Tahun 2045 adalah tahun yang digadang-gadang akan menjadi tahun produktif bagi Indonesia. Negara kita akan mengalami bonus demografi dengan mayoritas penduduk berusia produktif. Untuk mendukung program ini, Prabowo mengusung Program Makan Gratis (MBG) bagi anak sekolah, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui dengan jumlah dana sebesar 15 ribu rupiah pada awal pengusungan program ini. Program ini akan diangkat untuk mencegah stunting, memperbaiki gizi, dan memaksimalkan efektifitas bonus demografi yang akan terjadi tahun 2045.
Baru-baru ini, terbit sebuah berita mengenai pendanaan makan gratis yang dipatok Rp10 ribu per sasaran target program MBG yang semula Rp15 ribu, dengan pertimbangan dana yang tidak mencukupi. Harga pangan yang berbeda di setiap pulau adalah hambatan yang tidak bisa dihindari. Dengan dana Rp10 ribu maka menu yang disalurkan kepada sasaran program ini tentu bebeda-beda, namun Kepala Badan Gizi Nasional mengatakan bahwa jika ada daerah yang sekali makan di bawah Rp15 ribu maka lebihnya akan dialihkan ke daerah lain, meski demikian pengurangan dana ini menyebabkan tantangan baru yang akan muncul.
Hemat saya, satu tantangan terbesar yang akan dihadapi dengan turunnya pendanaan makan gratis ini adalah perbedaan harga pangan, pulau Jawa tentu saja memiliki harga pangan yang lebih murah, karena didukung pupuk, akses transportasi, dan jalur distribusi yang lebih murah, lalu bagaimana dengan pulau Papua dan Kalimantan yang masih terjadi kelangkaan pupuk, biaya logistik yang tinggi, dan harga BBM yang lebih tinggi, belum lagi subsidi pemerintah yang sering terjadi kelangkaan. Pulau Jawa bisa saja memenuhi kebutuhan gizi sesuai standar, namun mungkin belum bisa dengan pulau lain, sebagai contoh, salah satu gizi baik itu berasal dari sayur, menurut pengalaman saya, harga sayur di Jawa adalah Rp1.500 per ikatnya, sedangkan di Papua, harga per ikat dipatok Rp5.000, Perbedaan harga ini bisa menghasilkan jumlah porsi yang berbeda di setiap daerah
Kualitas makanan dan porsi makan akan terdampak dengan perbedaan harga pangan, jika menginginkan pangan yang murah, maka harus belanja di kota terlebih dahulu dan disalurkan ke pedalaman, namun, karena pengaruh infrastuktur yang kurang maka bisa membuat bahan pangan menjadi hancur ataupun tidak segar, lalu akan muncul masalah selanjutnya yaitu porsi makan yang dikurangi agar mencukupi pembagian bagi siswa dan bisa saja tidak mencukupi taraf gizi minimal.
Hal demikian perlu diadaptasi oleh pemerintah dan mengawasi jalannya program ini agar tidak terjadi sesuatu perilaku penyimpangan seperti korupsi atau penyalahgunaan dana, mencegah stunting dan mendukung bonus demografi tahun 2045.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H