Lihat ke Halaman Asli

Fenomena Sexting di Kalangan Remaja yang Semakin Merajalela

Diperbarui: 17 Desember 2022   15:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena Sexting

Latar Belakang

Kata istilah "sexting" sudah mengarah pada adanya sebuah kejadian dimana para pelaku biasanya akan mengirimkan sebuah gambar eksplisit yang akan diterima oleh sang korban. Sebuah komunikasi interaksi biasanya akan berhenti apabila terhalang suatu jarak dan adanya waktu yang sekarang kini dapat diakali dengan adanya sebuah perkembangan pada teknologi komunikasi yang sangat pesat. Dan pada zaman sekarang perkembangan aplikasi-aplikasi komunikasi seperti Whatssap, Line, Instagram, Telegram, dan lain sebagainya. Yang akan memberikan sebuah kemudahan kepada orang-orang dalam melakukan komunikasi secara real time, melakukan panggilan video call, dan juga dapat mengirimkan sebuah gambar maupun video dengan cepat dan mudah.

Eksploitasi pada seksual bukan lagi dapat terjadi dalam media-media nasional saja. Akan tetapi, hal ini akan terjadi juga pada sebuah ruang yang jauh lebih intim lagi, dikarenakan adanya teknologi yang semakin memudahkan seseorang untuk mengeksploitasi yang akan dilakukannya, maka sebuah fenomena sexting ini sudah sering terjadi dan kebanyakan dari kalangan remaja.

Pada penjelasan dari Livingstone, dkk merupakan sebuah cara komunikasi konten yang akan diberikan secara eksplisit yang bernada seksual melalui cara mengirimkan sebuah pesan teks melalui ponsel pintar (smartphone) atau visual dan aktifitas dari sosial media. Lalu menurut Lenhart yang menjelaskan bahwa sexting secara umum digambarkan sebagai tindakan dari menerima atau mengirim gambar yang eksplisit seperti telanjang maupun semi telanjang yang bernada seksual.

Pembahasan

A. Sexting

  • Pengertian/Arti Kata Sexting

"Sexting" merupakan sebuah istilah yang muncul pada tahun 2005 yang berasal dari bahasa yang sering digunakan pada media, yang terdiri dari sebuah kata sex dan texting  (Weidman, 2015). Sexting sendiri dijelaskan sebagai sebuah istilah yang menggambarkan sebuah tindakan dari pengiriman dan penerimaan dari gambar yang sugestif maupun eksplisit. Sexting juga dijelaskan secara umum yang berarti adanya sebuah proses mengirim foto yang vulgar untuk dilakukan terhadap lawan bicaranya, baik itu telanjang maupun hanya setengah telanjang (Reflex, 2021).

Dimana hal ini akan terjadi apabila adanya sebuah pertukaran gambar dan penyebaran gambar yang bersifat seksual atau eksplisit dari satu ponsel ke ponsel lainnya. Bisa melalui pesan teks (sms), email maupun pesan virtual (chat) yang tersebar ke internet maupun media sosial lainnya.

Sayangnya, pada penelitian yang dilansir dari hai.grid.id 67% yang menggunakan smartphone di seluruh dunia sudah pernah melakukan sexting. Dan angka ini sudah melonjak dari lima tahun lalu yang hanya 21% saja. Dimana riset ini keluar pada tahun 2017. Yang menjelaskan bagaimana sexting telah menjadi budaya pacaran pada era digital. Termasuk pada Indonesia sendiri

  • Latar Belakang Tindakan Sexting

Menurut pendapat dari seorang ahli faktor-faktor yang menyebabkan Sexting, ada tiga skenario utama yang menjadi faktor terjadinya fenomena Sexting: 1) pertukaran gambar yang terjadi semata-mata antara dari dua mitra yang sedang romantis; 2) pertukaran yang terjadi diantara mitra yang berbagi dengan orang lain di luar hubungan yang terjalin, dan 3) pertukaran yang terjadi diantara seseorang yang belum menjalin suatu hubungan, akan tetapi salah satu orang tersebut berharap untuk menjadi seseorang yang spesial.

Banyak faktor yang menyebabkan fenomena sexting dapat terjadi, antara lain:

A. Perkembangan teknologi

Dalam faktor ini menjelaskan bagaimana sebuah fenomena sexting dapat muncul seiring dengan adanya perkembangan teknologi dan komunikasi digital yang bercampur dengan hormon remaja yang sudah bergejolak. Adanya perkembangan teknologi sudah mengubah cara para remaja dalam melakukan berkomunikasi maupun berinteraksi dengan teman sebayanya.

Seorang remaja yang lebih sering untuk menggunakan smartphone atau ponsel lebih memungkinkan dirinya dapat menerima atau melihat sebuah gambar seksual. Remaja yang menggunakan sebuah pesan teks lebih sering akan melakukan sebuah fenomena sexting daripada remaja yang tidak menggunakan pesan teks secara terus menerus.

B. Pengetahuan

Seperti yang dapat diketahui apabila seorang remaja hanya memiliki sebuah informasi yang minim dikarenakan orang tuanya masih tabu untuk membicarakan ataupun memberikan wawasan tentang permasalahan edukasi seksual dengan anaknya sejak dini. Yang akan langsung berdampak pada seorang remaja yang langsung melakukan sebuah pencaharian sendiri atau riset tentang seksual dari berbagai media seperti internet yang pada zaman sekarang sudah sangat mudah untuk diakses.

Dan hasilnya remaja tersebut akan melihat, membaca, mendengar, dan yang paling parah langsung melakukan dari yang sudah dirinya dapatkan dari dunia internet tanpa adanya penjelasan yang baik dan benar akan hal itu.

C. Pola Asuh Atau Didikan yang Tidak Efektif

Individu yang mendapatkan pola asuh atau cara didik yang buruk, seperti kurangnnya sebuah ikatan yang terjalin pada hubungan, pemantauan yang buruk pada suatu hubungan, dan adanya kedisiplinan yang sudah tidak konsisten maupun tidak efektif yang akan memugkinkan untuk seoran remaja mengalami dari pengendalian kontrol diri yang rendah.

Dalam pengontrolan diri yang rendah dapat mencakup ketika dirinya memiliki sebuah ketidakmampuan untuk menahan godaan pada saat ada kesempatan dan tidak mempertimbangkan adanya konsekuensi jangka panjang dari adanya perilaku yang sudah mereka perbuat tersebut. Jadi, seseorang yang memiliki pengendalian yang rendah merupakan sebuah faktor predikitf kriminalitas seperti fenomena sexting.


D. Teman Sebaya Atau Lingkungan Hidup

 Adanya sebuah pergaulan dari teman sebaya yang sudah menyimpang dapat meningkatkan sebuah kemungkinan perilaku sexting akan terjadi lebih tinggi.

Sebuah fenomena sexting dapat sering terjadi pada kalangan seorang remaja yang sedang menjalin hubungan asmara, yang menyebabkan mereka (perempuan) mungkin sedang tertekan untuk dapat menyesuaikan dengan tren atau bisa dirinya mendapatkan tekanan dari seseorang yang salah satunya adalah pacar dirinya. Para remaja yang sedang menjalin hubungan asmara juga sering kali melakukan tindakan sexting ini yang digunakan untuk menggoda atau untuk mendapatkan perhatian dari sang pacar, meminta sex, hanya sekedar lelucon, dirinya diperas, dirinya dipaksa, maupun diancam oleh seseorang.

E. Sikap Terhadap Sexting

Seorang individu yang memiliki sebuah sikap yang lebih positif terhadap fenomena sexting malah lebih cenderung dapat terlibat dalam perilaku sexting. Dalam penelitian Champion & Pedersen (2015), menyatakan bahwa seorang individu yang memiliki sikap positif terhadap fenomena sexting dikarenakan individu tersebut tidak mengalami konsekuensi yang negatif terkait dari fenomena sexting tersebut, contohnya seperti infeksi yang dapat menular pada seksualitas dirinya, kehamilan yang tidak akan terduga atau direncanakan, dan tersebarnya gambar atau video seksual yang disebarkan oleh seseorang yang sudah menjalin hubungan spesial dengan dirinya di media sosial.


  • Cara Pencegahan Fenomena Sexting Pada Remaja

Dari faktor-faktor yang sudah dijelaskan sebelumnya, fenomena sexting ini dapat kita cegah terutama pada seorang remaja yang kecanduan dengan smartphone atau perangkat internet lainnya. Ketika remaja melakukan fenomena sexting akan memberikan konsekuensi hukum dan psikologis yang serius.

Berikut ini adalah beberapa poin yang penting untuk diperhatikan pada seputar sexting pada remaja:

A. Hal yang Illegal

Ketika seorang remaja menyimpan atau menyebarkan sebuah foto porno atau bernada seksual dari diri sendiri atau orang lain. Jika dirinya benar melakukan perbuatan tersebut bisa saja seorang remaja tersebut akan terkena pasal memproduksi dan mendistribusikan pornografi.

B. Memberikan Perhatian Pada Konsekuensi yang Nonlegal

Pada fenomena sexting pastinya akan menimbulkan sebuah kerusakan emosional dan reputasi yang pada korbannya. Misalkan saja ketika ada seorang korban yang sudah disebar foto maupun video dirinya telanjang ataupun setengah telanjang, akan memberikan efek kepada korban tersebut seperti psikisnya yang hancur dan mental yang rusak akan hal itu. Di zaman sekarang, tidak hanya disebar melalui smartphone akan tetapi bisa juga didistribusikan dan diarsipkan secara online yang sehingga dapat dicari oleh setiap orang dimana saja dan kapan saja.

C. Tugas Orang Tua

Orang tua memiliki tugas yang sangat penting dalam mencegah fenomena sexting terjadinya fenomena sexting pada anaknya. Orang tua dapat memberikan edukasi dan pembelajaran pada anaknya mengenai bahayanya dari dampak yang akan terjadi apabila anaknya melakukan perbuatan fenomena sexting tersebut.

Tugas dari orang tua juga harus bisa bertanggung jawab atas teknologi yang diberikan kepada anak-anaknya. Scott steinberg memberikan penjelasan bahwa orang tua merupakan pertahanan terbaik dari berbagai ancaman online yang diterima anaknya termasuk fenomena sexting.

D. Tugas Remaja

Hal ini  yang paling utama karena bisa saja seorang remaja menjadi korban ataupun pelaku dari fenomena sexting ini. Jika ada seseorang yang mengirimkan foto sexting kepada dirinya maka dirinya memiliki tugas yang harus dilakukan seperti tidak menyebarkan foto sexting tersebut kepada khalayak, memberi tahukan kepada orang tua ataupun wali remaja tersebut, dan langsung menghapus foto sexting tersebut.

Jika foto sexting tersebut selalu berdatangan dan seorang korban sudah merasa risih ataupun takut akan hal itu, maka dirinya bisa meminta bantuan kepada orang tua, sekolah ataupun pihak yang berwajib.

  • Dampak Fenomena Sexting

Sebuah kegiatan dalam tukar menukar sebuah konten eksplisit dan berkonotasi seksual juga merupakan sebuah bagian dari aktivits sosial. Duncan (2010) menjelaskan bahwa pemilik atau pembuat konten yang berpotensi menimbulkan sebuah dampak terhadap hubungan sosial dirinya, kesehatan emosional dan mental, kegiatan pekerjaan dan kegiatan sekolah, hubungan berpacaran, dampak yang sangat serius pada hukum, serta akan menimbulkan gangguan kesehatan mental (psikis) dan perilaku yang akan berisiko lainnya

  • Studi Kasus Fenomena Sexting

Dalam fenomena sexting ini saya mengambil studi kasus dari salah satu berita yang dibuat oleh penulis Sholikhul Huda pada tahun 2021. Pada berita ini menjelaskan terjadinya fenomena sexting yang dilakukan oleh oknum dosen UNJ kepada mahasiswinya. Dan dijelaskan bahwa sudah sering terjadi kekerasan seksual seperti ini di UNJ dan kasus-kasus ini tidak pernah terkspos karena pelaku pasti menggunakan kekuasaannya sebagai dosen untuk membungkam para korban. Dan inilah isi salah satu chat oknum dosen melakukan sexting kepada mahasiswi.

  • Analisis Teori

Pada studi kasus sebelumnya bisa berkaitan dengan teori interaksionisme simbolik pemikiran Georg Hebert Mead. Dimana pada teori ini Mead menjelaskan bagaimana seorang manusia dapat mampu mengubah sebuah makna dan simbol yang digunakan dalam sebuah tindakan dari interaksi yang berdasarkan dari penafsiran mereka atas situasi yang terjadi, simbol dan makna dapat memungkin seseorang untuk melakukan sebuah tindakan khusus dalam berinteraksi.

Pada Mind, Self dan Society yang sudah dijelaskan Mead dapat dikaitkan pada fenomena sexting. Dimana "mind" digambarkan sebagai pemikiran dari sang pelaku dalam proses interaksi kepada korban yang menjadi fenomena sosial tersebut, lalu "self" yang digambarkan sebagai dari kemampuan yang dari sang pelaku yaitu dosen menjadikan korban sebagai obyek dari adanya tindakan sexting tersebut, dan "society" digambarkan sebagai sebuah kekuasaan yang digunakan oleh seorang dosen yang digunakan dalam proses interaksi sexting pada saat terjadi. Dan dari ketiga hal itu sang korban yaitu mahasiswi dapat dimanipulasi oleh sang dosen.

  • Kesimpulan

Fenomena sexting merupakan sebuah fenomena kekerasan seksual melalui adanya perkembangan teknologi. Sexting sendiri merupakan sebuah singkatan dari Sex dan Texting. Sexting dapat terjadi oleh siapa saja, akan tetapi fenomena ini sering terjadi oleh para remaja yang memiliki sebuah hubungan yaitu berpacaran. Akan tetapi studi kasus yang dibawa terjadi karena seorang dosen melakukan sexting atau menggoda mahasiswinya. Pada hal itu dapat berkaitan dengan teori interaksionisme simbolik dari pemikiran Georg Herbert Mead. Pada mind, self dan society yang ketiga hal itu berkaitan akan hal yang dilakukan sang dosen untuk melakukan sexting kepada mahasiswinya dan memanipulasi dirinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline