Lihat ke Halaman Asli

ARB (Ical) Terjebak atau Dijebak?

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aburizal Bakrie (ARB) alias Ical saat ini boleh dibilang telah kehilangan arah, setelah di pingpong pada dua arah poros yaitu poros Koalisi PDIP dan Koalisi Tenda besar (Gerindra) ical pun terancam kehilangan jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Langkah Ical memberikan dukungan partai Golkar ke koalisi Prabowo – Hatta menimbulkan friksi di dalam internal Golkar sendiri. Kader muda Golkar yang di motori Indra J Piliang dan Agus Gumiwang Kartasasmita menyayangkan langkah yang dilakukan oleh Ical yang mendukung Prabowo – Hatta, kader muda itu kabarnya lebih condong mendukung pasangan Jokowi - JK. Menurut Indra j Piliang yang juga anggota Balitbangda Golkar, “dukungan untuk JK lebih sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar. Dalam aturannya, kata dia, partai diminta lebih memprioritaskan dukungan untuk kader partai dalam pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Oleh karena itu, pilihan seharusnya jatuh kepada memberikan seluruh dukungan untuk JK. Selain pernah menjabat ketua umum partai, JK saat ini juga merupakan anggota Dewan Pertimbangan. Sedangkan pada pasangan Prabowo-Hatta tak ada kader Golkar yang maju.”

Penolakan keras juga diutarakan para politisi senior Partai Golkar, seperti Wakil Dewan Pertimbangan, Jend (Purn) Luhut Panjaitan dan Fahmi Idris kabarnya telah menyatakan mundur dari Partai Golkar dan secara pribadi mendukung pasangan Jokowi – JK. Mundurnya dua politisi senior Partai Golkar itu cukup mengejutkan mengingat kedua tokoh tersebut merupakan kawan dekat Ical terutama Luhut Panjaitan yang pada setiap acara selalu mendampingi Ical. Langkah Ical menurut saya tidak lah salah dalam hal ini, pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar, wewenang Ical sebagai Ketum diberi kuasa lebih untuk menentukan arah atau sikap Partai Golkar. Lalu apa yang salah dari keputusan Ical tersebut, mengapa kader didalam internal Golkar bersuara lantang menentang keputusan yang telah diambil, mengingat Ical diberi kekuasaan penuh untuk menentukan sikap partai. Saya menduga langkah Ical sepertinya sudah ditunggu – tunggu, oleh para kader Golkar, terus pertanyaan yang muncul ialah, apakah Ical terjebak atau dijebak?, oleh kadernya sendiri. Sebagai pengusaha, Ical merupakan sosok yang cair dan supel dia berkawan baik dengan berbagai kalangan termasuk dengan mantan ketua umum Jusuf Kalla, bahkan setiap ada acara Ical selalu mengundang JK dan berdiskusi serta dua kawannya yang mundur, yaitu Fahmi Idris dan Luhut Panjaitan.

Namun mengapa Ical tidak mengarahkan dukungannya kepada JK ? yang berpasangan dengan Capres PDIP Jokowi. Apalagi JK masih tercatat sebagai kader Golkar. Dan jawaban saya pun terjawab sudah dengan pernyataan Fahmi Idris ketika diwawancarai sebuah stasiun televisi, Fahmi menuding bahwa aktor dibalik dukungan Golkar ke Prabowo – Hatta ialah Ketua Dewan Pertimbangan partai Golkar, Akbar Tanjung. Bahkan Akbar dan Luhut terlibat perang kata – kata di berbagai media nasional yang membuat kondisi internal Golkar diambang perpecahan. Faktor Luhut dan Akbar pula yang membuat posisi Ical berada pada kondisi terjebak dalam suasana konflik kedua kubu, menarik untuk disimak tudingan Fahmi Idris kepada Akbar Tanjung yang merupakan aktor dibalik dukungan ke Prabowo – Hatta. Akbar memang memiliki rivalitas sengit dengan JK di masa lalu, dimana pada pilpres 2004, JK yang kader Golkar dikeluarkan dari Golkar karena berpasangan dengan SBY, Fahmi Idris yang merupakan kawan dekat JK juga dipecat dari Golkar karena mendukung SBY-JK, pasangan ini berhasil memenangi Pilpres, disinilah JK memukul balik Akbar dengan berhasil menggantikannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada Munaslub 2004 lalu, faktor JK inilah yang membuat Akbar mengarahkan Ical untuk memilih Pasangan Prabowo – Hatta pada detik – detik akhir.

