Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Rio Novanto

Tugas tugas kuy...

How Social Media Control Us

Diperbarui: 15 Juli 2021   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Saya Muhammad Rio Novanto, mahasiswa semester 4 dari Program Ilmu Komunikasi yang sekarang berkuliah di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Di artikel kali ini saya akan menulis topik tentang cara sosial media mengontrol kehidupan manusia, yang menjadi tugas akhir dari mata kuliah saya yaitu mata kuliah Teknologi, Informasi, dan Komunikasi. 1. Ide dan Pengetahuan berdasarkan film The Social Dilemma How Social Media Control Us? Frase tersebut dapat muncul di beberapa benak para pengguna sosial media. Sosial media dapat mengontrol kehidupan kita, dapat membawa kita ke dunia yang bahkan kita tidak sadar sudah terjebak jauh ke dalam. Setiap orang yang menggunakan sosial media secara tidak langsung mengizinkan hal tersebut mengontrol mereka, mengetahui apa yang dikerjakan oleh manusia, hingga dapat memprediksi hal-hal yang akan dilakukan oleh pengguna. Pada awal pengembangan sosial media, para pengembang hanya bertujuan untuk memberikan koneksi kepada banyak user agar bisa terhubung satu sama lain, memberi kabar, membagikan foto, dan membagikan tulisan agar dapat dibaca oleh teman terdekat. Hal ini menjadi tren baru dimulai pada tahun 2009 saat pengguna sosial media meningkat pesat. Peningkatan jumlah user pada sosial media juga disebabkan oleh faktor lainnya, yaitu saat sosial media dapat diakses melalui perangkat ponsel. User baru terus bermunculan dari berbagai belahan dunia, yang menyebabkan meledaknya pengguna sosial media terkhusus yang memiliki akses langsung melalui telepon genggam. Dengan peningkatan jumlah user yang meningkat tajam, membuat para developer tiap sosial media ingin terus meningkatkan kualitasnya dengan cara mereka masing-masing. Mereka selalu melihat cara pesaing meningkatkan kualitas sosial media tempat mereka bekerja, lalu mengembangkannya dengan cara yang berbeda. Akan tetapi, dengan pengembangan sosial media yang tidak terbatas, guna memaksimalkan jumlah user yang menggunakan sosial media tersebut, beberapa pertanyaan dapat muncul, seperti "Bagaimana cara sosial media mendapatkan keuntungan apabila user tidak perlu membayar saat menggunakan sosial media?" "If you're not paying the product, then you're the product"Pepatah tersebut mengatakan bahwa jika kamu tidak membayar suatu produk saat menggunakannya, bisa jadi kamu adalah produknya. Perusahaan sosial media membuat perhatian user terpaku pada layar, terpaku pada hal-hal yang ditampakkkan di sosial media, sehingga perhatian user kepada perusahaan mereka menjadi hal utama sumber finansial mereka. Mereka memberikan jaminan keberhasilan kepada perusahaan iklan yang ingin memasangkan produk mereka di perusahaan sosial media. Data jumlah pengguna, data jumlah waktu yang dihabiskan oleh user saat menggunakan sosial media, data pengguna yang membuka iklan saat suatu iklan muncul. Data-data pasti tersebut yang diperjualbelikan kepada perusahaan pengiklan, sehingga mereka dapat yakin untuk memasangkan produk mereka sebagai iklan di sosial media. Hal-hal yang dilakukan oleh user selamanya akan gratis sebelum perusahaan sosial media memutuskan untuk menggunakan subscription fee, namun hal itu tidak menjadi gratis untuk perusahaan karena mereka dibayar oleh perusahaan pengiklan. Perhatian yang kita torehkan kepada iklan yang muncul saat mengakses sosial media adalah produknya. User sosial media adalah produk di dalam industri ini. Akan tetapi Jaron Lanier, penulis Ten Argument for Deleting Your Social Media Accounts Right Now, memberikan pendapat yang lebih spesifik tentang hal ini. Lanier mengatakan bahwa, "It's the gradual, slight, imperceptible, change in your own behavior and perception that is the product" Perubahan kecil dan tidak terlihat yang mengubah perilaku dan persepsi dalam diri pengguna sosial media adalah produknya. Hal ini dapat diperjelas saat sosial media dapat menjadi sumber utama seseorang dalam mengakses berita. Persepsi pengguna dapat perlahan diubah sesuai dengan umpan balik yang terus dimunculkan oleh sosial media. Tampilan sosial media di berbagai user dapat berbeda, mengikuti hal-hal yang mereka sering akses. Sehingga, perubahan yang terjadi akibat penggunaan sosial media dapat menjadi produk yang diimpikan oleh perusahaan sosial media, dan menjadi sumber uang yang didapatkan dari perusahaan pengiklan. Pada awalnya, user hanya mengetahui fungsi dasar dari sosial media. Seperti Google berfungsi sebagai mesin pencarian hal-hal yang tidak diketahui pengguna, Facebook sebagai sosial media penghubung antar pengguna yang terpisah jarak, Twitter sebagai sosial media untuk memberikan pendapat tentang hal-hal yangdimengerti oleh user, dan sosial media lain yang memiliki fungsi dan fasilitas tersendiri. Akan tetapi, kemampuan sosial media lebih dari apa yang dibayangkan oleh tiap pengguna. Jeff Seibert, Former Executive dari Twitter mengatakan bahwa semua tindakan pengguna sosial media dipantau, direkam, dan dilacak dengan hati-hati. Seperti seberapa lama pengguna melihat sebuah foto yang biasa disebut dengan engagement time, melacak foto yang telah dilihat oleh pengguna, mengetahui mood pengguna, aktivitas user saat di malam hari, sosial media mengetahui semuanya. Sosial media mengetahui aktivitas pengguna lebih dari apa yang pengguna tersebut bayangkan. Itu tidak berlebihan apabila seseorang dapat berkata "Sosial media lebih tahu aku dibandingkan diriku sendiri". Sosial media dapat mengubah data tersebut menjadi model yang dapat memprediksi aktivitas pengguna ke depannya. Hal ini dapat diimplementasikan melalui tombol Recommended for You yang sering muncul di banyak sosial media. Perusahaan mengambil data dari pengguna, kemudian memprediksi banyak hal yang akan pengguna sukai apabila menampilkannya secara langsung di laman tersebut. Jenis video, emosi, dan hal-hal yang akan dilakukan setelahnya, sistem dapat memprediksi secara cepat dan akurat, sehingga mengontrol emosi dari masing-masing pengguna. Apabila pengguna terlalu terpaku kepada apa yang ditampilkan sosial media kepada mereka, pengguna dapat menjadi maniak dalam menggunakan sosial media. Sesuatu yang berlebihan akan menjadi boomerang ke depannya. Dengan terbukanya sosial media yang dapat diakses oleh seluruh umur, termasuk balita dan anak remaja sekalipun, dapat memicu emosi tidak stabil sehingga akan berdampak kepada peningkatan statistik sosial media pemicu stres dan depresi yang menyebabkan pengguna dapat melakukan self-harm dan bunuh diri. Hal ini terbukti dari statistik data remaja yang menyakiti dirinya sendiri yang diterima oleh rumah sakit di Amerika Serikat, menunjukkan peningkatan sebanyak 157% pada remaja perempuan berusia 10-14 tahun. Ditemukan kesimpulan penyebab peningkatan data tersebut disebabkan oleh sosial media yang dapat diakses melalui ponsel. Mereka menghabiskan waktu mereka dengan ponsel, sehingga menggunakan ponsel dapat dikatakan sebagai aktivitas utama mereka selain belajar.Setelah seluruh potensi kehancuran yanisebabkan oleh sosial media, timbul pertanyaan "Apakah hal ini bisa diperbaiki?" Jawabannya bisa, apabila perubahang d kecil yang mengubah jati diri kita saat menggunakan sosial media adalah produk yang diperjualbelikan kepada pengiklan, maka aktivitas kecil yang dilakukan oleh pengguna juga dapat menjadi pencegah dalam kehancuran yang disebabkan oleh sosial media ini. Hal-hal di bawah ini dapat dilakukan, seperti: 1. Batasi penggunaan ponsel kepada anak. Penggunaan ponsel yang berlebihan dapat memicu stres saat menggunakan sosial media. 2. Gunakan aturan tidak ada sosial media hingga SMA. Anak remaja sebelum SMA sering mengikuti apa yang hanya ingin mereka lihat, sehingga cenderung labil dan dapat memicu kondisi mental yang tidak stabil. 3. Ikuti orang-orang yang tidak membawa pengaruh buruk di sosial media. Faktor bacaan yang tidak sesuai dengan pendapat pengguna dapat memicu stres dan depresi sehingga akan berdampak pada penurunan imun para pengguna. 4. Hapus sosial media yang hanya menyebabkan kecemasan saat membukanya, hal ini dilakukan untuk mengurangi perasaan gelisah saat membuka sosial media tertentu. Banyak waktu luang yang bisa dihabiskan setelah menghapus sosial media tersebut, seperti memulai percakapan secara langsung dengan orang tersayang, pergi liburan karena dunia ini indah tanpa harus diliputi kecemasan karena sosial media. Hal-hal di atas dapat menjadi langkah kecil untuk mencegah kecanduan yang diakibatkan oleh penggunaan sosial media secara berlebihan. Start small so you could reach the big results. 2. Sisi Positif dan Negatif dari Teknologi Informasi dan Komunikasi Kemajuan perkembangan teknologi di era digital menjadi faktor utama meningkatnya penggunaan internet oleh para pengguna di seluruh dunia. Sebagian besar wilayah di dunia saat ini dapat mengakses internet, dapat menelusuri berita hari ini, dapat mencari informasi pertandingan klub bola yang diselenggarakan dini hari tadi, dapat menerima pesan dari berbagai pengguna di seluruh dunia, dan dapat menjadi platform utama untuk mendapatkan uang. Perkembangan teknologi pada hakekatnya mempermudah pengguna untuk mengerjakan pekerjaan secara singkat, sehingga dapat membuat pekerjaan menjadi lebih baik.Menurut data survei statistik yang dikeluarkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada periode 2019-kuartal II/2020 mencatat jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai angka 196.7 juta jiwa. Data tersebut membuktikan bahwa internet telah tersebar di sebagian besar daerah Indonesia, yang menjadikan Indonesia sebagai peringkat ketiga adopsi internet di Asia Tenggara, yang menunjukkan bahwa sebanyak 73.7% dari populasi Indonesia telah menggunakan internet pada 2021. Pengguna internet juga tersebar dari berbagai kalangan, mulai remaja, orang dewasa, hingga lansia yang menunjukkan angka 11.44% dari pengguna internet se-Indonesia pada tahun 2020. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa Indonesia telah melek internet sejak lama. Namun, dengan peringkat melek Internet ketiga se-Asia Tenggara belum tentu bisa menjadi acuan dalam memerangi hoaks yang sering ditemukan saat mengakses internet. Pada data statistik yang dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia pada tahun 2017, terbukti ada sekitar 800.000 situs di Indonesia sebagai penyebar info hoax. Data tersebut dapat bertambah pada 2021 menjadi angka yang lebih besar. Ini merupakan angka yang menakutkan dan bisa mengelabui para pengguna internet di Indonesia. Terbukti masih banyak orang di sekitar kita yang termakan hoax, termasuk kalimat yang berisi propaganda yang menyebabkan perpecahan di berbagai aspek. Informasi palsu atau hoax dapat menjadi aspek yang mengancam persatuan di Republik Indonesia, karena setiap pengguna yang mengakses berita tersebut dapat dikelabui oleh para penyebar hoax, seperti contoh penyebar informasi palsu tentang pandemi Covid-19 yang merupakan akal-akalan pemerintah dalam menutupi banyak hal. Hal itu terbukti palsu mengingat data statistik masyarakat Indonesia yang terkena Covid-19 hingga yang meninggal akibat Covid-19 terus meningkat. Setiap pengguna internet harus bisa memerangi hoax, dengan cara memfilter bacaan yang mereka pilih, crosscheck sumber berita yang mereka dapatkan, sehingga dapat terhindar dari informasi palsu yang mengancam perpecahan bangsa. Selain hoax yang memiliki peluang tersebar ke seluruh pengguna internet di Indonesia, terdapat beberapa sisi negatif dari internet yang merupakan bagian dari teknologi informasi dan komunikasi, yaitu: 1. Propaganda yang berujung perpecahanDalam pelaksanaannya, beberapa oknum dapat memengaruhi banyak pengguna internet dengan cara memberikan pesan-pesan yang provokatif melalui postingan di Instagram, obrolan grup alumni, dan media lain yang berisi orang banyak dan bisa dikelabui oleh pesan tersebut. Hal ini dapat berujung kepada dua pendapat yang berbeda dalam satu waktu, dan akan menimbulkan perpecahan diantara keduanya. 2. Menumbuhkan individu yang anti sosial Kesibukan dalam melihat dunia melalui ponsel dan mengakses internet akan mengurangi rasa ingin bersosialisasi kepada orang sekitar secara langsung. Hal ini dapat menimbulkan banyaknya individu yang menjadi anti sosial, sehingga akan terjadi hilangnya rasa empati terhadap sesama. 3. Menurunkan kesehatan mental Internet dan sosial media merupakan tempat untuk memperlihatkan kesempurnaan kepada orang sekitar. Seseorang akan cenderung tidak percaya diri apabila melihat kesempurnaan orang lain, yang akan berdampak pada perasaan tidak enak hati yang berujung pada depresi. Akan tetapi, dampak positif dari teknologi, informasi, dan komunikasi juga tidak kalah penting, dan berefek banyak kepada pengguna internet di seluruh dunia, seperti: 1. Penyebaran informasi secara luas Dengan adanya perkembangan teknologi secara pesat, informasi yang diterbitkan di suatu daerah akan lebih cepat tersampaikan ke daerah lainnya dengan menggunakan internet. Orang dapat dengan mudah mengakses seluruh platform berita di internet, sehingga kesempatan untuk mendapatkan berita secara cepat akan lebih tinggi dibandingkan dengan cara konvensional seperti berita dari koran dan surat kabar. 2. Sarana komunikasi Internet dapat menjadi jalan utama untuk berkomunikasi dengan keluarga yang tinggal berjauhan. Berkomunikasi dengan jarak jauh merupakan pilihan pada masa pandemi Covid-19 yang mengharuskan kita berdiam diri di rumah. Komunikasi jarak jauh juga tidak hanya terbatas menggunakan suara saja, namun juga dapat menggunakan akses video call yang tersedia di beberapa sosial media. 3. Aspirasi masyarakatPeningkatan aspirasi masyarakat dapat dilakukan dengan mudah menggunakan internet. Banyak orang yang ingin melakukan perubahan dapat mencantumkan rasionalisasinya melalui platform seperti change.org. Selain gerakan perubahan, donasi amal masyarakat secara online juga dapat dilakukan dengan jaringan internet, yang disebarkan secara luas melalui berbagai platform untuk menghasilkan banyak donatur yang memberikan donasi, seperti kitabisa.com. Luasnya jaringan internet yang telah mencapai hampir di seluruh daerah di Indonesia, menjadikan tidak adanya saringan siapa yang layak dan dapat menggunakan internet dengan sebaik-baiknya. Hal ini perlu menjadi sorotan paling utama untuk memerangi penyebaran hoax dan propaganda yang tersebar di jejaring internet. Penyebaran hoax yang diterima secara mentah-mentah oleh pengguna internet yang awam akan berdampak pada kerugian moral dan etika, sehingga tidak akan mendatangkan manfaat dari pengguna internet itu sendiri. Hal ini perlu diperbaiki oleh pihak terkait seperti pemerintah dan lembaga sosial, dengan memulai langkah kecil seperti pencerdasan mengenai fungsi dan kegunaan dari internet, batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar dalam menggunakan internet, dan hal-hal lain untuk mencegah adanya krisis moral yang disebabkan oleh penggunaan internet secara bebas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline