Istilah mengenai ekstradisi berasal dari bahasa lain yaitu "extradere" atau menyerahkan, lalu pengertian ekstradisi secara luas yakni suatu proses formal yang dimana setiap pelaku kejahatan diserahkan kepada negara lokasi tindakan kejahatan tersebut dilakukan untuk nantinya diadili maupun menjelani proses hukuman.
Selanjutnya dalam menjalankan proses ini maupun mengikatkan diri kepada setiap perjanjian baik berdasarkan prinsip resiprositas atau yang biasa dikenal sebagai hubungan timbal balik yang sama sifatnya tidak wajib, hal ini dikarenakan bahwa tidak adanya ketentuan hukum internasional yang mewajibkan negara dalam mengikatkan diri ke dalam perjanjian ekstradisi tersebut.
Di samping itu menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi tepatnya di Pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa "Yang dapat diesktradisikan ialah orang yang oleh pejabat yang berwenang dari negara asing diminta karena disangka melakukan kejahatan atau untuk menjalani pidana atau perintah penahanan."
Lalu hal ini juga telah dipertegas dalam ayat 2 yang dijelaskan jika ada beberapa hal yang membuat proses ekstradisi dapat dilakukan yaitu terhadap orang yang telah disangka melakukan maupun dipidana karena melakukan pembantuan, percobaan dan pemufakatan jahat dalam menjalankan aksi kejahatan tersebut sebagaimana yang telah ada di ketentuan ayat 1. Hal ini juga bisa dilakukan sepanjang ketiga tindakan tersebut bisa dipidana menurut hukum nasional serta negara yang meminta ekstradisi.
Selanjutnya di era globalisasi ini yang mana perkembangan teknologi semakin masif dan berdampak kepada semua aspek kehidupan masyarakat seperti mudahnya berkomunikasi, melakukan transaksi, memesan layanan jasa transportasi dan pelayanan lainnya.
Akan tetapi globalisasi juga memiliki dampak negatif salah satunya yaitu terbukanya pintu yang lebar bagi para kriminal dalam melancarkan aksinya salah satunya yakni korupsi.
Kasus ini tentunya sudah menjadi pemberitaan di setiap media dan tidak sedikit pula dari mereka yang terjerat hukum, selain itu mereka yang mengetahui bahwa jika mereka tetap di Indonesia hartanya akan disita oleh pemerintah jadinya mereka memutuskan untuk melarikan diri ke negara yang yang menawarkan pajak rendah atau bahkan tidak memungut pajak sama sekali kepada setiap perusahaan serta orang asing, hal ini dikenal dengan sebutan tax haven country dengan harapan bahwa harta mereka bisa aman tanpa bisa dilacak oleh pemerintah Indonesia, salah satu negara tersebut adalah Singapura.
Dan untuk saat ini mereka tidak bisa lagi melarikan diri ke Singapura, hal ini dikarenakan Indonesia dan Singapura telah menandatangani perjanjian ekstradisi pada tanggal 25 Januari 2022 lalu di Bintan, Kepulauan Riau, dan rancangan undang-undangnya disahkan pada saat Rapat Paripurna DPR RI tanggal 15 Desember 2022.
Dan dengan disahkannya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura ini juga tentunya tidak terlepas dari posisi Singapura yang berbatasan langsung dengan Indonesia dan negara ini juga biasanya dijadikan sebagai tempat pelarian bagi para kriminal, maka dari itu dengan sahnya perjanjian ini maka akan membuka pintu yang lebar bagi para aparat penegak hukum Indonesia dalam menyelesaikan tindak pidana yang melibatkan orang Indonesia yang berada di Singapura.
Walaupun begitu proses penandatanganan perjanjian antar kedua negara ini tentunya tidak mudah, hal ini dikarenakan bahwa Indonesia dan Singapura memiliki sistem hukum yang berbeda yang mana Indonesia menganut sistem civil law sedangkan Singapura menganut sistem common law.