Lihat ke Halaman Asli

Peran Pemuda sebagai Jembatan Antara Tradisi dan Perubahan Zaman di Abad ke-21

Diperbarui: 2 Desember 2024   07:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber: klikberita.co.id)

Keluarga merupakan komunitas terkecil suatu masyarakat yang berdampak signifikan terhadap cara setiap anggotanya tumbuh dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar (Jaya, 2024). Sebuah keluarga dapat dibagi menjadi sebuah individu-individu yang memiliki beragam karakter dan usia. Secara usia, anggota keluarga dapat dibagi menjadi generasi muda dan generasi tua.

Generasi tua, seperti: ayah, ibu, nenek dan kakek, dapat didefenisikan sebagai generasi yang berasal dari keluarga yang lebih dulu ada sebelum berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi layaknya sekarang, seperti Baby Boomers yang lahir dari tahun 1946 hingga 1964 dan Generasi X yang lahir dari tahun 1965 hingga 1980. 

Sehingga, sebagian besar dari mereka lebih mengenal tradisi-tradisi dan kepercayaan kuno nenek moyangnya, daripada teknologi-teknologi canggih zaman sekarang. 

Sedangkan, Generasi Milenial yang lahir dari tahun 1981 hingga 1995 dan Generasi Z yang lahir dari tahun 1996 hingga 2010, yang kita kategorikan disini sebagai generasi muda, adalah generasi yang lahir setelah berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini pun berpengaruh terhadap cara pandang masing-masing generasi terkait tradisi dan kepercayaan tersebut.

Faktor penting mengapa generasi tua masih melaksanakan tradisi kuno ataupun kepercayaan, seperti mitos, adalah karena memiliki makna tersendiri bagi mereka. Seperti nilai-nilai kearifan lokal, pemikiran, dan pengetahuan dapat ditanamkan dan dikukuhkan secara efektif melalui tradisi dan kepercayaan kuno. Tradisi dan kepercayaan ini juga berperan dalam merangsang kreativitas dalam berpikir (Ramadhani dkk, 2023). 

Generasi tua pun cenderung melihat nilai filosofis dari sebuah kebudayaan atau kepercayaan berdasarkan penerapannya. Pandangan generasi tua yang seperti itu, berefek terhadap sifatnya yang cenderung menutup diri dari perkembangan zaman. Sebagian besar dari mereka pun sering mendahulukan aspek kepercayaan terhadap hal-hal mistis, dibandingkan berpikir secara rasional.

Berbanding terbalik dengan generasi muda, yang cenderung melihat nilai filosofis dari sebuah kebudaayan berdasarkan segi rasionalitasnya. Salah satu faktor cara pandang generasi muda tersebut adalah pergeseran nilai budaya. Nilai budaya yang dianut oleh suatu masyarakat tidaklah kaku dan permanen, melainkan terus beradaptasi dan berkembang seiring dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat (Pratika dkk, 2021). 

Di era globalisasi, perkembangan teknologi digital dan media digital telah mendorong perubahan nilai budaya. Kemudahan akses informasi dan komunikasi membuka masyarakat terhadap berbagai budaya lain, sehingga terjadilah percampuran dan transformasi nilai budaya. Sehingga, cara pandang tersebut berefek terhadap sifat generasi muda yang dapat menerima arus masuknya inovasi-inovasi dan kebudayaan baru.

Perbedaan cara pandang di antara keduanya ini akan berefek pada berbagai hal, yaitu pada perilaku, model komunikasi, dan proses pengambilan keputusan dalam kelompok generasi masing-masing, yang terbentuk oleh pengaruh eksternal.

 Selain itu, dapat memicu kesenjangan yang kontras antargenerasi, dimana generasi muda menganggap bahwa mempertahankan tradisi seperti yang dilakukan generasi tua sama saja dengan mempertahankan ketertinggalan di era modern. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline