Masyarakat Ilmiah tentu masih ingat kasus The Lancet, Jurnal Ilmiah terkemuka di dunia, yang pada tanggal 5 Juni lalu tiba-tiba mencabut sebuah artikel hasil riset tentang penggunaan Hidroksiklorokuin pada pengobatan COVID-19. Artikel hasil penelitian yg melibatkan 15.000 pasien dari 671 RS tersebut terpaksa harus di cabut setelah beberapa waktu terbit karena para ilmuwan menyangsikan validitas data yang dijadikan acuan untuk analisis, dan ada keraguan atas kredibilitas lembaga pengelola data tersebut (Usaha The Lancet untuk menginvestigasi secara independen data mentah dari artikel ini ditolak oleh lembaga pengelola data tersebut) .
Begitu ketat nya persyaratan sebuah riset ilmiah yang hasilnya akan berdampak luas pada kehidupan masyarakat luas, dalam hal ini terkait dengan pengobatan wabah COVID-19 yang sedang mengancam kehidupan sosial ekonomi berbagai bangsa di dunia, termasuk di Indonesia. Jangan sampai semangat yang terlalu besar untuk segera menemukan obat yang tepat membuat kita mengabaikan bagian-bagian kecil yang kita anggap tidak berarti tetapi merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam metodologi riset untuk menemukan metode terapi/obat baru.
Dunia yang terbuka dan tanpa batas ini sudah tahu tentang apa yang disebut sebagai 'drug discovery', serta metodologi baku yang secara global pula sudah di sepakati bersama, yang harus dilalui. Publikasi dalam 'Peer Reviewed Journal' adalah sebuah upaya telaah yang sah dan bertanggungjawab oleh masyarakat ilmiah global terhadap validitas pangkalan data dan analisis yang digunakan oleh peneliti dalam membuat kesimpulan adalah hal mutlak jika ingin menemukan manfaat obat baru.
Alangkah naif dan ceroboh, kalau tidak mau disebut 'memalukan' ketika ada pimpinan Institusi Ilmiah terkemuka setingkat Universitas Airlangga, yang rela mempertaruhkan marwah dan sejarah panjang Universitas-nya sebagai sebuah benteng kemajuan Iptek Bangsa Indonesia. Lebih ironis nya lagi kalau hal ini dilakukan hanya sekedar untuk pemuas nafsu sesaat terkait kepentingan mempertahankan jabatan atau kekuasaan duniawi semata. Semoga saja tidak benar.
Pernyataan Koordinator Produk Riset Covid-19 Unair yang menyatakan bahwa publikasi Internasional bukan fokus utama (Republika, 18 Agustus 2020), seolah menjadi tembok penghalang keterbukaan data dan analisis seperti yg terjadi pada kasus 'The Lancet Gate' yang menghebohkan itu. Klaim 'penemuan obat baru' untuk racikan/ kombinasi beberapa obat paten yang sebelumnya sudah juga dirasa berlebihan.
Sekali lagi, ini adalah sikap skeptis saya mengenai kondisi terkini, dan semoga ke depan kita semua bisa lebih baik secara kolektif. Karena itu yang di butuhkan Indonesia, bukan arogansi dan keren-kerenan.
ZAINAL MUTTAQIN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H