Kendati kita menjadi wakil Tuhan, tapi jangan lantas kita merasa bisa naik level menjadi Tuhan
Filsafat menjadi salah satu alat yang dapat mengukur seberapa penting keberadaan kita di dunia. Dengan berfilsafat, kita sebagai makhluk yang berfikir mampu melakukan refleksi terhadap diri sendiri. Dari berbagai aspek, manusia memiliki potensi atau daya untuk melakukan segala sesuatu yang menjadi keinginannya. Dari segi filsafat, manusia dilihat dalam tiga hal yaitu : manusia adalah tujuan akhir penciptaan, manusia adalah mikrokosmos, dan manusia adalah cermin Tuhan.
1. Manusia adalah Tujuan Akhir Penciptaan
Sebelum manusia diciptakan, Allah sudah mempersiapkan bumi dengan berbagai fasilitas supaya layak untuk menjadi tempat kehidupan manusia. Maka dari itu, manusia disebut sebagai tujuan akhir penciptaan, kita adalah masterpiece-Nya Allah ciptaan terbaiknya Allah. Buktinya Allah membanggakan kita (manusia) di hadapan para malaikat. Allah menciptakan segalanya, akan tetapi yang dipamerkan di depan malaikat hanya manusia. Malaikat ragu dengan Allah menciptakan manusia, " Yaa Allah, mengapa engkau menciptakan manusia ? Padahal model manusia ini suka menimbulkan kerusakan, bertengkar, bahkan bunuh-bunuhan, apakah tidak cukup dengan kami (Malaikat)? Yang selalu patuh dan taat dengan perintahmu". Dengan elegan Allah menjawab, " Aku tahu apa yang tidak engkau ketahui"(Q.S. AL-Baqarah ayat 30).
Hal tersebut dibuktikan dengan menguji Adam dihadapan malaikat. Ketika malaikat ditanya tentang sesuatu, malaikat tidak bisa menjawab " Aku hanya mengetahui apa yang engkau beri tahu, Yaa Allah". Kemudian, pertanyaan itu dilontarkan kepada Adam dan bisa menjawab. Sebelum Allah bertanya kepada Adam, Allah telah mengajari Nabi Adam "Dan Dia diajarkan kepada Adam nama (benda) semuanya". Jadi, malaikat tidak diberi tahu dan manusia diberi tahu oleh Allah jawabannya. Itu membuktikan bahwa Allah sayang kepada manusia, tapi manusianya yang jual mahal.
Selain pengetahuan, komposisi tubuh manusia juga sangat pas dengan alam semesta. Mata, mulut, dan hidung posisinya didepan, sehingga memudahkan ketika sedang berbicara. Rancangan Allah sungguh luarbiasa , semua komposisi anggota tubuh sudah sangat tepat. Semua itu tidaklah kebetulan, karena semuanya pas dan cocok. Dalam istilah biologi, manusia adalah puncak evolusi. Manusia adalah puncak penciptaan.
2. Manusia adalah Mikrokosmos
Banyak filsuf Muslim menyebutkan bahwa manusia adalah microcosmos. Kalau dalam bahasa Jawa disebut "jagat cilik". Kita adalah alam semesta dalam keadaan mini. Karena semua unsur alam semesta ada dalam diri manusia, air, api, udara, dan tanah. Dalam diri manusia ada unsur tumbuhan dan hewan, ada juga unsur malaikat dan ilahiahnya. Kita tumbuh dan berkembang dari kecil, kemudian besar, dan akhirnya mati, itu semua adalah unsur tumbuhan. Kita juga memiliki mobilitas, agresivitas, dan ambisi, semua itu bersifat hewani. Karena itu, kita disebut ,mikrokosmos, karena apa yang terkandung dalam alam semesta ada dalam diri manusia.
Makan, tumbuh, dan berkembangbiak adalah ciri nabati. Makanya, apabila ada manusia yang hanya makan, tumbuh , dan berkembangbiak berarti masih pada level tumbuh-tumbuhan. Sedangkan, jika manusia menuruti insting gerak, ambisi, agresif menyerang, berarti manusia tersebut baru pada level hewani.
3. Manusia adalah Cermin Tuhan
Para tokoh tasawuf falsafi menyatakan bahwa manusia pada hakikatnya adalah cerminan Tuhan, bayangan Tuhan di Bumi. Logikanya, segala hal di dunia memantulkan unsur ketuhanan, baik jalaliyah atau jamaliyah. Jalaliyah diartikan sebagai keagungan, kebesaran, atau kedahsyatan. Sedangkan, Jamaliyah adalah keindahan. Apapun di dunia ini pasti ada salah satu unsur itu. Apabila dalam diri manusia ada jagat kecil miniatur alam semesta, dan alam semesta memiliki kualitas-kualitas ketuhanan, maka otomatis manusia adalah makhluk ilahiah. Hakikatnya manusia adalah makhluk ilahiah, hanya saja dibungkus dengan jasad sehingga manusia juga termasuk makhluk jasadiyah.