Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Imron

Buruh Tulis

Indonesia: Sebuah Kapal Tua dengan Tujuh Nakhoda

Diperbarui: 17 Agustus 2020   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar hanya ilustrasi (kumparanMOM, 2018)

Kilas balik sejarah spesial HUT Republik Indonesia yang ke-75

Indonesia, sebuah negara yang kini telah berusia 75 tahun. Entah ini usia yang masih tergolong muda ataupun dapat dikatakan sudah tua. Usia 75 tahun memang usia yang masih cukup muda apabila disandingkan dengan Brazil, yang kini telah berusia 198 tahun dan masih tetap memiliki julukan negara berkembang.

Di sisi lain, Indonesia juga dapat dikatakan sebuah negara tua apabila disandingkan dengan Singapura, yang masih berusia 55 tahun tetapi sudah menjadi negara maju. Singapura hanya negara kecil, tidak banyak penduduk, juga tidak banyak masalah di sana, begitu sebagian besar rakyat Indonesia menganggapnya. Anggapan yang sebenarnya tidak membangun sama sekali.

Kini yang dapat kita lakukan hanya berlari, untuk secepat mungkin mengejar mereka, berjalan di tempat hanya akan membuat kita terus terlambat. Abdur Arsyad (Stand Up Comedian) pernah berkata dalam penampilannya, "Indonesia itu ibarat sebuah kapal tua, yang berlayar tak tau arah." Sajak yang sepertinya cocok untuk menggambarkan negara kita ini. Indonesia itu ibarat sebuah kapal tua, yang kini telah berganti tujuh nahkoda, tapi belum juga sampai ke titik yang dituju. Entahlah, belum sampai, atau memang kita sebenarnya tidak sama sekali memiliki tujuan. Sila persepsikan sendiri jawabannya.

Seorang Proklamator bersama Hatta dan pahlawan lainnya, memimpin rangkaian perjuangan. Mereka telah mengorbankan apapun yang dimilikinya, mulai dari harta, hingga nyawa. 75 tahun berselang.

Saat ini, kemudi itu telah 'pulang-pergi' diberikan kepada seseorang dari Solo, Jawa Tengah, yang menamai rekan kerja se-timnya dengan sebutan Kabinet kerja (I dan II), yang berkali-kali dalam kampanye hingga kepemimpinannya berkata akan menghapuskan stigma jawasentris (pembangunan yang ke-jawa-jawa-an).

"Indonesia kini tak lagi jawa-sentris", begitu kata Presiden Joko Widodo (nakhoda ke-7) saat berpidato dalam acara peringatan Hari Pahlawan, 5 tahun silam, di Surabaya. Pembangunan kini mulai terjadi di setiap sudut negeri yang 'katanya' begitu menyeluruh, mulai dari jembatan, hingga pikiran.

1. Soekarno

Dr. Ir. H. Soekarno, Sang Fajar, begitu beliau dijuluki. Seorang anak laki-laki yang dilahirkan tepat pukul setengah enam pagi, disaat fajar mulai menyingsing menunjukkan keindahannya. Tepat pada lembaran kertas baru, di abad yang baru, meninggalkan abad sembilan belas yang gelap gulita, menuju abad ke dua puluh yang terang benderang, dibuktikan dengan menaiknya pasang revolusi kemanusiaan (Cindy Adams, 1965, h.10).

Tanggal enam bulan enam tahun seribu sembilan ratus nol satu memang menjadi sebuah tanggal yang istimewa bagi bapak proklamator tersebut. Pada tanggal itulah sang proklamator dilahirkan atas hubungan perkawinan antara Raden Soekami Sostrodiharjo dan Ida Ayu Nyoman Rai Srimben. 

Perkawinan yang membuktikan adanya sebuah heterogenitas dan harmonisasi yang indah antar suku dan agama, yang di mana Raden Soekami Sastrodiharjo merupakan seorang keturunan suku jawa dan beragama Islam, sedangkan sang istri, Ida Ayu Nyoman Rai Srimben merupakan seorang bangsawan dari Bali yang juga penganut agama Hindu. Soekarno merupakan anak bungsu dari dua bersaudara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline