Bantuan sosial atau disingkat bansos adalah upaya bantuan yang diberikan oleh pemerintah untuk mencukupi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan dalam menyambung hidup selama pandemi covid-19 berlangsung. Bantuan sosial ini berupa uang dan bahan pokok makanan, itu semua sangat membantu masyarakat dalam menyambung hidup selama pandemi covid-19 yang dimana banyak mata pencaharian utama masyarakat menjadi berkurang bahkan ada yang sama sekali tidak mendapatkan penghasilan dikarenakan terdampak pandemi covid-19
Namun, untuk menyambung hidup bagi masyarakat selama pandemi merupakan sebuah bayangan gelap. Pemerintah memang sudah melakukan upaya semaksimal mungkin agar masyarakat sejahtera selama pandemi covid-19, tetapi upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dimanfaatkan oleh mafia-mafia pemerintah itu sendiri. Maka dari itu bantuan sosial yang telah disalurkan oleh pemerintah tidak tersalurkan dengan tepat sasaran.
Banyak kasus-kasus yang sudah terungkap mengenai bantuan sosial yang difilter sebelum sampai kepada penerima bantuan sosial tersebut. Kata filterisasi disini merupakan rangkaian para mafia untuk melakukan tindakan yang disebut "dana proses", itulah yang menghambat terhadap penyebaran bantuan sosial baik berupa uang atau bahan pokok makanan.
Banyaknya masyarakat yang tidak percaya dan memberontak terhadap pemerintah bukan tanpa alasan melainkan adalah suatu bentuk ketidakpercayaan dan ungkapan rasa kecewa masyarakat terhadap pemerintah yang telah merusak moralitas pemerintah terhadap masyarakat. Memang tidak semua pejabat pemerintah itu menyimpang, namun adanya mafia didalam pemerintahan tersebut yang membuat masyarakat mengecap semua pemerintah itu kotor.
Bukan tidak ada Undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut, melainkan sudah banyak disebutkan dalam konfrensi pers penyaluran dana bantuan sosial. Yakni ancaman pidana mati bagi yang berani melakukan tindak pinada korupsi dalam proses penyaluran dana bantuan sosial Pasal 2 ayat (2) UU Noor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun para mafia tersebut memiliki keberanian yang melebihi batas, jadi tidak menciutkan nyali mereka untuk melakukan hal tersebut. Setelah terungkap, bahkan hukuman mereka tidak sesuai dengan apa yang masyarakat harapkan.
Seperti kasus Juliari Batubara yang mengambil Rp. 10 ribu per paket bansos yang disalurkan. Juliari divonis 12 Tahun penjara dan denda Rp 500 jt. Dan banyak kasus terungkap lainnya yang tidak berujung dipidana mati dikarenakan alasan HAM.
Jadi, kesimpulan dalam tulisan ini adalah kekecewaan masyarakat terhadap tidak tegasnya hukum di Indonesia terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Bukan memberikan efek jera terhadap pelaku, melainkan memberikan peluang untuk melakukannya kembali. Tidak menerapkan Undang-Undang yang seharusnya diberlakukan. Lemahnya hukum di Indonesia yang kerap kali menjadi tombak bagi masyarakat biasa dan menjadi pelindung bagi para mafia negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H