Tatanan Normal Baru merupakan wacana yang segera diimplementasikan. Pemerintah sudah semakin sibuk dalam menyiapkan tata cara tentang bagaimana seseorang atau institusi berperilaku di ruang publik termasuk berbelanja. Sejak pandemi Covid-19, kegiatan berbelanja setiap keluarga mengalami perubahan perilaku. Masyarakat lebih memilih berbelanja kebutuhan pangan secara daring pada marketplace yang menjual hasil pertanian.
Dilansir dari detikFinance, CEO dan Founder sebuah marketplace yang menjual hasil pertanian mengatakan kepada detikFinance (22/03/2020) bahwa terjadi peningkatan frekuensi penjualan dan peningkatan omzet hingga 4 kali lipat dari biasanya. Hadirnya marketplace yang menjual hasil pertanian dalam kondisi pandemi Covid-19 dapat membantu petani dalam memasarkan hasil panennya dan membantu konsumen untuk lebih mudah berbelanja dari rumah.
Pemasaran hasil pertanian melalui marketplace yang dapat memudahkan petani menjangkau pasar perlu diintegrasikan dengan proses produksi yang memanfaatkan teknologi digital untuk menciptakan pertanian yang presisi dan efisien. Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam bukunya AGRO-MARITIM 4.0 telah memberikan kontribusi pemikirannya untuk pertanian di Indonesia. Penerapan Future Farming dengan pemanfaatan teknologi digital seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), pemanfaatan drone, teknologi robotik, blockchain dan traceability, big data dan analytic, Internet of Things (IoT), dan Automation dapat menjadikan pertanian yang sangat presisi dan efisien.
Dalam buku tersebut juga dituliskan bahwa pemanfaatan teknologi digital dalam produksi pertanian dapat diimplementasikan di semua subsektor pertanian seperti Tanaman pangan, perkebunan, dan hortikultura yang diinisiasi dengan nama Smart Farming. Subsektor perikanan dan kelautan dengan konsep Smart Aquaculture dan Smart Fishing. Subsektor peternakan dengan nama Smart Animal Farm. Implementasi konsep Smart Agriculture ini diharapakan untuk diimplementasikan oleh Mitani sebagai generasi masa depan Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh IDN Research Institute, Indonesia pada Tahun 2020 Indonesia memiliki 63,5 juta jiwa generasi milenial yang lahir antara tahun 1984 -- 1999. Generasi yang dikenal dekat dengan internet dan menghabiskan waktunya berselancar di internet selama rata-rata 3,6 jam dalam sehari. Kedekatannya kepada internet dapat dijadikan sebagai kekuatan dalam mengimplementasikan konsep Future Farming dengan menjadi seorang Mitani.
Mitani (Milenial Tani) merupakan seseorang generasi milenial yang memiliki profesi sebagai petani yang sedikit atau secara keseluruhan memanfaatkan teknologi digital dalam kegiatan usaha taninya. Jumlah generasi milenial yang cukup memberikan harapan besar bagi Indonesia untuk menuntaskan regenerasi petani dan menciptakan pertanian efisien dan memiliki produktivitas tinggi. Manfaat yang akan diterima negara dalam beberapa tahun ke depan adalah terwujudnya swasembada hasil pertanian dengan hadirnya Mitani.
Kondisi pandemi Covid-19 menjadi momentum besar bagi Mitani. Dilansir dari detikcom (08/04/2020), negara-negara pengekspor hasil pertanian banyak menahan hasil pertanian negeranya untuk di ekspor. Kondisi ketidakpastian menyebabkan negara memilih menggunakan komoditasnya di dalam negeri. Kondisi ini akan menjadi pukulan besar bagi negara pengimpor hasil pertanian seperti Indonesia. Keamanan pangan menjadi ancaman nyata karena suplai bahan pangan ke Indonesia akan terganggu. Pemenuhan suplai yang selama ini bergantung dari impor pada masa ini harus dipenuhi dari hasil pertanian dalam negeri.
Kebutuhan pemenuhan suplai bahan pangan nasional dari dalam negeri dapat menjadi peluang besar bagi Mitani masuk ke dalam budidaya pertanian. Mitani akan memproduksi bahan pangan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nasional. Mitani bisa mendapatkan pangsa pasar yang besar apalagi pada komoditas yang selama ini dipenuhi secara besar-besaran dari impor.
Komoditas yang memiliki volume impor cukup besar adalah beras, kedelai, daging sejenis lembu, gula, garam, bawang putih dan banyak lagi. Berdasarkan data BPS, impor pertanian Indonesia 5 tahun terakhir (2015-2019) rata-rata sejumlah 949 ribu ton beras per tahun dengan jumlah tertinggi pada tahun 2018 dengan 2,2 juta ton beras. Impor kedelai rata-rata sejumlah 2,48 juta ton pertahun dengan jumlah tertinggi 2017 sebesar 2,67 ton. Impor daging sejenis lembu 217 ribu ton per tahun dengan jumlah tertinggi 262 ribu ton pada tahun 2019.
Mitani juga telah didukung oleh peneliti-peneliti mahasiswa yang telah berhasil menciptakan aplikasi untuk menunjang Smart Agriculture. Salah satunya adalah dikutip dari Tribunnews Surabaya, tiga mahasiswa Universitas Jember (UNEJ) telah menciptakan aplikasi Indonesia Smart Farmer (INSAF) yang bertujuan optimalisasi penyerapan hasil tani nasional. Aplikasi ini telah menyabet juara pertama dalam Agribisnis Festival 2019 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Momentum yang sangat baik ini sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan generasi milenial untuk menjadi seorang Mitani.