Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Nur

Peduli Pengembangan Masyarakat

Membangun Ekosistem Inovasi dan Memperlancar Komersialisasi Hasil Riset, Mampukah BRIN?

Diperbarui: 9 Januari 2022   13:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kelahiran BRIN adalah tuntutan Undang-undang (UU) no 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Undang-undang yang sudah lama dinanti agar nasip Ilmu Pengetahuan  dan Teknologi mendapat pijakan yang kuat di negeri ini.

UU tersebut dimulai dengan UU no 18 tahun 2002, Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, karena tuntutan zaman perlu perubahan dan kelengkapan.

Menurut pasal 48 UU 11/2019, untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional. Badan riset dan inovasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Presiden dan diatur dengan Peraturan Presiden.

Kelemahan Sistem IPTEK di Indonesia

Kelemahan utama sistem Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Indonesia adalah para penghasil IPTEK sendiri. Cara pandang kita para penghasil iltek belum utuh mulai dari riset dasar sampai mengalir jauh  menjadi produk inovatif yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Para pengembang IPTEK bekerja sendiri sampai pada paten, publikasi, dan prototipe. Pada tingkat yang lebih tinggi, tingkat Perguruan tinggi, Lembaga Penelitian dan bahkan kementrian belum terdapat unit atau lembaga intermediasi yang bisa menaikkan tingkat inovasi suatu hasil riset. Diperlukan unit atau lembaga intermediasi yang menjadi koneksitas dari prototipe ke sukses komersial. Penguatan koneksitas pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi dengan industri sudah menjadi keharusan.

Selama ini sebagian besar hasil-hasil riset (ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi) masuk ke “Lembah Kematian” tidak berlanjut diadopsi dan dikomersialisasi oleh industri.

Hal ini disebabkan oleh belum adanya lembaga intermediasi yang dapat dihandalkan secara nasional.  Sampai saat ini, banyak literatur telah mengeksplorasi bagaimana keberlanjutan dapat dicapai melalui penelitian dan pengembangan internal perusahaan, dan kolaborasi rantai pasokan.

Namun, isu-isu seperti bagaimana pemangku kepentingan yang berbeda termasuk pelanggan, mitra, pemerintah, dan universitas dapat terlibat, membentuk ekosistem inovasi secara berkelanjutan masih kurang dieksplorasi.

Dukungan pemerintah untuk menguatkan hubungan triple helix/penta helix sangat diperlukan, sehingga kontribusi Perguruan Tinggi dan lembaga riset dalam pembangunan nasional semakin signifikan.  Di sinilah tempat utama yang dituntut masyarakat Ilmiah Indonesia yang ditujukan bagi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Usaha ke arah pembentukan ekosistem inovasi secara berkelanjutan memang sudah dimulai. Beberapa tahun terakhir bermunculan  Universitas Riset, Startup Business, namun pengawalan secara baik dan keberpihakan untuk produk inovatif hasil riset anak bangsa belumlah memadai. Tingkat kementrian seperti yang kita ketahui kebijakan bongkar pasang yang arahnya kadang berubah sangat cepat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline