Pada tanggal 24-25 Mei diadakan sebuah acara yang bertempat di kawasan Pecinan Surabaya di
Kembang Jepun yang dihadiri sekitar 700 orang dari berbagai kalangan masyarakat mulai dari
mahasiswa, pedagang asongan, komunitas adat, ekspatriat mahasiswa asing, dan lain-lain. Dilansir
dari Suara Surabaya acara tersebut dibarengi dengan festival kendaraan hias dan acara jantung
sehat serta dihadiri oleh gubernur Jawa Timur yaitu Khofifah Indah Parwansa dan walikota
Surabaya Edi Cahyadi sebagai orang yang membuka perhelatan festival tersebut. Pada acara
tersebut sekitar 50 UKM dari berbagai latar belakang bidang yang digeluti, sehingga festival ini
menjadi serangkaian festival yang diadakan setelah pandemi Covid-19 mereda di kota tersebut.
Diadakannya festival ini adalah sebagai sarana Pemkot Surabaya untuk mengenalkan rujak uleg
sebagai bagian dari warisan kuliner masyarakat Surabaya secara turun-temurun dan menjaga agar
rujak uleg sebagai identitas kota Surabaya tidak terlupakan ditengah munculnya makanan cepat saji
dikawasan urban seperti ayam KFC, hamburger MC Donald, A&W serta berbagai restoran cepat
saji lainnya. Disisi lainnya festival ini mengajak generasi muda untuk membuat berbagai bahan-
bahan yang umumnya digunakan sebagai olahan rujak uleg maupun cingur seperti tauge, kerupuk
udang, cingur( hidung sapi), sambal petis, serta berbagai macam sayuran lainnya. Generasi muda
umumnya tertarik untuk melakukan hal-hal baru dan tertarik untuk mengobrol bersama teman-
teman serta lebih menyukai gaya hidup urban di kawasan perkotaan.
Adapun mengenai kota Surabaya, kota ini merupakan pusat pelabuhan yang sangat strategis dan
menjadi kota terbesar di Indonesia kedua setelah Jakarta. Hal tersebut dikarenakan kota ini
menyimpan berbagai hal-hal unik yang terdapat didalamnya seperti makanan, cagar budaya,
struktur masyarakat, dan lain-lain. Berbicara mengenai sejarah kota Surabaya, pasti tidak bisa
dilepaskan kaitan antara legenda Surabaya yaitu sebuah kisah pertengkaran antara seekor ikan hiu
dan buaya. Kisah ini menjadi sebuah simbol dalam logo kota Surabaya. Sedangkan dalam unsur
historisnya, Surabaya awalnya merupakan sebuah wilayah yang bernama Ujung Galuh yang berada
di bawah kekuasaan kerajaan Kahuripan. Setelah kerajaan Kahuripan mulai memudar kekuasaanya,
maka wilayah tersebur menjadi wilayah milik kerajaan Singasari. Kemudian datanglah tentara
Mongol ke Ujung Galuh dengan menaiki kapal bertipe Jung. Tentu saja kedatangan tentara Mongol
yang dipimpin oleh Panglima Kubilai Khan bertujuan untuk menaklukkan daerah Jawa yang saat
itu sedang dikuasai oleh raja yaitu Kertanegara sekaligus membalas ekspedisi Pamalayu yangdigagas oleh raja tersebut. Akan tetapi dalam perjalanan, pasukan tersebut mendapati bahwa raja
Kertanegara sudah tewas ditangan raja Kediri Gelang-Gelang yaitu Jayakatwang yang berusaha
untuk membalaskan dendam atas tewasnya raja Kertawijaya oleh leluhur Kertanegara yaitu Ken
Arok. Hal tersebut menimbulkan kerajaan Singasari mengalami keruntuhan dan kerabat
Kertanegara yang tersisa berusaha untuk melarikan diri dari kejaran pasukan Jayakatwang. Lalu
sisa-sisa kerabat Kertanegara yaitu Raden Wijaya meminta sebuah nasehat kepada seorang bupati
Madura yaitu Arya Wiraraja untuk mengatur siasat bagaimana agar bisa mengalahkan Jayakatwang
dengan mudah. Arya Wiraraja memberikan sebuah siasat kepada Raden Wijaya agar berpura-pura
menyerah kepada pasukan Kubilai Khan supaya bisa mudah untuk menaklukkan raja Jayakatwang.
Akhirnya Raden Wijaya memutuskan untuk bergabung dengan tentara Kubilai Khan dan berhasil
menewaskan raja Jayakatwang sehingga dengan tewasnya Jayakatwang menyebabkan tentara
Mongol dengan mudah menguasai kerajaan Gelang-Gelang. Akan tetapi tentara Mongol sangat
suka untuk mengadakan perayaan seusai perang sehingga mereka mengadakan pesta dengan
meminum-minuman keras sehingga mereka mabuk dan tidak bisa berkonsentrasi dalam berperang.
Kesempatan tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Raden Wijaya untuk mengusir tentara
Mongol tersebut sehingga tentara Mongol yang sedang lengah tidak mengetahui jika Raden Wijaya
mengadakan serangan di malam hari dimana pada saat itu orang-orang tengah tertidur lelap dan
mabuk akibat menengak minuman keras dengan cukup banyak. Akhirnya Raden Wijaya berhasil
mengusir tentara Mongol yang dipimpin oleh Gao Xing, Ike Mese, dan Shibi ke pelabuhan Ujung
Galuh. Sehingga peristiwa tersebut dipercayai sebagai titik awal dari pendirian kota Surabaya yang
merupakan bekas kerajaan Kahuripan. Perayaan tersebut diadakan setiap tanggal 26 Mei dan
dihadiri oleh berbagai macam hiburan mulai dari festival rujak uleg, pentas seni, pengenalan
UMKM, dan lain-lain.
Festival rujak uleg yang diadakan pada saat peringatan hari lahirnya kota Surabaya menjadi sebuah
sarana untuk menjalin hubungan pertemanan yang disimbolkan oleh para peserta festival yang , berasal dari latar belakang pekerjaan, suku,agama, ras, dan lain-lain. Sehingga festival ini
seringkali menjadi daya tarik wisatawan yang ingin mencicipi rujak uleg maupun cingur yang telah
menjadi identitas kota Surabaya. Selain itu para turis juga diajak untuk melihat proses pembuatan
rujak uleg dengan melibatkan berbagai alat dapur seperti garam, merica, pala, cabai, kacang, dan
lain-lain serta peserta festival tersebut boleh meracik bumbu sesuai dengan ketentuan panitia.
Dengan adanya festival tersebut maka dapat dijadikan sebuah cagar budaya tak benda agar
masyarakat generasi selanjutnya dapat merasalan nikmatnya rujak uleg maupun cingur khas kota
Surabaya. Adapun mengenai usaha untuk menyelamatkan cagar budaya baik berupa benda maupun
non benda, maka tugas pemerintahan kota yaitu melakukan berberapa pemugaran terkait dengan
struktur bangunan, perawatan bangunan dari berbagai macam benda yang dapat merusak cagar
budaya tersebut serta membuat undang-undang mengenai perlindungan cagar budaya agar dapat terlindungi dari berbagai macam hal yang merusak eksistensi cagar budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H