Pagi yang dingin merasuki tulang
Dari kejauhan terdengar sayup sayup suara azan
Suara langkah kaki membangunkanku
Suaranya semakin lama semakin menghilang
Pertanda, kaki itu sudah jauh melangkah
Suara langkah kaki itu masih sama dengan hari sebelumnya
Suara itu selalu membangunkanku
Padahal jika kuingat, itu adalah waktu ternikmat untuk melanjutkan mimpi
Namun apalah daya
Aku juga harus segera menyusul langkah kaki itu pergi
Kubuka mata, ku usap pelan
Aku harus segera menerobos dinginnya dunia
Membawa sebuah timba besar menuju sumur tua
Segera saja, ku isi timba itu dengan segenap hati
Lalu kulangkahkan kaki menuju sebuah gubuk tua
Dari kejauhan nampak seorang wanita tua penuh dengan harapan sedang menanti
Tubuhnya telah renta
Usang diterpa lelahnya dunia
Kini usianya sudah semakin senja
Namun semua itu tak jadi soal baginya
Ia tetap dengan kebiasaannya
Terlihat dihadapannya sebuah ember besar kosong
Segera ku isi dengan air yang telah kutimba dengan segenap hati
Jika sudah penuh terisi
Aku berkata pelan padanya
"Nek, embernya sudah penuh"
Mau wudhu sekarang ? Azan subuh sudah dikumandangkan
Singkat, iya hanya tersenyum mengiyakan.
Aceh, Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H