Periklanan adalah teknik dan praktik yang digunakan untuk memperkenalkan produk atau layanan agar mendapatkan perhatian publik dengan tujuan untuk memengaruhi publik (Encyclopaedia Britannica) atau cara perusahaan mendorong orang untuk membeli produk, layanan atau ide yang ditawarkan (Kiddle). Iklan muncul di televisi, radio, surat kabar, majalah, dan papan reklame di jalan-jalan.
Dalam sejarahnya, iklan sudah tayang di televisi Indonesia sejak 1 Maret 1963 di TVRI. Mulanya iklan hanya tampil di jeda acara (sinetron, film dsb.) namun, seiring berkembangnya dunia hiburan dalam media massa, terutama film dan sinetron yang kini menjadi sumber hiburan yang sangat diminati secara luas, proses pengiklanan produk-produk tampil makin berani, mulai berani mengusik bahkan merusak (jika saya boleh sebut demikian) nilai seni drama cerita yang ditayangkan di televisi.
Mari kita perhatikan fakta-fakta berikaut ini:
Iklan muncul secara implicit dalam film
Produsen otomotif ternama asal Jepang juga muncul di tengah-tengah film Tusuk Jelangkung (2001). Iklan obat nyamuk dan iklan snack mulai mengganggu jalannya film Di Bawah Lindungan Kabah (2011). Dalam film terbaru Indonesia Foxtrot Six (2019), menampilkan dengan jelas logo Aplikasi Ojek Daring di atas sebuah gedung pencakar langit di Jakarta dalam salah satu adegannya.
Iklan bahkan menjadi bagian cerita drama
Iklan-iklan kini sudah terbiasa muncul di saat yang tidak tepat dan sering mengacaukan jalan cerita yang sedang berlangsung. Bayangkan, sebuah sinetron sedang menayangkan cerita, sorang suami baru saja ketahuan selingkuh lalu bertengkar hebat dengan istrinya. Ujug-ujug mereka duduk berdua di meja makan. Si istri dengan mesranya menawarkan sang suami minum teh bersama (yang berasal dari sponsor). Setelahnya, alur cerita kembali lagi pada konflik awal saat mereka bertengkar dan saling teriak. Seolah-olah adegan minum teh dari sponsor tadi tidak pernah terjadi. Apa ini bukan masalah?
Pernah juga kita saksikan yang lebih mengecewakan. Salah seorang (tokoh dalam sinetron) baru saja mengalami kejadian traumatis. Saking tertekannya, ia memilih mengurung diri di kamar dan menolak berbicara dengan kakaknya. Dalam adegan itu suasana tampak tegang dan mengaduk perasaan. Penonton melankolis sudah mau menangis rasanya. Lalu tiba-tiba adegan lain muncul. Si kakak ternyata sudah duduk di meja makan, mengeluh capek dan lapar. Lalu, si adik dengan santai menawarkan si kakak untuk makan mie instan buatannya (yang merupakan salah satu merek sponsor di sinetron tersebut). Apa ini tidak gila?
Merusak Kreativitas Mengganggu Kenikmatan Penonton
Kehadiran iklan (sponsor) memang salah satu sumber pemasukan terbesar bagi produsen film. Seperti yang diutarakan Manoj Punjabi (seorang produser ternama Indonesia) yang mengaku harus memasukkan product placement (istilah untuk menyebut aktifitas memasukkan iklan dalam film) untuk memperoleh pendapatan iklan (tabloid bintang). Namun, apa tidak disayangkan, apabila kreatifitas pembuat cerita yang sekian lama mencurahkan daya pikir, kreativitas dan waktunya untuk membuat cerita, proses syuting dan produksi film yang lama serta kenikmatan penonton harus tercederai oleh iklan yang datang bukan pada waktunya itu.
Kita sudah lama merindukan tontonan yang mendidik, atau sekedar hiburan yang layak dalam mengisi waktu bersama keluarga, setelah sekian lama sinetron Indonesia dicap "begitu-begitu saja", sekarang sinetron yang banyak peminatnya justru dirusak sendiri oleh produsennya.