Lihat ke Halaman Asli

Muhammad NurArif

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Menilik Toleransi di Akhir Tahun

Diperbarui: 5 Januari 2022   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

 

Eksistensi manusia menjadi makhluk sosial yang tidak hanya hidup di ruang hampa dari banyak sekali interaksi sosial, menuntut adanya hubungan yang intensif menggunakan manusia yang lainnya. Adanya hubungan tadi tentunya, disadari atau tidak disadari, akan menghadirkan benturan-benturan kepentingan ataupun sekedar penguatan ciri-ciri suatu komunitas atas komunitas yang lainnya. Implikasinya, grup yang berhasil dalam proses penguatan ciri-ciri tadi karena adanya dukungan sosial, baik dengan pertimbangan kuantitas ataupun kualitas. 

 

Rakyat Indonesia waktu ini juga memiliki rasa toleransi yang sangat kurang. Mereka akan bersikap tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan kurang lebih terutama pada kaum minoritas atau yang tidak sependapat menggunakan mereka. Kebanyakan secara umum dikuasai tak pandang bulu, mereka akan tidak peduli pada beberapa orang minoritas, apakah mereka butuh donasi atau tidak meskipun orang tadi pernah menolongnya. Akibatnya juga para minoritas akan mencap buruk kaum lebih banyak didominasi, padahal tidak seluruh mayoritas seperti itu. Cap jelek tadi akan terus terdapat selama perilaku lebih banyak didominasi yang semenamena tidak dilarang.

 

Aparat berwajib juga tidak dapat menghentikan atau memberikan sanksi di orang-oarang yang semena-mena tadi sebab biasanya tidak terdapat kekerasan fisik karena hanya melalui ekspresi. Disinilah sebenarnya peran pemerintah sangat dibutuhkan. harus ada pemahaman mendalam wacana toleransi. Wacana berita yang terjadi yaitu tentang mahasiswa dan tindakan pemerintah dalam menuntaskan perkara menggunakan cara meminta minoritas memafkan menurut aku hal tadi mencerminkan bahawa pemerintah kurang menegakkan hukum dan pemerintah tidak memiliki perspektif yang kentara pada menanggapi info-gosip HAM.

 

Umumnya itu bicara tentang gerombolan agama atau ethnic eksklusif. Secara jumlah pengikut kelompok kepercayaan memang terdapat kelompok lebih banyak didominasi serta kelompok minoritas pada Indonesia. Demikian jua menggunakan ethnic tertentu yang sering merujuk kepada grup ethnic yang diklaim pendatang serta nenek moyangnya bukan asal Indonesia walaupun sudah bertahun-tahun turun temurun menjadi masyarakat negara Indonesia. Mungkin terdapat segelintir orang yang menganut agama/keyakinan eksklusif karena jumlah pengikutnya banyak atau sedikit. namun keyakinan itu umumnya tak mampu dipaksa. Namanya juga keyakinan mau pengikut banyak atau pengikut sedikit yang jelas keyakinan saya ialah A, B, C serta bukan D,E.

 

Lantas apakah usahakan gerombolan kepercayaan minoritas mengalah di kehendak kelompok kepercayaan lebih banyak didominasi? Mustinya tidak. Masing-masing keyakinan absolut beda. jika sama ya tidak perlu ada nama agama A, B, C relatif satu nama saja. Sesuatu yang beda tidak mampu disamakan, yang bisa ialah hormatilah perbedaan itu serta abaikan perbedaan itu berjalan bersama pada harmoni. Toleransi bukan problem minoritas mengalah di lebih banyak didominasi atau kebalikannya. Toleransi adalah menjalankan keyakinan masing-masing tanpa saling mengusik satu sama lain, tanpa saling menghalangi, tanpa saling merasa berkuasa karena dominan atau merasa harus dikasihani karena minoritas.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline