Lihat ke Halaman Asli

Tongkek, Kesenian Masyarakat Lombok yang Mendunia

Diperbarui: 2 Januari 2023   23:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kata 'Culture' berasal dari bahasa Latin yaitu 'colere' yang berarti bercocok tanam. 'Culture' diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan merubah alam. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Makhluk sosial dapat diartikan sebagai setiap manusia yang melakukan interaksi dengan sesama. Dengan adanya interaksi itu, hubungan baik akan terjalin. Interaksi sosial ini sudah terjadi mulai dari lingkungan keluarga, kemudian lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, dan lain-lain. Hampir semua aktivitas yang dilakukan oleh setiap manusia membutuhkan interaksi sosial satu sama lain.

Dalam lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan, lingkungan kantor, lingkungan ibadah, dan lingkungan-lingkungan lainnya pasti membutuhkan seseorang atau sekelompok orang untuk menjalankan lingkungan tersebut. Oleh karena itu, berjalannya suatu lingkungan tak bisa dilepaskan dari peran atau fungsi manusia itu sendiri dalam suatu lingkungan, mengapa begitu? Hal ini dikarenakan setiap manusia pasti memiliki tugasnya masing-masing dalam suatu lingkungan yang dimana setiap tugas itu disesuaikan dengan fungsi dari manusia itu sendiri.

Pulau Lombok? Pulau kecil yang memiliki kekayaan alam yang indah, pantai-pantai yang memanjakan mata, serta budaya yang beragam. Tak heran, pulau ini banyak dikunjungi baik dari wisatawan dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu dari banyaknya budaya yang ada di Lombok yaitu adalah kesenian Tongkek yang merupakan tradisi masyarakat Pancor, Kecamatan Selong, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Kesenian ini pertama kali diperkenalkan oleh remaja desa Pancor, sekitar tahun 70. Tongkek ini pada awalnya digunakan untuk membangunkan warga sholat shubuh.

"Saya bergabung dengan Karang Manggis (salah satu kelompok kesenian Tongkek Pancor) adalah untuk melestarikan tradisi kesenian Kelurahan Pancor. Kenapa harus Tongkek? Karena dulu saat masih muda, bapak saya juga sebagai anggota dari kesenian tongkek ini. Jadi, saya ingin melanjutkan apa yang telah bapak saya lakukan, yaitu melestarikan tradisi ini," ujar Wana anggota Karang Manggis.

Sekarang, kesenian alat musik ini lebih banyak digunakan untuk membangunkan sahur masyarakat Pancor pada saat bulan Ramadhan, dan digunakan untuk acara-acara seperti pernikahan dan khitanan masyarakat suku Sasak. "Hal ini membuktikan bahwa saya beserta teman-teman yang lain, sebagai anak muda akan terus menjaga dan melestarikan kearifan lokal masyarakat suku Sasak, khususnya masyarakat Kelurahan Pancor," kata Wana.

Tradisi yang dibangun sejak dulu, melekat hingga saat ini. Tongkek merupakan alat musik yang berasal dari bahan bambu dengan bagian bawahnya berlubang berbentuk runcing. Masing-masing dari ketiga jenis nada ini memiliki ukuran berbeda. Mulai dari yang berukuran 60 sentimeter untuk nada rendah, 45-40 sentimeter untuk nada medium dan 20-25 sentimeter untuk nada tinggi. "Saya tidak tahu tahun berapa lahir musik ini lahir, dan kenapa disebut Tongkek. Tapi ini musik tradisional khas masyarakat Pancor," ungkapnya.

Wana menambahkan bahwa tidak hanya orang dewasa yang dapat memainkan alat musik ini, banyak anak-anak yang bisa bahkan bergabung dalam kelompok kesenian Tongkek. Tongkek juga dijadikan sebagai acara festival tahunan masyarakat di Lombok Timur. Jadi tak heran, hampir semua kalangan bisa memainkan kesenian ini.

Tongkek tak hanya dikenal oleh Nusantara, kesenian Tongkek mulai bergabung dan tampil pada event internasional. Bulan maret 2018 penggiat musik tongket dari anak-anak desa Pancor tampil di salah satu event music di Adelaide, Australia.

"Dari kesenian tongkek, Indonesia semakin dikenal banyak negara asing. Saya bangga teman-teman saya dari Pancor ikut serta dalam event yang di selenggarakan di Australia waktu itu, senang rasanya bisa melihat kesenian Tongkek melakukan aksi di panggung internasional," tuturnya.

Kebudayaan terbagi ke dalam Sakral dan Profan, sakral dalam artian ritual kepercayaan yang diakui oleh komunitas ataupun masyarakat keagamaan merupakan bentuk manifestasi ekspresi budaya yang sakral. Sedangkan budaya profan atau sekuler, dapat diartikan dalam bentuk budaya atau praktik-praktik yang bersifat duniawi, seperti olahraga, latihan atau kursus yang dapat mengasah skill itu dapat dikatakan budaya profan atau sekuler. Kesenian alat musik memiliki sakral dan profan, alat musik ini lebih banyak digunakan untuk membangunkan sahur masyarakat Pancor pada saat bulan Ramadhan, dan digunakan untuk acara-acara seperti pernikahan dan khitanan masyarakat suku Sasak.

Hal ini termasuk kedalam teori pendekatan structural fungsional Emile Durkheim dikarenakan bahwa culture atau budaya baik yang bersifat materiil maupun immateril mempunyai kekuatan untuk menjaga nilai solidaritas, itu dapat diwujudkan dengan cara individu berpartisipasi dalam sebuah ritual ataupun kebudayaan, artinya individu ikut melestarikan dan juga menjaga eksistensi kebudayaan tersebut, sehingga semakin kuat nilai-nilai kebudayaan tersebut yang pada akhirnya akan menguatkan solidaritas kelompok masyarakat dengan saling menguatkan dalam menjaga kebudayaan masyarakat setempat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline