Lihat ke Halaman Asli

muhammad sadji

pensiunan yang selalu ingin aktif berliterasi

Episode Sejarah yang Ingin Dikubur

Diperbarui: 9 November 2024   00:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demonstrasi Tritura Tahun 1966. (Sumber: Elshinta)

Bagi yang sempat menyaksikan tayangan Kompas TV pada tanggal 26 September 2024, pasti ada yang kecewa berat. Tayangan itu menampilkan diskusi mengenai dicabutnya nama Soeharto pada Ketetapan (TAP) MPR nomor 11 tahun 1998 khususnya pasal 4 yang menyebut tentang perintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih tanpa korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). 

Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam penjelasannya menyebut kasus Soeharto dinyatakan sudah selesai karena yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Dalam diskusi itu menampilkan tokoh Golkar Fadel Muhammad Al Haddar dan Usman Hamid. Tap itu diteken oleh MPR pimpinan Harmoko pada tanggal 13 November 1998. 

Pencabutan didasarkan atas surat Fraksi Golkar pada tanggal 18 September 2024 dan diputuskan dalam rapat gabungan MPR pada tanggal 23 September 2024, sehingga terkesan begitu cepat dan seolah dipaksakan. 

Usman Hamid dengan kapasitas aktivis HAM, advokat dan status sebagai Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras memandang sebagai langkah mundur reformasi. 

Dia sangat mengkritik Keputusan MPR tersebut, karena tindakan ini berarti Lembaga Tinggi Negara telah mengubur satu episode sejarah yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang dituntut harus jujur, adil dan beradab. 

Usman Hamid menganggap itu suatu preseden buruk di masa mendatang karena akan membuka jalan pemutihan  dosa-dosa penguasa di masa lalu. 

Pada hal, katanya, pengusutan kejahatan korupsi, kerusakan lingkungan, hingga pelanggaran HAM yang dilakukan Soeharto selama 32 tahun berkuasa belum selesai diungkap. 

Usman Hamid sangat menyayangkan karena ada keputusan yang dipaksakan tanpa mengorek pendapat dari berbagai pihak yang berkompeten, dan itu pasti melanggar etik agama yang berketuhanan dan berperikemanusiaan. 

Fadel Muhammad Al Haddar, Wakil Ketua MPR periode 2019-2024 berkelit karena Soeharto sudah meninggal dunia sehingga persoalannya dianggap sudah selesai dan dia menganggap Soeharto banyak jasanya.

Kasus ini sebenarnya sudah pernah dipermasalahkan sebelumnya. Ketika Ketua MPR periode 2004-2009 Hidayat Nurwahid (kelahiran tahun 1960), dia menolak Tap MPR tersebut dicabut karena MPR sesudah tahun 1998 tidak berhak mencabut ketetapan sebelumnya. Lucunya, kok sekarang bisa berubah sikap dan pikiran, pada hal Hidayat Nur Wahid (HNW) masih jadi Wakil Ketua MPR periode 2019-2024 bersama Fadel Muhammad. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline