Lihat ke Halaman Asli

Kuliah, Pentingkah?

Diperbarui: 3 Juni 2022   08:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Masa transisi terbesar dari seseorang bukan ketika ia mulai meranah ke dalam dunia pekerjaan, tidak juga dalam fase peralihan dari dunia putih biru ke putih abu-abu, bukan itu. Fase transisi terhebat seseorang adalah ketika ia sudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan besar seputar kehidupan. 

Pada interval 17 – 25 tahun normalnya seseorang sudah mulai mencari arti dari untuk apa aku hidup?, mengapa aku hidup?, bagaimana cara hidup yang benar?, setelahnya tentu akan bermunculan alasan-alasan yang akan dirangkai agar “kehidupan” menjadi lebih tertata dan rapi untuk sekarang dan di masa depan nanti. 

Disclaimer artikel ini saya tulis bukan untuk mempengaruhi seseorang ataupun kelompok, hanya sebatas mengungkapkan opini yang benar-benar saya alami. 

Pada fase transisi selepas dari dunia SMA menjadikan seseorang lebih sukar untuk membuat suatu keputusan. Bukan karena keputusan yang nampak, namun karena banyaknya pilihan yang bisa seseorang pilih untuk menjadikan batu loncatan ke dalam sesaknya dunia yang lebih luas lagi.

Tidak sedikit orang yang sudah merancang rencana-rencana besar mereka bagaimana ia akan hidup, tidak sedikit pula yang menganggap hidup hanya perlu mengalir dan tidak perlu ada rencana sana-sini, dan di dalam kasus itu kuliah tentu menjadi hal pertimbangan yang besar untuk seseorang menapaki dunia yang lebih kompleks dan riil. 

Hal ini menjadi pengalaman tersendiri bagi saya. Terjun langsung ke dunia perkuliahan ternyata cukup menguras pikiran, fisik, dan terkadang mengesampingkan suara hati nurani masing-masing.

Melihat beberapa teman sejawat yang sudah memiliki barang pribadi dari keringat mereka sendiri, juga biografi-biografi orang sukses di dunia barat tanpa menapaki jenjang perkuliahan cukup membuat saya untuk berpikir berhenti kuliah dan hendak mencari mentor yang akan membimbing saya dalam hal berbisnis. Namun hal itu akhirnya saya urungkan, dengan melihat kembali catatan alasan dan tujuan hidup saya. 

Beberapa dari kita mungkin jarang terpikir hal-hal remeh seperti ini dan menganggapnya itu privilege yang mereka (orang sukses) miliki. Permasalahan besar ada pada itu. 

Dangkalnya seseorang untuk berpikir open-minded dan meluas seakan beberapa persoalan-persoalan yang harus ditelaah dengan detail dan rinci, malah hanya dijadikan persoalan remeh yang tidak perlu terlalu dipikir dan dikaji berulang kali agar menjadikan keputusan yang lebih matang.

Suatu ketika ada dialog kecil antara saya dengan teman saya yang dia adalah anak dari seorang dokter namun ia memilih untuk terjun ke dunia bisnis, “Apakah kuliah itu penting?”, ia terkejut dengan pertanyaan saya karena status saya sebagai seorang mahasiswa saat itu, lantas ia menjelaskan opini dia tentang kuliah, tentang tuntutan orang tua yang mengharuskannya masuk ke dunia kedokteran juga, hingga pendapat mentor bisnisnya yang membuat uji coba antara karyawan yang telah lulus kuliah dengan karyawan yang bekerja disana tanpa kuliah, hingga didapat suatu kesimpulan kuliah itu penting namun harus relevan dengan bagaimana kesuksesanmu nanti dan akhirnya ia mendaftar kuliah di tahun berikutnya.

Di kasus lain, saya pernah bertanya kepada seorang teman yang juga berbisnis namun berbeda dengan kasus sebelumnya, ia beropini kuliah itu hanya membuang-buang waktu, dan tidak menjamin seseorang menjadi orang yang sukses seutuhnya. Dia lebih memilih untuk menggeluti dunia bisnis yang ia senangi dan ia totalitas didalamnya tanpa rasa keluh dan kesah. Tidak salah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline