Lihat ke Halaman Asli

Muhammad IqbalFahrezi

Mahasiswa Institut Seni Indonesia Padangpanjang

Aksara Incung, Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) Kerinci

Diperbarui: 11 April 2023   00:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain memiliki bentang alam yang indah dan kaya akan sumber daya alam, daerah dataran tinggi Provinsi Jambi  juga memiliki Khazanah budaya yang menabjubkan. Daerah ini dikenal dengan sebutan Orang Kayo atau oleh masyarakatnya di sebut Uhang Kincai yang merupakan Penduduk Asli Pulau Sumatera yang tergolong kedalam Protomalayu atau Melayu tua yang menggunakan rumpun Bahasa Astronesia.

Daerah ini memiliki  peninggalan Aksara Kuno yang tergolong dalam Aksara Kuna Sumatera yang dinamakan dengan Aksara Incung atau Surat Incung.  Aksara Incung atau Surat Incung  merupakan salah satu warisan budaya tak benda  atau WBTb  Indonesia pada tahun 2011 asal Kabupaten Kerinci . 

Di Indonesia tidak semua daerah memiliki Aksara Tradisional dan Aksara Incung merupakan satu-satunya Aksara Kuno yang ditemukan di Sumatera Bagian Tengah. Kerinci dalam hal ini terbagi menjadi dua wilayah Administratif yaitu kota Sungai penuh dan kabupaten Kerinci yang semula merupakan satu daerah dan kemudian dimekarkan kembali pada 2008.

Nama Aksara Incung diambil dari bahasa Kerinci yang berarti miring atau terpancung. Aksara ini dibentuk oleh berbagai garis lurus, patah terpancung, dan melengkung. Aksara Incung ini adalah peninggalan nenek moyang Kerinci kuno yang digunakan oleh para leluhur Kerinci untuk mendokumentasikan tentang sejarah, sastra hukum hukum adat dan mantra – mantra.

Menurut muhammad Tory Prasetya selaku pegiat budaya kerinci menyebutkan bahwa “incung itu berasal dari kata dalam bahasa Kerinci "Ica atau Minca" yang berarti Miring atau tidak lurus, namun menurut saya, penamaan aksara incung dengen definisi ini agak kurang tepat karna ada beberapa huruf yang ditulis datar” ujarnya.

Aksara Incung  telah digunkan oleh Nenek Moyang suku Kerinci sejak abad ke-4 Masehi, namu sampai saat sekarang ini belum ada bukti yang kuat mengenai asal-mulanya. 

Penemuan Benda Budaya bertuliskan Aksara Incung atau oleh masyarakat Kerinci disebut sebagai  Puseko atau Pusaka yang  merupakan salah satu bukti dari kemajuan Peradaban Kerinci dimasala lampau. Menurut C.W Watson (1970) seorang Antropolog berkebangsaan Ingris yang pernah melakukan penelitian di Kerinci , menyebutkan bahwa Alam Kerinci adalah daerah penting di Indonesia, sebab suku Kerinci dikenal sebagai suku yang memiliki kecerdasan serta perdaban yang tinggi.

 Setiap daerah yang memiliki aksaranya sendiri, sudah tentu memiliki peradaban yang bagus di zaman dulu. Baik dalam segi pendidikan, hukum, dan sebagainya. Akhir- Akhir ini Kerinci menjadi perbincangan Dunia berkat Penelitian Dr. Uli Kozok yang merupakan Ahli Filologi Menyampaikan dalam Hasil Penelitiannya pada tahun 2003, Bahwa Undang-Undang Tanjung Tanah  di Kabupaten Kerinci yang sekarang berstatus Cagar Budaya Nasional 2023 merupakan  Naskah Undang – undang  melayu tertua di dunia yang mana pada lembar terakhir di tulis dengan Aksara Incung Kerinci. 

Menurut Iventarisasi yang dilakukan oleh Voorhove pada tahun 1941, daerah Kerinci memiliki 152 Naskah yang bertuliskan Aksra Incung. Terdapat beberapa media penulisakan Aksara Incung yakni media buluh, kertas daluang, dan tanduk. Hal ini membuat Aksara Incung unik ketimbang Aksara lain di dunia,  dimana Hanya Aksara Incung Kerinci  ditulis dengan media tanduk dan tidak dijumpai pada budaya pernaskahan di dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline