Kesenjangan akses pendidikan adalah kondisi di mana kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas tidak merata antar individu atau kelompok masyarakat. Di Indonesia, masalah ini masih menjadi tantangan yang perlu ditangani secara serius.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, masih terdapat 4,1 juta anak usia sekolah di Indonesia yang tidak bersekolah. Angka ini menunjukkan bahwa masih banyak anak-anak yang tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Selain itu, data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam tingkat pendidikan antara penduduk di daerah maju dan tertinggal. Di daerah tertinggal, rata-rata lama sekolah penduduk hanya 7 tahun, sedangkan di daerah maju rata-rata lama sekolah penduduk mencapai 12 tahun.
Kesenjangan akses pendidikan ini juga terlihat dari rasio guru terhadap siswa. Di daerah tertinggal, rasio guru terhadap siswa mencapai 1:25, sedangkan di daerah maju rasio guru terhadap siswa hanya 1:15.
Data-data ini menunjukkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk mengatasi kesenjangan akses pendidikan di Indonesia.
Kurangnya akses pendidikan dapat dilihat dari sulitnya anak-anak, terutama dari keluarga miskin dan daerah tertinggal, untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Akibatnya, mereka kehilangan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri dan meningkatkan taraf hidupnya. Selain itu, kesenjangan ini juga berdampak buruk bagi kemajuan bangsa secara keseluruhan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kesenjangan akses pendidikan di Indonesia. Faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab utama. Banyak keluarga miskin yang tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka, mulai dari biaya sekolah, buku, hingga transportasi. Selain itu, minimnya beasiswa dan bantuan pendidikan semakin memperparah kondisi ini.
Di sisi lain, faktor geografis juga turut berperan. Daerah tertinggal umumnya memiliki infrastruktur pendidikan yang kurang memadai, seperti sekolah yang rusak, kekurangan guru, dan minimnya fasilitas belajar mengajar. Ditambah lagi, kesulitan akses transportasi ke sekolah di daerah terpencil menjadi penghalang tersendiri bagi anak-anak untuk menempuh pendidikan.
Faktor sosial pun tidak bisa diabaikan. Diskriminasi terhadap kelompok minoritas, seperti anak berkebutuhan khusus atau anak dari keluarga marginal, dapat membuat mereka terpinggirkan dari dunia pendidikan. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan, terutama di daerah pedesaan, turut menyumbang pada rendahnya angka partisipasi sekolah. Praktik pernikahan anak di usia dini pun turut menjadi faktor penghambat kesempatan anak untuk mengenyam pendidikan.
Dampak dari kesenjangan akses pendidikan ini sangat merugikan, baik bagi individu maupun bangsa. Bagi individu, terbatasnya akses pendidikan dapat membuat mereka memiliki peluang kerja yang lebih sedikit dan berpenghasilan rendah. Mereka juga rentan terhadap berbagai masalah sosial, seperti kemiskinan, kriminalitas, dan eksploitasi.