Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Ilham Fahreza

Mahasiswa Magister Universitas Indonesia

Memburu Kebahagiaan di Jakarta

Diperbarui: 6 Juli 2024   13:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto pribadi

"Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa."

Kutipan dari Seno Gumira Ajidarma ini selalu mampir di kepala saya saat Jakarta sedang sangat kejam dan menyebalkan. 

Setiap pagi, dengan terburu-buru saya harus menempuh waktu sekitar satu jam ke kantor melewati 22 polisi tidur sebelum ke jalan utama, menghadapi orang-orang yang sudah memberikan klakson saat lampu hijau baru sepersekian detik, bertemu dengan rutinitas pekerjaan yang menjemukan, dan pulang ke rumah dalam keadaan lelah dan harus segera istirahat kembali. 

Sialnya, kalau mengeluh, orang-orang cenderung akan saling mengadu nasib, membandingkan orang-orang yang waktu tempuhnya lebih lama lagi, seakan-akan hal itu normal dan kita tidak boleh mendapatkan hidup yang mudah di Jakarta.

Karena kesibukan untuk  bertahan hidup, saya melihat orang-orang akhirnya menormalisasi hal-hal buruk, menormalkan kemacetan berjam-jam dan waktu tempuh yang sebenarnya sudah tidak masuk akal, menjadi terbiasa melihat pengendara motor yang sembarangan melawan arah dan melewati trotoar, dan membiarkan setiap hari parkir liar yang merenggut hak pejalan kaki.

Belum banyak solusi konkret yang tersedia untuk menghadirkan kebahagiaan dan kenyamanan jangka panjang hidup di Jakarta. Satu solusi datang, sekian hambatan masalah juga yang datang.

Solusi meningkatkan kesehatan dengan olahraga rutin, kualitas udara di Jakarta buruk karena polusi yang tinggi. Solusi berlibur dan berbelanja di akhir pekan, kemacetan ternyata juga terjadi di akhir pekan.

Solusi menghindari kemacetan dengan memakai transportasi umum, tidak semua jalur Transjakarta bebas hambatan, dan juga tidak semua warga Jakarta punya privilege yang rumah dan kantornya searah dengan MRT atau LRT.

Solusi pindah pekerjaan, sangat sulit untuk mencari pekerjaan yang penghasilan, lingkungan kerja dan jaraknya ideal. Apalagi jika sudah terjebak tekanan antara bertahan di tempat bekerja yang buruk atau harus menganggur.

Solusi pindah rumah, inilah masalah besar lainnya di Jakarta. Harga jual atau sewa rumah, kos-kosan, kontrakan atau apartemen semakin hari semakin tidak masuk akal, kita tidak bisa serakah untuk memiliki tempat tinggal yang luasnya memadai, dekat dengan kantor dan harganya sesuai kantong. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline