Lihat ke Halaman Asli

Lingkaran Setan: Mimpi Buruk Pilkada 2024 Diwarnai dengan Pelanggaran Netralitas

Diperbarui: 26 November 2024   18:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis: Muslim Muchsi

Pemerintah Indonesia telah menetapkan Pemilihan Kepala Daerah pada tnggal 27 November 2024-2029. Komisi Pemelihan Umum (KPU) Republik Indonesia menetapkan regulasi KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 mengenai tahapan-tahapan gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota tahun 2024.

 
Pilkada merupakan momentum penting bagi masyarakat Indonesia, negara Indonesia kembali mengadakan pesta demokrasi yang di mana masyarakat memegang kekuasaan penuh dalam menetukan yang akan menahkodai suatu daerah. Dengan adanya pilkada kerap menjadi barometer oknum penjahat demokrasi untuk mengukur tingkat partisipasi dan kecerdasan politik masyrakat Indonesia.
 
Di tengah indahnya kontestasi persaingan politik di indonnesia menjadi mimpi buruk oleh para aparatur sipil negara di mana mereka terbatisi untuk mengekpresikan ataupun mengkampanyekan kandidat yang mereka akan pilih. Aparatur Sipill Negara (ASN) terikat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengharuskan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara berposisi netral, bebas dari intervensi semua golongan dan partai politik.
 
Politisasi birokrasi atau birokrasi berpolitik jelas merusak tatanan birokrasi profesional yang dicita-citakan. ASN seharusnya memiliki tanggung jawab moral untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai publik yang lebih besar daripada hanya sekadar loyalitas politik. Ketidaknetralan ASN akan mengorbankan kepentingan masyarakat demi kepentingan politik jangka pendek. " Edmund Burke"
 
Akan tetapi negara seolah-olah menjebak para Apartur Sipil Negara di dalam lingkaran setan yang mereka ciptakan sendiri. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tanpa rasa berdosa mencetuskan peraturan mengenai larangan ASN untuk berpartisipasi dalam kontestasi dinamika politik, sehigga ASN yang ingin mempertahankan jawabatannya harus bertengkar dengan UU No. 5 Tahun 2014.
 
Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) bertugas untuk mengelolah dan membina ASN. Pejabatan Pembina Kepegawaian PPK memiliki peran penting dalam memastikan bahwa kebijakan kepegawaian di lingkungan instansinya sesuai dengan aturan yang berlaku, serta mendukung pengembangan dan peningkatan kinerja ASN. Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pasal yang mengatur tentang PPK terdapat dalam Pasal 2 Ayat (1).
 
Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) ditingkat provinsi adalah Gubernur, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) ditingkat Kabupaten atau Kota adalah Bupati. Sehinngga hal ini menjadi problematika ditengah-tengah pilkada pada saat ini dikarenakan kandidat yang menduduki suara tertinggi akan memegang kekuasaan PPK, hal ini yang akan megakibatkan bahwa pesta demokrasi pada tangal 27 November 2024 akan dibawarnai dengan ketidak netralan Aparatur Sipil Negara dikarenakan dilemma antara mempertahankan posisi dibirokrasi atau tetap menjaga netralitas sebagai ASN.
Hal ini mencerminkan bahwa adanya ketimpangan yang mewarnai PILKADA 2024. Oleh karena itu untuk mewujudkan negara demokrasi yang benar-benar terlepas dari ketidak netralan ASN maka Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) harus berasal dari non ASN atau bukan dari kandidat yang memeangkan PILKADA.

Penulis: Muslim Muchsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline