Pandangan saintisme, yakni keyakinan bahwa sesuatu hanya dapat dianggap benar jika dapat dibuktikan secara empirik, menjadi fokus kritis dalam lingkup ini. Namun, perlu disadari bahwa pandangan ini memiliki keterbatasan, terutama ketika menyangkut cabang keilmuan lain.
Sejarah, sebagai contoh, tidak dapat dihadirkan kembali untuk diobservasi. Dalam sains sejati, banyak fenomena kosmologis yang berkaitan dengan masa lalu dan tidak dapat dieksperimentasikan atau diobservasi secara langsung. Fenomena ini sering kali dipahami melalui deduksi logis atas bukti-bukti parsial yang masih tersedia.
Ranah matematika dan logika memberikan kontribusi signifikan yang bersifat apriori, tidak memerlukan pembuktian empirik, melainkan cukup dengan penalaran semata. Matematika, contohnya, memiliki realitas sendiri yang diakui oleh banyak ilmuwan, seperti Roger Penrose, yang menganggapnya sebagai dunia platonik yang independen dari manusia.
Selanjutnya, perlu diungkap bahwa asumsi dasar saintisme, yakni "segala sesuatu yang benar harus dapat dibuktikan secara empirik," juga seharusnya dibuktikan secara empirik. Jika asumsi dasar ini tidak dapat dibuktikan, maka pandangan saintisme dapat terperangkap dalam argumen oroboros, suatu argumen yang pada akhirnya memakan dirinya sendiri. Dengan demikian, kritik terhadap saintisme mencerminkan kompleksitas dalam menghadapi batasan-batasan keyakinan empirik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H