Lihat ke Halaman Asli

muhammadridho

mahasiswa

Pilar Etika Bisnis Nabi Muhammad SAW

Diperbarui: 23 November 2024   21:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah saw. berakar dari prinsip-prinsip Qurani Alquran sebagai sumber hukum utama Islam telah menetapkan berbagai aturan sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam melakukan aktivitas di setiap aspek kehidupannya, termasuk di bidang ekonomi. Prinsip Islam yang paling mendasar adalah kekuasaan tertinggi hanya milik Allah Swt. dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di bumi. Dalam menjalankan usaha dagangnya, Rasulullah saw. menggunakan modal orang

lain, misalnya dari para janda kaya dan anak yatim yang tidak mampu menjalankan modalnya sendiri. Dari hasil mengelola modal tersebut beliau mendapatkan upah atau bagi hasil sebagai mitra. Rasulullah saw. sering melakukan perjalanan bisnis ke berbagai negeri seperti Suriah, Yaman, dan Bahrain untuk mempertahankan usahanya. Rasulullah saw. banyak melakukan transaksi sebelum kenabiannya. Setelah diangkat menjadi nabi, keterlibatannya dalam urusan perdagangan agak menurun. Bahkan, sesudah hijrah ke Madinah, aktivitas penjualannya semakin sedikit dibandingkan dengan aktivitas pembelian.

4 Pilar Etika Bisnis Islam Beberapa hal yang cukup menonjol dalam etika bisnis Nabi Muhammad Saw. yaitu terdapat nilai spritual, kemanusiaan, kejujuran dan keseimbangan (Badroen dkk, 2007). Di sisi lain cara berbisnis yang baginda Rasul lakukan mengacu pada nilai-nilai tauhid yang menjadi keyakinannya. Adapun hal itu yang kemudian dijadikan beberapa prinsip dalam etika bisnis Islam, dan akan diuraikan sebagaai berikut:

1. Tauhid

 Bumi dan segala kekayaan yang terkandung dalam tanah, selalu tercermin dalam konsep tauhid yang dalam pengertian absolut hanya berhubungan dengan Tuhan. Untuk itu umat manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi dituntut agar bisa menjadi wadah kebenaraan. Kemudian dapat memantulkan cahaya kemuliaan pada semua manifestasi kehidupan duniawi. Hal ini telah ditegaskan di dalam Al-Quran (QS. Yusuf [2] Yusuf: 40) yang artinya dapat diuraikan sebagai berikut: "Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah Swt. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kamu kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS. Yusuf [2] Yusuf: 40).

2. Keseimbangan (Adil)

Pandangan Islam mengenai kehidupan berasal dari suatu persepsi Ilahi mengenai keharmonisan alam. Hal ini dapat dilhat dalam Al-Quran yang artinya sebagai berikut: "Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulangkali, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatan akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah." (QS.Al-Mulk [67]: 3-4. Keseimbangan adalah suatu sifat dinamis yang mengerahkan kekuatan hebat menentang seluruh ketidakadilan. Keseimbangan harus terwujud dalam kehidupan ekonomi. Kedudukan dan tanggung jawab para pelaku bisa beliau bangun dengan prinsip "Akad yang saling setuju". Ia meninggalkan tradisi riba dan memasyarakatkan kontrak mudharabah dan musyarakah karena sistem profit and lost sharing, (Marhari, 2012).

3. Kehendak Bebas

Kontribusi Islam yang paling orisinil dalam filsafat sosial adalah konsep mengenai manusia bebas. Hanyalah Tuhan yang mutlak bebas, tetapi dalam batas-batas skema penciptaan-Nya manusia juga dapat bebas. Kemahatahuan Tuhan tentang manusia di bumi, tetapi kebebasan manusia juga diberikan. Dalam kaitan ini, kita memperoleh pelajaran dari Muhammad, termasuk kerjasama bisnis di luar praktik ribawi. Model-model tersebut antara lain, mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, wakalah, salam istishna dan lain-lain (Marhari, 2102).

4. Akuntabilitas ( Pertanggung jawaban)

Muhammad Saw. mewariskan pilar tanggungjawab dalam kerangka dasar etika bisnisnya. Kebebasan harus diimbangi dengan pertanggungjawaban manusia, setelah mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Hal ini dapat dilhat dalam Al-Quran yang artinya sebagai berikut: "Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya" (QS. Al-Mudatsir [74] : 38).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline