Lihat ke Halaman Asli

Maraknya Pernikahan di Bawah Tangan akibat Perubahan Undang-undang Perkawinan

Diperbarui: 15 Desember 2021   21:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diambil dari pixabay.com

Pernikahan dalam ilmu agama berasal dari bahasa arab yakni dan yang berarti jodoh atau pasangan. Setiap orang menginginkan untuk menikah. menikah dalam hal ini berorientasi kepada pernikahan atas seorang laki-laki dengan perempuan yang bertujuan guna membentuk keluarga sakinah, mawadah dan rahmah.

Dalam hukum positif di indonesia pernikahan seorang laki-laki dan perempuan keduanya harus berusia sekurang-kurangnya 19 (Sembilan Belas) tahun. Apabila umur mempelai pria maupun wanita belum mencapai 19 tahun maka pihak orang tua mengajukan dispensasi nikah dengan disertai adanya bukti-bukti yang mendesak dan cukup. Akan tetapi pemilihan dispensasi kawin dinilai dalam prosesnya terlalu ribet dan lama sehingga kebanyakan masyarakat mengadakan pernikahan dibawah tangan atau dalam masyarakat dikenal dengan nikah Siri.

Pernikahan siri dianggap sebagai alternatif untuk menikahkan putra-putrinya yang masih dibawah umur. pernikahan siri dinilai mudah dan tanpa proses yang panjang melalui Pengadilan Agama. Selain itu pernikahan siri diambil dikarenakan beberapa faktor seperti pihak mempelai wanita telah hamil dengan mempelai pria. maka pernikahan tersebut harus disegerakan agar untuk menutupi aib keluarga.

Berdasarkan pemaparan perkara yang terjadi di lingkungan masyarakat mengenai maraknya pernikahan dibawah tangan maka dapat ditarik rumusan bagaiman prespektif masyarakat tentang adanya perubahan batas usia perkawinan

Pernikahan ialah ikrar lahir bantin antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan meneruskan garis keturunan dan membuat keluarga yang harmonis. Dalam masyarakat pernikahan merupakan perbuatan yang sakral sehingga sangat diagungkan karena dinilai pernikahan hanya dilakukan sekali seumur hidup. Sehingga apabila seseorang dinilai telah cukup umur dan mampu untuk melakukan kawin maka pernikahan dapat dilangsungkan tanpa memperhatikan usia kedua mempelai. 

Dalam hal ini masyarakat mengacu pada hukum agama yakni pernikahan dapat dilangsungkan apabila telah baligh. Namun dalam hukum positif yang ada di indonesia perkawinan dapat dilakukan apabila pihak mempelai telah berusia 19 tahun. Namun jika usia dari mempelai belum mencukupi maka dapat mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama. 

Akan tetapi hal ini dinilai sangat sulit sehingga masyarakat sekitar memilih aternatif dengan melangsungkan pernikahan dibawah tangan atau siri agar pernikahan dapat dengan disegerakan karena ditakutukan melanggar hukum agama.

Selain itu pergaualan remaja yang semakin bebas dan sukar untuk dikontrol sehingga banyak remaja yang tidak bisa mengontrol dirinya untuk menjaga hawa nafsu, yang kemudian berakibat terjadinya kehamilan diluar nikah bagi remaja yang belum cukup usia kawin. Maka untuk menutupi hal tersebut pihak keluarga mengambil alternatif dengan menikahkan perempuan tersebut dengan pria yang menghamilinya. 

Namun dalam pengajuan perkawinan tersebut ditolak oleh Kantor Urusan Agama (KUA) setempat karena belum cukup umur untuk melakukan kawin. Sehingga banyak masyarakat mengambil alternatif dengan menikahkannya dibawah tangan yang bertujuan untuk menyegerakan perkawinan sebelum usia kanduangannya diketahui oleh masyarakat.

Mengenai batas usia perkawinan perlu adanya edukasi terhadap masyarakat terhadap dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dibawah tangan baik bagi pengantin maupun bagi status anak kelak, maka adanya perubahan ini diupayakan untuk meminimalisir adanya pernikahan dibawah umur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline