"Wong kentir!"
Sebuah teriakan terdengar keras di sekitarnya. Termasuk di kuping Ardi, yang mengendarai sepeda motor matic melintasi gapura. Orang yang berambut keriting itu diam saja padahal jaraknya sangat dekat dengan peneriak itu.
Seperti deja vu, teriakan itu persis seperti sejak 14 tahun lalu. Tepatnya, saat dirinya berumur 12 tahun.
Seseorang pernah meneriaki dirinya. Dia adalah anak teman sekampung yang berumur 9 tahun. Wajahnya innocent persis orang suci. Alisnya lurus dan matanya sayu. Posturnya sedang dan selalu menggunakan kaos bola.
Setiap kali lewat, teriakan itu terus bergema.
"Heh!!!"
Hatinya gusar. Adri tidak ingin memancing keributan dengan anak yang tidak ia kenal itu. Siapa dia? pikir Adri. Ia tidak pernah punya masalah dengannya. Pacaran, berkelahi, mengejek, mencuri, ataupun hal buruk lainnya tidak ada.
Kejadiannya bermula setelah shalat Jumat tahun 2004. Adri melewati anak itu yang menatap dirinya sambil menyengir. Adri melihat wajah itu seperti ekspresi menghina.
Adri mengabaikannya dan melangkah meninggalkan masjid.
Jumat berikutnya, Adri melewati anak itu lagi. Ekspresinya masih sama dengan tatapan mendongak dan senyum cengirnya.
Adri merasa gemas dengan ekspresi anak itu. Setelah ia keluar dari masjid, Adri langsung mencuil sekeping kerikil dan melemparnya ke arah anak itu.