Baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah mengkaji soal pemberian subsidi pulsa untuk kegiatan belajar mengajar para pelajar.
Hal ini disampaikan langsung oleh Erick Tohir selaku Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional ( PEN ), tetapi Erick mengatakan belum bisa mempresentasikan lebih detail karena rencana ini masih digodok dengan Kementerian lain.
Rencana pemberian subsidi pulsa ini buah dari kondisi pandemi yang masih terus berlanjut. Seperti yang kita tahu, sampai saat ini kondisi Indonesia masih sangat mencekam hingga membuat sebagian banyak sekolah diliburkan diganti menjadi kegiatan belajar daring di rumah masing-masing.
Meski kegiatan belajar tetap berlanjut, namun dalam pelaksanaannya bisa dikatakan masih sangatlah kurang. Banyak kendala yang didapatkan ketika menerapkan kegiatan belajar daring tersebut, salah satunya mahalnya kuota internet.
Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelumnya PT Telkom dan Kominfo telah memberikan subsidi pulsa dan kuota untuk akses pendidikan dan penanganan pandemi covid-19 dengan total nilai 1,7 triliun.
Dengan jumlah anggaran yang besar tersebut nyatanya belum dapat memaksimalkan proses belajar para pelajar di Indonesia. Kendalanya bukan soal kuota internet saja, nyatanya banyak di pelosok-pelosok daerah hingga kini masih susah akses listrik dan jaringan internet.
Selain itu, salah satu kendala yang paling besar adalah ketidaktersediaan gawai dalam rumah tangga. Alih-alih merasa senang disubsidi pulsa, gawai saja tidak punya, bagaimana ?
Inilah sebenarnya tugas besar yang harus diselesaikan pemerintah jika ingin benar-benar memaksimalkan kegiatan belajar daring. Bagaimana proses belajar mengajar pelajar yang tidak punya gawai bisa diadakan, mengingat semuanya sekarang serba daring. Hal ini tentu menjadi cobaan besar bagi para pelajar yang tidak punya gawai.
Lagi-lagi ini menyangkut soal ekonomi yang belum merata. Masih banyak masyarakat yang begitu sulit menghidupi diri dan keluarganya. Mereka sangat bersyukur ketika Pemerintah menggratiskan program belajar selama 9 tahun, dengan begitu impian anak-anak mereka masih bisa dicapai. Namun, karena proses belajar daring seperti saat ini, rasanya impian mereka bisa saja dirampas jika Pemerintah tidak mempedulikannya.
Bagi pelajar dengan semangat yang tinggi, tentunya keterbatasan ini tidak menyurutkan langkah mereka dalam menimba ilmu. Meskipun harus meminjam gawai dan menumpang WIFI teman, tidak membuat semangat mereka gentar. Namun bukan itu letak permasalahannya. Bukankah mendapat pendidikan adalah hak semua warga negara ?
Seperti yang dijelaskan dalam pasal 31 UUD 1945 Amandemen, " ( 1 ) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, ( 2 ) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya ". Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan ini tanpa adanya pembatasan, baik dalam askes mereka memperoleh pendidikan maupun tingkat pendidikan yang mereka ikuti. Pemerintah tidak boleh abai dalam permasalahan ini.