Lihat ke Halaman Asli

Demokrasi Perdana: Pemilu 1955 di Demak dan Dinamika Politik Nasional

Diperbarui: 22 Juni 2024   20:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Pejabat polisi memasukkan suaranya ke kotak suara. Sumber: Dinas arsip dan perpustakaan Prov. Jawa Tengah

Dalam sejarah indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan perdana menteri Baharuddin Harahap, pemerintahan Reformasi inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses alih kekuasaan. Baharuddin Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu hanya sebulan setelah menjadi Perdana Menteri menggantikan Ali Sastroamidjojo. Meski persiapan -persiapannya sudah dijalankan juga oleh pemerintahan sebelumnya. Pemilu 1955 diselanggarakan di bawah sistem demokrasi parlementer dengan payung utamanya Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) TAHUN 1950, konstitusi dasar pengganti UUD 1945, yang sangat mengedepankan hak-hak sipil dan demokratisasi pengelolaan kekuasaan negara.

Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1955 adalah peristiwa penting dalam sejarah demokrasi Indonesia. Pemilu ini menjadi tonggak awal bagi demokrasi Indonesia dan menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia siap untuk menentukan nasibnya sendiri melalui jalur demokrasi. Di Kabupaten Demak, Pemilu tahun 1955 diikuti oleh 10 partai politik, yaitu: Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU), Partai Komunis Indonesia (PKI), Masyumi, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik Indonesia (Parkindo), Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan Partai Buruh Indonesia (PBI).

Penulis Muhamad Khilmi Luqman, Naufal Achmad Bassamy

     Pemilu Pertama Pada Tahun 1955

          Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu pilar utama dalam sistem demokrasi. Di Indonesia, Pemilu pertama kali diselenggarakan pada tahun 1955, setelah negara ini meraih kemerdekaannya dari penjajahan Belanda. Pemilu ini menjadi tonggak sejarah yang penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia, yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap.

Sesuai UU No. 7 tahun 1953, indonesia menerapkan sistem pemilu proporsional yang tidak murni, karena UU sebelumnya sempat terjadi perdebatan soal daerah pemilihan. Ada yang meminta wilayah negara sebagai satu daerah pemilihan agar sistem perrwakilan berimbang (proporsional) terlaksana secara umum. Tetapi mayoritas menginginkan dibagi-baginya wilayah negara ke dalam daerah-daerah pemilihan untuk mengakomodasikan aspirasi daerah.akhirnya ditetapkan bahwa wilayah negara dibagi ke dalam daerah-daerah pemilihan dengan tetap memperhatikan keseimbangan jumlah penduduk. UU menetapkan 16 daerah pemilihan, yang terdiri dari Jawa Timur, Jawa Tengah, ( termasuk Yogyakarta), Jawa Barat, Jakarta Raya, Sumatera Selatan ( kini menjadi Bengkulu dan Lampung), Sumatera Tengah ( kinin menjadi Sumatera Barat, Riau, dan Jambi), Sumatera Utara ( termasuk Aceh), Kalimantan Barat ( kini Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah), Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara ( kini menjadi Sulawesi Utara dan Tenggara), Nusa Tenggara Barat ( termasuk Bali), Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Irian Barat.

          Untuk menentukan jumlah kursi yang dipilih di setiap daerah pemilihan ditetapkan ketentuan tentang proporsional penduduk dengan kuota 1 kursi didukung 300.000 penduduk untuk keanggotaan DPR. Khusus untuk Kalimantan Timur, Maluku dan Irian Barat yang penduduknya kurang dari 3x300.000. maka jumlah anggota DPR dipilih di ketiga daerah itu masing-masing ditetapkan 3 orang. Sesuai dengan jumlah penduduk waktu itu, yaitu 77.987.879 jiwa. Jumlah DPR dipilih untuk Pemilu 1955 ditetapkan Panitia Pemilihan Indonesia sebanyak 260 orang. Namun, pemilu hanya bisa di selengarakan di 15 daerah pemilihan karena Irian Barat masih diduduki Belanda maka kursi yang dipilih hanya 257.

          Pemlu 1955 untuk keanggotaan DPR dselenggarakan 29 September 1955. Pengalaman pertama berpemilu menunjukkan kemampuan berdemokrasi bangsa ini dengan baik. Hampir tidak ada protes tentang kecurangan pemilu. Kecuali di tingkat bawah terjadi pemaksaan oleh elite partai, terutama PNI dan PKI di Jawa. khususnya mereka yang kebetulan menjabat kepala desa dengan ancaman dan janji dapat imbalan bagi pemilh seperti dilaporkan Feith dalam Bukunya Pemilu 1955 di Indonesia. Pemlu itu menghaslkan 4 parta besar dari 28 peserta pemilu yang berhasl merah kursi yaitu PNI mendapat 57 kursi, Masyumi mendapat 57 kursi,. NU mendaPat 45 kursi dan PKI memperoleh 39 kursi. Keempatnya menguasa 77,04 persen kursi dipilih dari partai besar itu. Masyumi menang di l0 daerah pemilihan: PNI menang di Jawa Iengah dan Nusa Tenggara Barat (faktor Bali). NU menang di Jawa Timur dan Kalmantan Selatan dan PKI tidak berhasil menang di satu daerah pemilhan pun. Di luar 4 besar hanya Para Katolik berhasil menang di suatu daerah di Nusa Tenggara Tumur.

     Pemilu Pertama Kali di Demak Pada Tahun 1955

Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1955 adalah peristiwa penting dalam sejarah demokrasi Indonesia. Pemilu ini menjadi tonggak awal bagi demokrasi Indonesia dan menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia siap untuk menentukan nasibnya sendiri melalui jalur demokrasi. Pada Pemilu tahun 1955, PNI meraih suara terbanyak di Kabupaten Demak, disusul oleh NU dan PKI. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Demak pada saat itu masih didominasi oleh partai-partai politik bercorak nasionalis, religius, dan kiri.

Pemilu tahun 1955 di Kabupaten Demak juga menunjukkan partisipasi yang tinggi dari masyarakat. Sebanyak 84,6% dari total pemilih di Kabupaten Demak menggunakan hak pilihnya. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Demak pada saat itu sangat antusias untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline