Seperti yang kita ketahui, fungsi dari adanya birokrasi guna memberikan standarisasi dan prosedur yang harus dipatuhi dalam memberikan pelayanan publik. Dengan adanya birokrasi, setiap organisasi atau instansi pemerintah mempunyai pedoman yang sama untuk diikuti. Dalam Institusi pemerintahan, diciptakannya adanya birokrasi untuk membagi semua pekerjaan kepada semua orang secara teratur dan terkoordinasi.
Dari sudut pandang masyarakat, birokrasi dalam pemerintahan dimaksudkan guna masyarakat bisa mengadukan setiap keluh kesah yang mereka rasakan kepada setiap instansi yang terkait sesuai peraturan dan prosedur yang ada. Karena sumber daya publik yang dialokasikan oleh pemerintah tidak mungkin berjalan tanpa adanya birokrasi (Wulandari, 2021). Tapi walaupun begitu, birokrasi yang ada dalam pemerintahan sering kali rumit dan berbelit-belit dalam setiap pelaksanaanya.
Seperti pola pikir para birokrat yang terlalu kaku dengan aturan yang ada, struktur birokrasi yang terlalu gemuk, serta didukung oleh budaya kerja yang lemah (Afrianedy, 2020). Selain berakibat kepada APBN yang dipakai yang digunakan hanya untuk belanja pegawai, hal ini akan berakibat juga kepada kurangnya jumlah pegawai dari setiap instansi pemerintah yang berkualitas dalam bidangnya.
Rumitnya birokrasi dalam instansi pemerintahan salah satunya seperti setiap instansi pendidikan yang ada di Indonesia. Rumitnya instansi pendidikan seperti urusan administrasi, pendanaan dan distribusi anggaran, keterbatasan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kepala sekolah karena terhambat peraturan yang ketat, perekrutan dan penempatan tenaga pendidik yang berbelit-belit dan Evaluasi serta Akreditasi sekolah (Seputar Birokrasi, 2024). Dengan birokrasi pendidikan yang terlalu rumit dan bertele-tele, masalah yang seharusnya diselesaikan dengan cepat justru terhambat dengan adanya birokrasi yang ada.
Seperti contohnya ketika suatu sekolah mengajukan perbaikan dan perawatan dari sarana dan prasarana yang diajukan setiap tahunnya ke pemerintah, namun tidak adanya respon dari pemerintah setempat bahkan pemerintah pusat (Murjani, et al 2022). Hal ini menandakan bahwa, birokrasi pendidikan yang rumit dan struktur yang terlalu kompleks akan berakibat terhadap keterlambatan pembangunan dan pengembangan bagi setiap sekolah yang akan memperbaiki sarana dan prasarana.
Selain keterlambatan pembangunan dan pengembangan, birokrasi yang terlalu kompleks juga akan menyebabkan seseorang cenderung korupsi. Seperti yang dikutip dari Jurnal Elvira (2021) yang menjelaskan rumitnya birokrasi pada institusi pemerintahan membuat seseorang cenderung korupsi dengan jabatan yang dia pegang. Dari tahun 2013-2015 di SMPN SATAP 9 Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Terjadi sebuah permasalahan yakni lambatnya proses pemberian dana dan pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tidak adanya transparansi disana. Hal ini disebabkan oleh sangat kurangnya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pusat dan dalam pelaksanaannya tidak ada transparansi dan partisipasi dari tingkat penyelenggara, Kemendikbud, dinas pendidikan sampai sekolah. Dan juga, jumlah pegawai yang semakin banyak yang menyebabkan gaji mereka kurang. Karena hal ini, menyebabkan seseorang menjadi berpikir bahwa harus adanya pendapatan tambahan bagi diri mereka sehingga mau tidak mau harus memakan uang anggaran secara ilegal untuk diri mereka sendiri.. Disatu sisi, kemendikbud sendiri bisa saja memonopoli anggaran sehingga kebutuhan dari sekolah-sekolah yang seharusnya terpenuhi menjadi terhambat (Elviera, 2021). Dari sini bisa ditunjukan bahwa, birokrasi yang terlalu gemuk dapat menyebabkan seseorang bisa melihat keuntungan untuk memperkaya diri mereka sendiri secara ilegal dan dapat merugikan orang lain. Terlalu gemuknya sebuah birokrasi, menyebabkan ketidak efisienan dalam mendistribusikan anggaran dari pusat ke daerah.
Rumitnya birokrasi selaras dengan pernyataan Max Weber tentang birokrasi sangkar besi. Yang dimana membuat manusia itu menjadi tidak bebas dan terkekang dengan peraturan yang ada. Tapi sebelum menjelaskan kritik dari birokrasi dari birokrasi sangkar besi Max Weber. Penulis perlu menjelaskan pandangan Max Weber tentang birokrasi. Konsep birokrasi yang diciptakan oleh Max Weber adalah bentuk yang pasti dalam birokrasi dan administrasi kemudian dijalankan dengan cara-cara yang rasional. Bentuk birokrasi yang diciptakan oleh Weber merupakan bentuk yang ideal. Karena bisa menjadi pembeda antara birokrasi dari organisasi satu dengan organisasi lainnya. Perlu diketahui juga, hal-hal yang mencolok dari konsep birokrasi Max Weber yakni diantaraya :
Birokrasi diatur dengan hukum dan dijalankan dalam berbagai regulasi atau ketentuan administrasi serta harus adanya kepastian yang jelas mengenai hal-hal kedinasan.
Guna terjadi kebersamaan, keharmonisan dan selalu mengutamakan rasionalitas dalam pekerjaan perlu adanya prinsip tata jenjang kedinasan dan tingkat kewenangan.
Modernisasi manajemen yang didasarkan dokumen-dokumen tertulis.
Adanya orang dengan keahlian yang terlatih dalam spesialisasi manajemen dari suatu organisasi