Lihat ke Halaman Asli

reeh_haan

MahaSigma

Kecerdasan Buatan Diklaim Membuat Manusia Semakin Bodoh: Cara untuk Tetap Cerdas dan Meningkatkan Kecerdasan Anda

Diperbarui: 8 Januari 2025   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Kecerdasan buatan (AI) telah digunakan secara luas pada berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, dan industri. Dalam bidang kesehatan, AI digunakan untuk mendiagnosis penyakit dengan lebih cepat dan akurat, serta memberikan perawatan yang lebih personal. Di sektor pendidikan, AI berperan penting dalam pengembangan materi pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Selain itu, dalam industri, AI meningkatkan efisiensi melalui otomatisasi proses produksi dan pengambilan keputusan yang berbasis data.

Penggunaan AI menawarkan banyak manfaat, salah satunya adalah peningkatan efisiensi. AI mampu melakukan tugas-tugas repetitif dengan cepat dan akurat, sehingga membebaskan waktu manusia untuk fokus pada tugas yang lebih kompleks. Dalam konteks kesehatan, AI juga membantu dalam diagnosis medis dan pengembangan obat baru, yang secara keseluruhan meningkatkan kualitas perawatan kesehatan. Selain itu, dengan adanya asisten virtual dan perangkat pintar yang didukung oleh AI, kehidupan sehari-hari menjadi lebih mudah dan terorganisir.

Meskipun AI memiliki banyak manfaat, ada beberapa dampak negatif yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah penggantian pekerjaan; banyak pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia kini dapat digantikan oleh mesin. Hal ini menyebabkan kekhawatiran akan pengangguran massal di berbagai sektor. Selain itu, ketergantungan yang berlebihan pada AI dapat mengurangi kemampuan berpikir kritis dan kreativitas manusia.

Kecerdasan buatan dapat menurunkan kecerdasan manusia karena memudahkan banyak tugas yang sebelumnya membutuhkan pemikiran mendalam sehingga membuat orang- orang terlalu memanjakan pikirannya dan malas berfikir. Sebagai contoh, mahasiswa dan pelajar yang bergantung pada AI untuk menyelesaikan tugas mungkin tidak lagi mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya. Penggunaan AI tanpa pengawasan juga dapat membuat individu menjadi kurang proaktif dalam mengidentifikasi suatu permasalahan yang dihadapi dan mencari solusinya.

Jika penggunaan AI tidak terkontrol, beberapa akibatnya bisa sangat merugikan. Salah satunya adalah penurunan kemampuan berpikir kritis; ketidakmampuan untuk menganalisis informasi secara mendalam dapat menyebabkan penyebaran informasi yang salah seperti berita bohong yang memicu perselisihan. Selain itu, penggunaan AI yang berlebihan dapat membuat individu terlalu bergantung pada teknologi, sehingga kemampuan berpikir kreatif mereka menurun. Ketergantungan pada AI dapat mengurangi dorongan untuk berinovasi dan menciptakan ide-ide baru. Di sisi lain, pekerja yang tidak memiliki keterampilan teknologi mungkin kesulitan bersaing di pasar kerja yang semakin didominasi oleh AI.

AI diprediksi dapat mencetak generasi yang mengalami krisis intelektual. Namun, hal ini dapat terbantahkan bagi mereka yang memiliki keterampilan berpikir kritis. Pada artikel ini, saya akan menjelaskan tentang berpikir kritis dan bagaimana cara memanfaatkan AI serta kemampuan ini agar kita tidak menjadi bodoh.

Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir secara rasional, sistematis, dan terlepas dari kepercayaan apapun dengan tujuan untuk memahami hubungan antara ide dan fakta. Ini melibatkan analisis dan evaluasi informasi yang diterima, sehingga individu dapat membuat keputusan yang logis dan beralasan. Menurut Robert Ennis, berpikir kritis adalah penalaran yang berfokus pada keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Proses ini mencakup penilaian terhadap argumen dan informasi, serta mempertanyakan validitas dari kesimpulan yang ada.

Orang yang berpikir kritis memiliki beberapa ciri khas, seperti kemampuan analisis, skeptisisme, dan kemandirian dalam membuat keputusan. Namun, saya ingin menyampaikan pendapat pribadi mengenai ciri-ciri mereka yang mampu berpikir kritis.

Pertama, orang yang berpikir kritis biasanya memiliki kecenderungan untuk banyak bertanya. Pertanyaan yang mereka ajukan bukan sekadar banyak, melainkan mendalam dan terarah. Mereka sering kali bertanya hingga ke inti permasalahan dan tidak jarang mengajukan pertanyaan yang tampaknya di luar topik, tetapi masih memiliki keterkaitan.

Hal ini disebabkan oleh kemampuan reflective listening yang mereka miliki, yaitu kemampuan untuk menindaklanjuti jawaban dari pertanyaan sebelumnya. Proses ini terus berulang hingga mereka merasa puas atau kehabisan waktu. Terkadang, percakapan antara orang yang berpikir kritis dan lawan bicaranya terhenti ketika mendapat jawaban seperti, "Coba tanyakan kepada yang ahli."

Dalam situasi seperti ini, orang yang berpikir kritis cenderung bergantung pada mesin pencari dan kecerdasan buatan. Mereka lebih memilih mencari jawaban sendiri untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka. Akibatnya, mereka sering kali menjadi kurang tertarik atau malas berkomunikasi langsung dengan orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline