TikTok merupakan aplikasi berbasis video yang memungkinkan penggunanya membuat dan berbagi konten berupa klip pendek yang mengandung unsur kejutan atau humor. Aplikasi ini telah diunduh lebih dari 1 miliar kali di seluruh dunia dan pernah jadi aplikasi tersukses di dunia. Penggunanya juga banyak dari Indonesia, per Juli 2024 tercatat jumlah pengguna TikTok di Indonesia mencapai 157,6 juta pengguna. Meski sebagian orang menggunakan aplikasi ini untuk membuat karya, tapi tetap saja ada sisi lain yang mengandung hal-hal aneh, termasuk beberapa penggunanya itu sendiri. Lalu mengapa netizen TikTok Indonesia dikenal aneh?
Pengguna atau Netizen TikTok sering disebut juga sebagai netizen "aneh" atau "unik" karena berbagai alasan terkait tingkah, kebiasaan, kreativitas, dan cara orang berinteraksi di platform tersebut. Masalah utamanya bukan berada di aplikasi TikToknya itu sendiri namun pada penggunanya yang memang agak lain dibanding media sosial lainnya. Dikutip dari artikel berjudul APLIKASI TIK-TOK SERU-SERUAN ATAU KEBODOHAN karya Maria Ulfa Batoebara, fenomena ini disebabkan oleh pengguna yang narsis atau yang asbun (asal bunyi) ingin konten dan komennya dilike sebanyak banyaknya karena ketingkahnya tersebut untuk mendapatkan perhatian pengguna lain.
Beberapa faktor penyebabnya
1. Kreativitas Berlebih dan Tren Viral
TikTok dikenal dengan beragam challenges, tarian, dan tren yang berkembang pesat. Banyak pengguna mencoba menggabungkan tren dengan cara yang unik atau berlebihan, bahkan terkadang menganggapnya aneh bagi sebagian orang. Misalnya, gerakan tarian, gaya pakaian yang nyeleneh, melakukan hal absurd, atau prank berlebihan sering menjadi viral.
2. Pengaruh Generasi Z
Pengguna aktif TikTok sebagian besar merupakan generasi Z yang berekspresi lebih leluasa dan sering menantang norma-norma sosial yang ada. Mereka rentan terhadap humor, perilaku, dan gaya hidup yang tidak masuk akal yang mungkin dianggap aneh oleh generasi sebelumnya.
3. Kebanyakan Bercanda
Beberapa pengguna TikTok terlalu sering becanda sehingga ketika ada orang yang serius menanggapi suatu konten maka akan dihiraukan atau dianggap sebagai lelucon. Hal ini biasa terjadi di konten-konten edukasi, politik, bahkan agama disaat ada yang berkomentar benar atau berdisksusi dengan pengguna lainnya ada saja pengguna yang berkomentar konyol dan dibalas dengan komentar yang lebih konyol lainnya, berbeda di media sosial lain apabila ada komentar konyol atau aneh biasanya akan ada yang mengoreksinya.
4. Terlalu banyak mengonsumsi konten berformat video pendek
Kebanyakan mengonsumsi konten berformat video pendek dapat merusak diri kita khususnya pada attention span, simpelnya attention span itu adalah seberapa lama kita bisa berkonsentrasi pada sesuatu yang dalam hal ini adalah berkonsentrasi dalam menonton video. Karena berdurasi singkat, konten-konten seperti ini dapat membuat penontonnya yaitu seluruh pengguna TikTok itu sendiri gampang merasa bosan sehingga wajar ketika ada suatu konten terutama konten berita tidak disaring atau dicek ulang kembali kebenarannya dikarenakan hilangnya konsentrasi membuat penggunanya malas atau tidak kepikiran melakukannya.
5. Sarkasme
Sarkasme adalah majas sindiran yang menggunakan kata-kata pedas untuk menyakiti perasaan orang lain. Dikutip dari artikel berjudul SARKASME NETIZEN DI MEDIA SOSIAL TIKTOK karya Annisa, Taninda Mey Tantika, dan Ngatma'in, di TikTok sendiri banyak terjadi penyimpangan bahasa yaitu seperti banyaknya ungkapan sarkasme di kolom komentar TikTok yang diakibatkan karena kebencian terhadap seseorang atau kelompok tertentu dan mengekspresikan kebenciannya menggunakan bahasa yang sebenarnya tidak baik didengar. Hal ini menjadi bukti kurangnya kebijaksanaan pengguna dalam bermedia sosial.
Kasus yang sempat viral bulan lalu yaitu seorang ojol menemukan dompet di jalan lalu membobol dan nguras isi saldo atm dengan menggunakan pin tanggal lahir korban, bukan main pelaku menguras isi saldo atm korban sampai senilai Rp 36 Juta. Selain itu hal yang membuat kasus ini semakin terasa miris yaitu adalah tanggapan para pengguna TikTok yang berkomentar dalam postingan berita ini di Akun TikTok TvOnenews, mereka malah membenarkan tindakan tersebut padahal sudah jelas mengambil sesuatu yang ditemukan di jalan itu merupakan hal yang salah. Berikut beberapa komentar di postingan tersebut
Kasus ini tidak hanya berisikan tindak kriminal tetapi juga membuktikan ketidakbijaksaaan beberapa pengguna TikTok itu sendiri. Pada akhirnya aplikasi TikTok itu sendiri tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena pada dasarnya TikTok juga sama seperti media sosial lainnya yang memberikan kebebasan penggunanya untuk berekspresi dan kembali ke para penggunanya masing masing, namun mirisnya hal hal aneh atau konyol seperti ini malah seakan dinormalisasi. Kebijaksanaan dan berpikir kritis merupakan hal yang harus ada saat kita bermedia sosial seperti yang dikutip dari artikel berjudul Kemampuan Literasi Media Mahasiswa Universitas Diponegoro Angkatan 2018 dalam Menggunakan MediaSosial Tiktok untuk Menghadapi Informasi Hoax karya Nur Novita Indriani dan Ika Krismayani, sebelum mempercayai atau menggunakan informasi apa pun yang ditemukan, pengguna harus mengetahui latar belakang pembuat video, sumber informasi, dan keakuratannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H