Sepintas Kepemimpinan Transformasional
Peringkat pendidikan Indonesia masih kalah dibandingkan negara-negara lain. Untuk tingkat ASEAN, pendidikan Indonesia hanya berada pada peringkat lima di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Sementara di dunia, Indonesia berada pada peringkat 108 dengan skor 0,603.
Menurut data dari PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2018 Indonesia menduduki peringkat ke-74 di bidang Literasi; ke-73 di bidang Matematika; dan ke-71 di bidang Sains dari 79 negara yang berpartisipasi dalam penilaian yang dilakukan oleh PISA terhadap kemampuan peserta didik di bidang Matematika, Sains, dan Literasi yang dilakukan setiap tiga tahun sekali.
Pada dasarnya penilaian yang dilakukan oleh PISA menekankan pada keterampilan yang dibutuhkan abad 21, yang menurut catatan PISA sebanyak 21 negara tidak memiliki kurikulum yang fokus pada perencanaan masa depan yang dibutuhkan oleh industri global khususnya dalam pembelajaran matematika, sementara yang dibutuhkan oleh industri abad 21 adalah cara berpikir kritis, kreatif, berbasis riset, inisiatif, informatif, berpikir sistematis, komunikatif dan refleksi.
Dari penjelasan sebelumnya menunjukan bahwa selama ini perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggapi hasil penilaian dari PISA dilakukan dengan beberapa perubahan, yaitu pada komponen pendidikan antara lain perubahan kurikulum, peningkatan kompetensi guru, penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan dasar dan menengah. Upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini nyatanya belum mampu untuk memberikan perbaikan yang maksimal terhadap hasil penilaian dari PISA.
Berkaitan dengan hal tersebut terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya peringkat pendidikan Indonesia. Salah satu faktornya adalah guru atau tenaga pendidik. Guru memiliki peran yang cukup besar dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Seseorang yang menjadi guru hendaknya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Pada penjelasan sebelumnya dapat kesimpulan bahwa guru tidak hanya menguasai empat kompetensi tersebut, guru juga dituntut untuk dapat mengimbangi arus perkembangan Iptek untuk dapat melakukan pembelajaran berbasis media teknologi dan dapat melakukan inovasi dan kreatif dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa tugas guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Namun, seorang guru tidak hanya harus dituntut dengan berbagai tugas dan kegiatan yang berat tanpa harus diperhatikan tentang kesejahteraan baik dalam bidang material ataupun immaterial. Kepuasan dalam menjalankan tugas merupakan aspek penting bagi kinerja atau produktivitas seorang guru, ini disebabkan sebagian besar waktu guru digunakan untuk bekerja dalam mendidik peserta didik di sekolah. Pada penjelasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa untuk memenuhi tugas guru tersebut, mereka harus memiliki kepuasan kerja yang tinggi. Guru yang tidak memiliki kepuasan kerja tentu saja tidak akan mampu melaksanakan tujuh tugas guru itu secara maksimal.
Kepuasan kerja adalah sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Tingkat kepuasan kerja setiap orang seringkali berbeda-beda sesuai dengan cara dia mengevaluasi pekerjaan yang telah dilakukannya.Dalam ajaran Islam, banyak ayat dalam Al-Qur'an yang menjelaskan tentang kepuasan kerja. Salah satu diantaranya yaitu Allah berfirman dalam Q.S. al-Mujadalah (58:11).
--