Sedangkan Luhut Panjaitan menolak keras dukungan Golkar ke Prabowo – Hatta, dikarenakan hubungan buruknya dengan Prabowo Subianto di masa lalu, padahal keduanya pernah bekerja sama di Detasemen Anti Teror 81 Kopasus, ketika itu Prabowo merupakan Wakilnya. Lalu mengapa Luhut tidak menyukai Prabowo, ketika ditanya awak media, Luhut hanya berkata dengan nada tinggi, “ Saya mengetahui kepribadian Prabowo dari A sampai Z jadi tidak usah saya ungkapkan disini dan anda baca saja bukunya Sintong “ (Sintong Panjaitan, mantan Pangdam Udayana). Dari pernyataan Luhut terlihat jelas dia faktor Prabowo lah yang membuat dia membelot ke kubu Jokowi – JK. Semakin runyam saja posisi Aburizal Bakrie yang seolah – olah terjebak dalam suasana konflik masa lalu antara JK – Akbar dan Prabowo – Luhut, yang berakibat pada terjebaknya Ical pada suasana konflik di Partai berlambang pohon Beringin.

Selain terjebak dalam suasana konflik kedua kadernya, banyak dugaan bahwa Ical dijebak oleh kadernya sendiri. Hal ini bisa saja terjadi mengingat Elektabilitas ARB sendiri terbilang rendah sehingga posisi tawar partai Golkar pun ikut rendah. Kondisi itu terlihat sekali dengan manuver ARB kesejumlah Partai, bahkan akibat elektabilitasnya yang rendah membuat Golkar bersikap realistis dengan mengusung ARB yang tadinya Capres menjadi Cawapres, tetapi tawaran Cawapres ARB kesejumlah pasangan Capres baik Jokowi dan Prabowo ditolak. Bahkan Golkar yang tergabung di koalisi Tenda Besar, tidak mendapatkan posisi Cawapres melainkan posisi itu diisi Ketua Umum PAN, Hatta Rajasa. Bahkan ada wacana Golkar akan membuat poros baru diluar dua koalisi yang telah dibentuk bersama Partai Demokrat namun rencana itu urung dilakukan, bahkan pernyataan SBY mengisyaratkan bahwa ia realistis, mengingat elektabilitas peserta konvensi Partai Demokrat masih kalah dibanding dua calon yang telah muncul yaitu Jokowi dan Prabowo. Sehingga wacana menduetkan ARB – Pramono Edhi Wibowo batal dilaksanakan, walaupun pasangan ini maju kemungkinan kalah itu semakin besar mengingat faktor elektabilitas lah yang menunjukkan keduanya kalah bersaing dari dua Capres lainnya.

Ditengah Manuvernya kebeberapa tokoh telah gagal dalam menghasilkan keputusan, membuat Golkar gagal mencalonkan Ical baik sebagai Capres maupun sebagai Cawapres, kondisi inilah yang kabarnya membuat internal Golkar bergejolak, bahkan banyak kalangan menduga bahwa posisi ARB akan digoyang oleh beberapa pihak di internal Golkar yang menunggu kesempatan untuk melengserkan ARB dari posisi Ketua Umum Partai Golkar. Pada Forum Rapimnas, 18 Mei lalu bahkan dikabarkan menjadi hari penghakiman atau evaluasi pencalonan Ical, meskipun pada saat itu tidak ada suara sumbang bahkan tidak ada berita mengejutkan. keputusan pada Rapimnas lalu ialah memberikan wewenang penuh kepada ARB sebagai Ketua Umum untuk menentukan arah dan sikap Partai, keputusan itulah saya menduga merupakan strategi jebakan bagi ARB, apabila salah langkah ARB akan masuk perangkap, dan terbukti ketika dukungan diarahkan ke Prabowo – Hatta internal Golkar bergejolak yang mengarah pada perpecahan dengan penolakan oleh kubu kader muda Golkar dan beberapa politisi senior Golkar yang berakibat mundurnya Fahmi Idris dan Luhut Panjaitan karena mendukung Kubu Jokowi – JK. Jadi cukup dimaklumi bahwa banyak kader Golkar yang kecewa mengingat sebagai Partai yang besar dan yang meraih posisi nomor dua pada pemilu lalu Golkar hanya menjadi penonton dan gagal mencalonkan Kadernya sebagai Capres, kegagalan itulah yang dialamatkan kepada ARB baik sebagai Ketua Umum maupun Capres. Jadi dukungan kepada JK yang menjadi Cawapres Jokowi, ketimbang ke Prabowo Hatta sangat Realistis bagi kader muda Golkar Indra J Piliang mengingat JK masih tercatat sebagai kader partai Golkar.

Faktor Akbar Tanjung memang menjadi duri dalam tubuh Golkar, selain orang dibalik dukungan Golkar ke Prabowo – Hatta, Akbar juga sering bermanuver terhadap kepemimpinan ARB, selain mempertanyakan kapasitas ARB sebagai Capres dari partai Golkar yang memiliki elektabilitas yang rendah, manuvernya yang antara lain ialah ketika peryataan Akbar yang siap menjadi Cawapres dari partai lain. Hal ini dikutip dari media Bisnis.com pada edisi 14 April 2014 “Bisnis.com, JAKARTA--Wakil Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Partai Golkar Luhut Binsar Pandjaitan menilai, pernyataan Akbar Tandjung perihal kesiapannya menjadi calon wakil presiden partai lain, kurang elok dilakukan di tengah perjuangan mesin partai merealisasikan pencapresan Aburizal Bakrie.
"Hal itu kurang elok untuk dilakukan atau diucapkan pada saat partai sedang bersiap memenangkan Aburizal Bakrie selaku Ketua Umum Golkar menjadi capres," kata Luhut dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (14/4/2014) Terkait pernyataan Akbar Tandjung, Luhut mengingatkan kepada seluruh pihak bahwa pernyataan itu dilontarkan Akbar Tandjung tidak dalam kapasitas sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Golkar.

"Memang pak Akbar orangnya dinamis, suka memberikan statement yang terlalu maju atau yang menurut saya tidak perlu. Tapi statement cawapres itu bukan dalam konteks beliau sebagai dewan pertimbangan," ujar Luhut.

Ketika ditanya kemungkinan sanksi diberikan kepada Akbar, Luhut melihat hal itu belum perlu dilakukan.

"Sanksi belum perlu, karena kita melihatnya pak Akbar sebagai senior saja. Dan saya pikir pak Aburizal Bakrie (ARB) sebagai Ketua Umum Golkar sangat akomodatif perihal ini,"  tuturnya.”

Dalam Berita tersebut, Luhut memdukung dan membela penuh pencapresan ARB, dan menyayangkan pernyataan Akbar Tanjung, namun kondisi berkata lain Luhut yang dahulu membela ARB justru mundur dari Golkar setelah ARB memutuskan mendukung Prabowo - Hatta. Nah sekarang baru terlihat bahwa apa yang ditudingkan oleh Fahmi Idris. Pantaslah kalau Akbar Tanjung dijuluki Politisi Licin, dan apakah jebakan itu sebenarnya siapa yang lakukan ? waktu yang akan menjawab. Jebakan itu sebenarnya sudah dirasakan oleh ARB sendiri kegagalan menjadi Capres membuat posisinya sebagai ketua umum pun digoyang dan yang menarik peryataan ARB ketika diwawancarai stasiun miliknya TV One, ARB telah melihat yang mana kader yang loyal ataupun tidak. Namun terlepas dari pernyataan ARB tersebut, Perjudian ARB akan terlihat pada hasil Pilpres Juli mendatang apabila Prabowo – Hatta dapat memenangkan Pilpres maka dipastikan posisi ARB aman di posisi ketua Umum, namun apabila hasilnya berkata lain, maka ARB masuk perangkap kemungkinan dilengserkan dari posisi ketua umum akan semakin besar dan akan mengulang sejarah dipartai Golkar dimasa yang lalu, mari kita tunggu saja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline