Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Saif Hibatulloh

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Analisa Positivism Hukum Terhadap Kasus Rocky Gerung Mengkritik Keras Terhadap Presiden Indonesia dengan sebutan "Bajingan Tolol"

Diperbarui: 25 September 2024   21:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Republika.id

Dalam dunia hukum, seringkali terjadi perdebatan antara kebebasan dengan batasan-batasan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Seperti dalam kasus kritikan “bajingan tolol” yang di lontarkan oleh seorang tokoh akademisi yang bernama Rocky Gerung terhadap presiden indonesia pada Juli 2023 yang lalu dalam sebuah acara diskusi politik. 

Dalam hal ini Rocky menjelaskan bahwa pernyataan tersebut ditujukan untuk menggambarkan perilaku yang merugikan rakyat dan di angggap tidak bijak, bukan sebagai penghinaan pribadi terhadap Jokowi. Namun, banyak pihak yang menganggap bahwa hal ini adalah penghinaan terhadap pak jokowi.

Akibatnya, laporan polisi dilayangkan oleh sejumlah kelompok masyarakat yang merasa bahwa Rocky telah melanggar undang-undang terkait penghinaan terhadap presiden yang terdapat pada Pasal 207 KUHP (tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum) atau UU ITE terkait pencemaran nama baik. Ada juga reaksi keras dari pendukung pemerintah secara mendesak agar kasus ini di proses secara hukum.

Di sisi lain, beberapa kalangan, terutama dari oposisi politik, mendukung Rocky dan menganggap bahwa kritik tersebut adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan diskusi politik yang seharusnya dilindungi. Kasus ini memicu perdebatan tentang batas kebebasan berbicara dan kritik di Indonesia, terutama ketika menyangkut pejabat tinggi negara.

Dalam positivisme hukum, Pengkritikan terhadap jabatan diperbolehkan sebab yang dikritik itu jabatan yang bersifat publik bukan individu yang menduduki jabatan tersebut secara pribadi. Kritik semacam ini bertujuan untuk memastikan bahwa pejabat publik harus bertanggung jawab dan transparan dalam menjalankan tugas mereka. Selama kritik itu disampaikan dengan cara yang konstruktif dan tidak menyerang secara personal, maka kritik tersebut adalah bagian dari hak kebebasan berbicara.

Apa Mazhab Hukum Positivism?

Mazhab positivisme hukum merupakan aliran pemikiran dalam filsafat hukum yang berpendapat bahwa hukum adalah seperangkat aturan yang ditetapkan oleh otoritas yang sah, terlepas dari nilai moral atau keadilan yang mungkin melekat pada aturan tersebut. Inti dari positivisme hukum adalah pemisahan antara hukum dan moralitas. Menurut mazhab ini, hukum harus dipahami sebagai sistem aturan yang dibuat oleh manusia (hukum positif), dan bukan sebagai sesuatu yang bergantung pada prinsip-prinsip moral atau etika.

Positivisme hukum itu adalah teori yang di populerkan oleh Hans kelsen di awal abad 19. Teori ini bilang bahwa hukum adalah representasi dari norma yang berarti keseharusan. Norma atau keseharusan itu mengatur perbuatan individu terhadap individu, individu terhadap kelompok, bahkan kelompok terhadap kelompok atas apa yang bisa karena hak, boleh atas izin, dikuasakan, dan yang diperintahkan. Indonesia adalah negara yang menganut teori Hans kelsen yaitu the pure theory of law sebagai sebagai dasar norma hukum positif. Maka sudah seharus nya segala peraturan yang mengatur rakyat haruslah dari, untuk, dan oleh rakyat yang dalam RUU dirumuskan dalam pertimbangan alasan sosiologis UU.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline