Lihat ke Halaman Asli

Akan indah pada waktunya dan lebih indah dari yang kita bayangkan

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika Putri mendadak memutuskan cintanya, Irfan berubah jadi pemurung. Dan ketika gadis pujaannya itu menikah diam-diam di Surabaya, Irfan betul-betul frustrasi. Dia tak mau makan-minum, sehingga akhirnya terkena tifus. Betapa ironis, ketika mantan kekasihnya tengah menikmati bulan madu di Bali, dia justru terbaring di rumah sakit. Lalu, apakah yang dapat dilakukan seorang ayah untuk menghibur anak lelakinya yang patah hati? Untuk membangkitkan kembali semangat juangnya yang hampir mati?

Irfan adalah anak yang cemerlang. Sejak kecil dia selalu jadi bintang kelas. Namun, anak itu pendiam dan perasa. ��Kamu betul-betul menuruni darah Ayah. Selalu serius, mendalam, dan penuh ketulusan kalau mencintai perempuan. Sehingga, kalau putus cinta betul-betulterpuruk. Padahal, seperti kata peribahasa, dunia ini tidak sedaun kelor. Di dunia ini begitu banyak wanita, Nak,�� ujarku saat berbicara dari hati ke hati sepulangnya ia dari rumah sakit. ��Tapi tidak ada yang secantik dan sebaik Putri, Yah. Dia yang dulunya tak pakai kerudung, kini mulai

belajar pakai kerudung. Tapi kenapa ketika keislamannya semakin sempurna, kok dia tega meninggalkan saya dan menikah dengan manajer perusahaan elektronik itu?��

��Sudahlah, Nak. Sesuatu yang lepas dari tangan kita memang selalu kelihatan indah. Begitu pula kalau kita kehilangan perempuan yang kita cintai. Mata kita tertutup bahwa di sekeliling kita masih banyak perempuan lain yang mungkin lebih baik dari dia.��

��Aku baru sekali ini jatuh cinta, Yah. Selama SMU dan kuliah, waktuku lebih banyak aku habiskan untuk belajar, dan organisasi ilmiah di kampus.�� ��Ayah paham, Nak. Ayah mau buka rahasia. Sewaktu SMU dulu Ayah mengalami nasib yang mirip kamu. Cinta tak kesampaian, padahal Ayah dan Rini, nama perempuan itu, sama-sama saling mencintai.

Bertahun-tahun Ayah nyaris frustrasi dan tak pernah mampu menghilangkan bayang wajahnya. Sampai kemudian, lima tahun setelah itu, Tuhan mempertemukan Ayah dengan ibumu. Dia wanita tercantik di Cianjur ketika itu. Baru lulus SMU. Banyak sekali pemuda yang mengincar ibumu.

Entahlah, kenapa dia mau menikah dengan Ayah yang ketika itu masih berstatus mahasiswa dan belum punya pekerjaan, kecuali menjadi penulis free lance di koran. Kami menikah hanya dua minggu sejak pertama kali bertemu.�� Irfan termenung. Mungkin ia merenungkan kalimat demi kalimat yang tadi aku ucapkan.

��Nak, laki-laki itu ibarat buah kelapa. Makin tua, makin bersantan. Biarpun jelek, botak dan gendut, kalau punya kedudukan, berharta, dan terkenal, maka gadis-gadis muda antri untuk mendapatkannya. Untuk sekadar jadi teman kencan maupun istri sungguhan.��

��Benarkah?��

��Ya. Dengan modal hanya sebagai wartawan senior dan novelis top saja, Ayahmu ini seringkali digilai oleh perempuan-perempuan muda. Mereka berusaha mencuri perhatian Ayah dengan berbagai cara. Kalau Ayah tidak kuat iman, Ayah mungkin sering kencan dengan banyak perempuan. Kalau Ayah kurang sabar, Ayah mungkin beristri dua, tiga, atau bahkan empat.��

��Apa yang membuat Ayah bertahan?�� ��Ibumu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline