Pernikahan atau Perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ialah: "ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata "kawin" yang menurut Bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh (Kamus Besar Bahas Indonesia). Menurut pendapat ahli yang bernama Soedharyo Saimin menyatakan perkawinan adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang, dalam hal ini perjanjian antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan materil, yakni membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal itu haruslah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai asas pertama dalam Pancasila.
Dalam dunia kerja terkadang masih ada perusahaan yang melarang karyawannya nikah dengan rekan kerja sekantor, dengan alasan seperti: Dikhawatirkan produktivitas kerjannya menurun, kinerjannya kurang maksimal dan sebagainnya. Berangkat dari permasalahan tersebut penulis coba mengkaji permasalahan tersebut berdasarkan Hukum Ketenagakerjaan yang berlaku.
Pasal 153 ayat (1) huruf (f) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan memberikan peluang untuk nikah dengan rekan kerja sekantor kecuali jika dilarang oleh perusahaan masing-masing. Namun pada tahun 2017 putusan MK menghapus frasa soal mengembalikan aturan perkawinan pada peraturan perusahaan masing-masing pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak bisa melarang karyawannya untuk nikah dengan rekan kerja sekantor dengan alasan apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H