Lihat ke Halaman Asli

muhammad sadji

pensiunan yang selalu ingin aktif berliterasi

Mengenang Kembali Peristiwa Jatuhnya Soeharto

Diperbarui: 29 Oktober 2022   21:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku Kita Hari Ini 20 Tahun Yang Lalu Terbitan Kompas. (Dok. Pribadi)

Menjelang Pemilu 2014 yang lalu, banyak beredar spanduk, baliho, dan stiker yang berbunyi :"Piye kabare, enak jamanku tho?". Kata-kata itu tersebar di mana-mana. seolah Soeharto hidup kembali menyaksikan kondisi ekonomi yang masih terpuruk sepeninggalnya dari singgasana yang dia duduki selama 32 tahun. 

Yang bikin yel-yel itu tidak sadar, kalau memang selama dia memerintah lebih enak, pasti tidak akan mengalami kejatuhan oleh DPR-Jalanan pada tahun 1998 yang melahirkan alam reformasi. 

Sampai sekarang geliat itu masih ada. Yang terakhir, Anies Baswedan, menjelang berakhir masa jabatannya pada Oktober 2022, dia memindahkan Monumen 66 yang dibuat oleh Soeharto pada tahun 1992 ke Taman Menteng dari lokasi awal di Jalan Rasuna Said Jakarta. 

Monumen itu ditengarai sebagai ikon kehebatan demonstrasi tahun 1966 ketika menjatuhkan Presiden Soekarno melalui demonstrasi brutal dengan tuntutannya yang terkenal dengan Tritura, yaitu : bubarkan PKI, turunkan harga-harga dan reshuffle Kabinet Dwikora. 

Soeharto yang sudah ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat dan sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan & Ketertiban (Pangkopkamtib) justru masih minta perintah khusus sehingga keluarlah Supersemar pada tanggal 11 Maret 1966. 

Lucunya, SP itu tidak bernomor dan digunakan sebagai alat menurunkan Presiden Soekarno yang anehnya kemudian dokumen itu dinyatakan hilang sampai sekarang dan tidak ada yang berhasil menemukan. 

Pada hal kalau dihubungkan dengan langkah yang diambil oleh Universitas Indonesia yang merobohkan semua baliho atau panel yang menyebut Universitas Indonesia sebagai Kampus Perjuangan Orde Baru, maka tindakan Anies Baswedan tersebut seolah ingin membalikkan arah reformasi.

 Partai Nasdem agaknya menopang gerilya itu, terbukti dengan mencalonkannya sebagai Capres dalam Pilpres 2024 mendatang dan niatnya tersirat dalam pidato pengantar Surya Paloh ketika deklarasi pencalonan tersebut.

 Sekiranya dia memahami dengan baik lahirnya Orde Reformasi yang menumbangkan rezim otoriter dan diktator, sebagai Gubernur mestinya bisa saja dia juga membuat Monumen 98 yg dipasang berjejer dan bersamaan untuk pengingat bagi generasi mendatang.

Bagi generasi muda yang lahir sesudah tahun 90-an banyak yang tidak tahu tentang lahirnya Orde Reformasi yang menurunkan Soeharto beberapa waktu setelah dia dinyatakan terpilih sebagai Presiden yang ketujuh kalinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline