(Calon Sarjana) telah lelah.
Ia terdiam. Menatap langit yang mulai layu.
Melihat arah dalam kontraksi pikiran.
Interpretasi harapan dan keinginan
Bertempur, berperang dengan dahsyat.
Dalam jeruji kepalanya,terus berbenturan:
Ada semangat. Di dominasi kegelisahan.
Bahwa, perjuangan tak akan sia-sia.
Namun, realitas memusnahkan asa.
Ia beradu, bersilang dalam kerangka pikiran yang tak tahu tujuan.
"Entahlah", helanya panjang
Semua hampa. Tabu tanpa warna.
Sirna tanpa bayang.
"Pluk...", pundaknya ditepuk
"Nak, ngopi dulu. Jangan terlalu dipikirkan".
"Ingat, Engkau tak harus kaya untuk masa depan. Tak pula mapan untuk diperhatikan. Apalagi terpandang untuk dipandang".
"Hidup ini terlalu pendek, jika hanya memikirkan masa depan".
"Engkau tahu? Aku sempat gelisah saat melahirkanmu"
"Aku selalu bertanya. 'Apa yang akan kukasih kelak?' 'Apa Aku dapat menjadi orang tua yang baik?' Apa Aku dapat menjadi orang tua yang patut dibanggakan?'".
"Sama sepertimu. Aku selalu bertanya. Ia berperang dengan keadaan".
"Tapi, ingatlah satu hal. Jangan pernah menyerah. Aku melahirkanmu dengan perjuangan dan cinta. Maka kau harus berjuang dengan tegar. Aku melahirkanmu dengan pengorbanan dan sayang. Maka kau harus berjuang dengan kuat. Aku melahirkanmu dengan rasa bangga dan bahagia. Maka kau harus berjuang dengan tabah".
"Di atas kekuatanmu sendiri. Di atas prinsipmu sendiri. Di atas pengorbanan dan jerih payahmu sendiri. Andai pun Engkau gagal, Engkau gagal di atas kegagalanmu sendiri. Jikalaupun Engkau menang, Engkau menang atas perjuanganmu sendiri. Ingat. Hidup adalah tentang dirimu sekarang, bukan tentang dirimu kelak".
Aceh, 09 Mei 2022.
Mhd. Iqbal Fahimy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H