Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Solihin

Seorang pemimpi dan Pengembara kehidupan

Selamat Jalan Ibu

Diperbarui: 29 Juli 2020   08:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.gambarkartun.pro

Enam bulan, ruang berukuran 3x4 itu menemani perempuan rentah yang terbaring lemah. Tubuhnya semakin kurus. Hanya tertinggal tulang yang berbalut kulit. Rambutnya putih dipenuhi uban mengkilap.

Sebulan ini. Ada yang tidak biasa pada perilaku perempuan tua itu. Setiap kali aku merawatnya -- menyeka tubuhnya yang mulai keriput. Ia selalu menatapku dalam.

Ketika aku menyuapkan makanan cair ke mulutnya. Ia pun selalu menatapku dalam dan sesekali bibirnya tersenyum.

Aku merasa seperti ada sesuatu yang ingin diucapkannya. Namun apa daya, lidahnya tak mampu digerakan. semenjak ia terjatuh di halaman rumah dan dokter memvonisnya terkena stroke.

Tubuh sebelah kirinya mati separuh. Tangan dan kaki tak mampu digerakan lagi. Lidahnya pun keluh, kaku, tak bisa berbicara.

Pagi ini, tidak seperti biasanya. Lidah perempuan tua itu bisa digerakan bahkan dapat mengeluarkan suara dengan jelas sekali. Tapi hanya kata "Allah".

 Ia memanggilku "Allah", memanggil istriku "Allah', memanggil semua orang yang dijumpainya di rumah ini "Allah". Apa yang dilihatnya dipanggil "Allah".

Mustahil rasanya, logikaku tidak bisa menalar.  Lidah yang tadinya keluh, tiba-tiba bisa mengucapkan kata yang menggetarkan hatiku. Kata "Allah".

Perempuan tua itu berdzikir, memanggil nama Tuhan, Pikirku

Subhanallah, aku menangis menyaksikan itu semua. Seperti ada kesadaran tinggi yang membuncahkan batin dan logikaku.

Mengapa aku yg selama ini diberikan kesehatan, diberikan kemudahan, diberikan kebahagiaan. Malah tidak pernah menyebut-nyebut nama tuhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline