Lihat ke Halaman Asli

Pesan Sumur dan Bak Mandi

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pasca Tsunami Aceh 2004 saya bertugas di Meulaboh Aceh Barat. Ada sebuah pantai bersejarah dengan pemandangan sunset yang indah. Pantai ini masih merupakan pinggiran kota Meulaboh. Pantai Batu Putih namanya. Pantai dimana Teuku Umar tertembak oleh Belanda. Teuku Umar adalah seorang mujahid yang pernah memperdaya Belanda dengan pura-pura bergabung bersama Belanda yang kemudian membelot setelah mendapatkan persenjataan lengkap. Pantai Batu Putih juga sebagai saksi sejarah Tsunami. Menurut cerita yg beredar dikatakan bahwa pada malam tanggal 24 Desember 2004 sebelum terjadi Tsunami pantai ini dijadikan sebagai tempat maksiat. Para penari telanjang beraksi disana. Setelah Tsunami garis pantainyapun menciut akibat kemarahan air laut walau tidak mengurangi pesona keindahannya. Bongkahan bangunan jembatan menjadi saksi bisu atas segala kejadian di tempat ini.

Ada satu hal yang “aneh” ketika aku kembali memperhatikan rumah-rumah  yang tinggal fondasi saja akibat amukan gelombang tsunami. Namun bak mandi dan sebagian besar kamar mandi serta dinding sumur masih tegak berdiri. Bagian rumah yang lain sudah rata. Hampir semua rumah dan bangunan yang seperti itu. Sumur dan bak mandi rata-rata masih utuh. Apakah karena strukturnya yang kuat atau ingin memberikan sebuah pesan pada manusia yang masih hidup.

Mulut sumur dan bak mandi yang menganga seolah ingin mengatakan sesuatu namun dengan suara tertahan. Sepertinya benda-benda tak bernyawa itu ingin menyuruh umat manusia untuk mandi, membersihkan diri dari segala noda dan dosa agar terhindar dadi azab dan bala. Mungkin umat manusia sudah terlalu kotor.... (apalagi saya). Orang-orang yg masih selamat dan dulu tinggal di daerah ini pernah menceritakan betapa maksiat merajalela di pinggir pantai ini. Dulu banyak kafe di pinggir pantai. Malam hari jadi tempat yang paling nyaman untuk berbuat maksiat. Kemaksiatan marak terjadi. Mulai dari korupsi sampe seks bebas jadi hal yang lumrah di negeri yang memproklamirkan diri sebagai Serambi Mekkah dan menerapkan syariat Islam. Tubuhku bergidik memperhatikan sumur dan bak mandi yang berjejeran seiring dengan senja yang makin menepi.

Matahari pun berlalu. Sunsetnya begitu indah. Namun ada semburat kesedihan yang mengiringi kepergiannya. Malam perlahan menjadi kelam. Azan maghribpun berkumandang syahdu. Ketakutan menggerayangiku, merinding bulu romaku. Tiba-tiba saja aku merasa sangat dekat dengan kematian. Tidak berani saya menoleh pada sumur-sumur dan bak mandi itu.  Dosaku masih terlalu banyak. Aku berharap bisa bertobat sebelum matahari terbit dari tempat terbenamnya. Masihkah aku bisa menyaksikan matahari terbit di esok hari untuk menebus kesalahan, membersihkan diri dan bertobat sebagaimana pesan sumur dan bak mandi di pinggir pantai ini ?? Aku segera bergegas mencari masjid terdekat. Hari ini aku begitu takut akan kematian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline