TAHANAN ATAU NARAPIDANA BERHADAPAN DENGAN HUKUM PERDATA (PERKAWINAN)
Muhammad Rizki Ramdhani
11190430000105
Perbandingan Mazhab Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Email : Muhammadrizkiramdhani12@gmail.com
abstrak
artikel ini menjelaskan tahanan atau narapidana berhadapan dengan hukum perdata (perkawinan). Tahanan adalah seorang tersangka atau terdakwa yang ditempatkan di dalam Rumah Tahanan (Rutan) sesuai peraturan menteri hukum dan hak asasi manusia Republik Indonesia No. 6 tahun 2013 tentang tata tertib lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara sedangkan narapidana adalah terpidana yang berada dalam masa menjalani pidana "hilang kemerdekaan" di lembaga pemasyarakatan. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menjelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan dalam konteks kenegaraan dianggap sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang telah diubah dalam Undang-Undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Tujuan perkawinan sendiri untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah.
Kata kunci : Narapidana, Hukum Perdata, Perkawinan
Abstract
This article explains the candidate or candidates with civil law (marriage). A prisoner is a suspect or defendant who is placed in a detention center (Rutan) in accordance with the Minister of Law and Human Rights Regulation of the Republic of Indonesia No. 6 of 2013 concerning the rules and regulations of correctional institutions and state detention centers, while the substitutes are convicts who are serving a sentence of "loss of liberty" in community institutions. Article 1 of Law Number 1 of 1974 concerning marriage which has been amended in Law Number 16 of 2019 concerning amendments to Law Number 1 of 1974 concerning marriage explains that marriage is an inner and outer bond between a man and a woman as husband and wife. with the aim of forming a happy and eternal family or household based on the belief in Almighty God. Marriage in the state context is considered valid if it is carried out according to Islamic law in accordance with article 2 paragraph (1) of Law number 1 of 1974 concerning marriage which has been amended in Law number 16 of 2019 concerning amendments to Law Number 1 of 1974 about Marriage. The purpose of marriage itself is to create a household life that is sakinah, mawadah, warohmah.