Sudah lebih dari dua minggu saya tidak menulis di Kompasiana. Bukan tanpa alasan, dalam beberapa minggu terakhir ini kerjaan saya sedang padat-padatnya. Kerja dari pagi hingga malam, begitu rutinitas saya selama hampir dua pekan ini.
Kebetulan saya bekerja di salah satu sekolah boarding school mengurusi bagian kesehatan siswa. Karena banyak siswa yang sedang sakit, akhirnya kerjaan saya pun semakin bertambah. Belum lagi dengan tugas administrasi lainnya. Semua kerjaan ini sempat membuat saya kewalahan.
Saya merasa cemas. Ditambah istirahat dan tidur saya tidak cukup selama hampir dua pekan ini. Kelelahan sudah pasti. Dari beberapa keluhan saya tersebut, saya menyadari jika ini adalah gejala stres.
Perlu digaribawahi, stres yang saya maksud di sini adalah stres dalam dalam artian perubahan sikap yang diakibatkan karena tekanan. Baik itu tekanan dalam pekerjaan atau perubahan suatu kondisi tertentu sehingga mempengaruhi kondisi tubuh kita.
Weinberg dan Gould (2003), mendefinisikan stres sebagai "a substansial imbalance between demand (physical and psychological) and response capability, under condition where failure to meet that demand has importance concequences". Artinya, ada ketidakseimbangan antara tuntutan fisik dan psikis dan kemampuan untuk memenuhinya. Gagal dalam memenuhi kebutuhan tersebut akan berdampak krusial.
Stres ini akan berdampak buruk jika tidak segera ditangani dengan benar. Penyebab stres juga bisa bermacam-macam. Brannon dan Feist (2007) dan Myers (1996) menyebutkan, jika stres berasal dari tiga sumber.
Pertama, katastrofi
Katastrofi adalah kejadian besar yang tidak bisa ditebak ataupun diprediksi. Misalnya seperti bencana alam dan perang.
Kedua, perubahan kehidupan
Perubahan kehidupan bisa memicu terjadinya stres. Seperti perceraian, kematian hingga kehilangan pekerjaan.