Sepak Bola
Sepak bola merupakan olahraga yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Tidak hanya itu, sepak bola juga digemari oleh seluruh kalangan mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Tepat pada tanggal 8 Desember 1863 tercipta suatu peraturan permainan oleh the Football Association. Dengan terciptanya suatu permainan sepak bola, mulailah berkembang dengan hadirnya perkumpulan sepak bola seluruh dunia pada 21 Mei 1904 atau dikenal dengan Federation International De Football Association (FIFA). Di Indonesia sendiri adanya perkumpulan sepak bola yang mewadahi seluruh Indonesia mulai berdiri pada 19 April 1930 yang diberi nama PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) (Agustina, 2020). Dalam konteks perkembangan sepak bola di Indonesia, banyak yang berpendapat bahwa orang-orang belandalah yang membawa masuk permainan sepak bola ke Indonesia. Seiring perkembangan zaman, sepak bola dimainkan oleh masyarakat terpelajar bangsa Indonesia di kota-kota besar dan sampai ke kota-kota kecil (Agustina, 2020). Organisasi sepakbola yang pertama kali berdiri di Indonesia adalah Nederland Indische Voetbal Bond (NIVB) yang didirikan oleh orang-orang Belanda, yang hanya berkembang di kota-kota besar saja, terutama di Pulau Jawa (Agustina, 2020). Sepak Bola di Indonesia dimulai sejak tahun 1914 ketika pemerintah Hindia Belanda masih menjajah Indonesia, saat itu ada kompetisi antar kota di Jawa. Kompetisi tersebut hanya di juarai oleh dua tim yang mendominasi yaitu, Batavia City dan Soerabaja City.
Dengan sejarah panjang Sepak Bola di Indonesia, kegemaran masyarakat akan menonton pertandingan Sepak Bola bisa disamakan sebagai agama kedua. Suporter Bola memiliki nilai-nilai magis yang tidak bisa dijelaskan, ketika sudah membicarakan fanatisme dalam Sepak Bola menurut Dr. Filosa yang merupakan dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Di sisi lain, dosen dari Fisipol Universitas Gadjah Mada, Dr. Hempri Suyatna, menyebutkan bahwa nilai fanatisme yang dimiliki oleh suporter bola di Indonesia menjadi upaya menguatkan nasionalisme. Hempri juga menyebutkan bahwa PSSI harus menciptakan pemahaman karakteristik suporter Sepak Bola sebagai pola pengasuhan, penanganan, dan tentunya pengamanan. Stadion yang digunakan untuk menyaksikan pertandingan Sepak Bola harus ramah anak, ramah perempuan, serta ramah lansia untuk kedepannya (Sucahyo, 2022).
Kasus Kanjuruhan
Kerusuhan yang terjadi di kanjuruhan malang menjadi sebuah titik penyelenggaraan pertandingan Sepak Bola yang masih bobrok Indonesia. Panitia penyelenggara yang didukung oleh aparat Kepolisian kurang siap dengan sikap dan respon yang dilakukan oleh suporter Arema FC pada hari Sabtu 1 Oktober 2022 yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan, Malang. Pertandingan berakhir dengan skor akhir 2-3 untuk kemenangan Persebaya, dimana kekalah tersebut sangat menyakitkan bagi pendukung Arema FC, karena Arema FC tidak pernah kalah dikandang sendiri sejak 23 tahun (Wibawana, 2022). Menurut keterangan yang disampaikan oleh Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta, kerusuhan yang terjadi di dalam stadion kanjuruhan malang merupakan bentuk kekecewaan tim Arema FC kalah dari lawannya, yaitu Persebaya. Suporter yang kecewa turun ke lapangan dan berusaha mencari pemain dan ofisial untuk melampiaskan kekecewaannya. Nico juga menyebutkan bahwa polisi yang ikut dalam pengamanan di dalam stadion menembakan gas air mata karena para suporter aremania yang anarkis. Selanjutnya, dengan tembakan gas air mata kepada suporter, pendukung aremania lari ke salah satu pintu yaitu pintu 10 yang dimana pintu tersebut dipenuhi oleh suporter lainnya untuk keluar. Nico juga menjelaskan bahwa suporter arema yang meninggal disebabkan oleh kurangnya oksigen dan desak-desakan hingga beberapa suporter terinjak satu sama lain. Korban yang dinyatakan meninggal dunia sebanyak 125 orang. Dalam kerusuhan kanjuruhan, suporter Persebaya tidak diperbolehkan menonton sehingga dapat dikatakan kasus ini terjadi karena respon dan pihak kepolisian dalam menembakan gas air mata sebagai respon atas bentuk kekecewaan suporter Arema itu sendiri (Wibawana, 2022).
Toksikologi Forensik
Toksikologi Forensik memberikan penjelasan tentang kasus kanjuruhan malang yang merenggut 125 nyawa suporter Arema FC dengan total korban keseluruhan mencapai 448,diantaranya luka ringan sebanyak 302 orang dan 21 orang mengalami luka berat (Wibawana, 2022). Toksikologi merupakan cabang ilmu yang menjelaskan tentang zat asing atau bisa disebut dengan zat beracun yang masuk kedalam tubuh. Selanjutnya, Toksikologi dapat digunakan untuk memahami berbagai obat-obatan atau zat yang bersifat racun mulai dari merkuri, timbal, sianida dan arsenic, serta gas air mata dan etilen glikol. Forensik Toksikologi adalah penggunaan Ilmu Toksikologi-Kimia untuk mendukung data bagi ilmu forensik. Forensik Toksikologi Kimia difokuskan pada Analisis kimiawi dan biokimia (Perilaku zat kimia) dalam membantu kasus-kasus hukum atau memeriksa bukti-bukti ilmiah. Adapun yang dilakukan oleh ahli Toksikologi Forensik, yaitu:
Ilmuwan forensik tidak secara langsung menyelesaikan kejahatan; mereka hanya menganalisis bukti fisik.
Bukti ini biasanya dikumpulkan oleh petugas polisi atau penyelidik TKP yang terlatih secara khusus;
Bukti lain mungkin termasuk interogasi, cerita saksi mata, laporan polisi, catatan dan sketsa TKP, dan apa pun yang ditentukan untuk membantu penyelidikan.
Interpretasi dari semua bukti dan hasil ilmiah yang menyertainya juga dipraktikkan oleh banyak pengacara, tetapi biasanya ilmuwan forensik tidak terlibat dalam aspek investigasi ini.