan. Di mana dia sekarang? Kemana kedua orangtuanya membawa ia pindah? Tadi malam hanya buku harian Latifah yang menjadi sahabatku. Aku baca puisi-puisi yang dia tulis dengan pensil. Buku hariannya benuh dengan puisi. Dia suka menulis puisi. Walau tidak terlalu mengerti puisi tetapi aku suka membacanya.

Tapi, apa maksud Latifah menghadiahkan aku buku hariannya itu?

Ah, entahlah. Kepalaku terlalu berat untuk memikirkan hal-hal yang belum terjangkau oleh akal sehat.

Beberapa jam akan berangkat tiba-tiba aku teringat pondok di tengah sawah, tempat biasa aku bermain bersama Bondan dan Anton. Aku rindu ingin ke sana. Di saat ibu dan bapak sibuk dengan barang-barang yang dikemas akan dibawa ke Aceh, aku minta ijin bapak untuk ke pondok tengah sawah. Mendengar itu ibu melarang karena katanya kami harus cepat ke terminal. Tapi bapak mengijinkan aku.

“Sebentar saja, Bu. Melihat Bondan kalau ada dia di sana,” pintaku.

“Ya sudahlah, cepat pulang. Jangan lama-lama. Nanti Kau ditinggal di sini,” kata ibu menakut-nakuti aku.

Aku mengangguk. Lalu aku cepat keluar rumah Nek Ani. Sementara Nek Ani sedang sibuk melayani pengunjung di warungnya.

“Kau mau kemana?” teriak Nek Ani.

“Ke sawah sebentar, Nek!

Aku berlari-lari kecil meninggalkan rumah Nek Ani. Melintasi simpang jalan menuju areal lahan tengah sawah yang tak terlihat lagi bangunan rumah tempat kami tinggal dulu. Semua telah rata dengan tanah. Di kiri kanan jalan yang aku lalui padi-padi sedang menguning tanda telah masak. Tak lama lagi pemilik sawah akan panen raya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline