Lihat ke Halaman Asli

Pemimpin Baru dan Tantangan Politik

Diperbarui: 1 Desember 2024   07:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Debat Panas antara Pramono-Rano, RK-Suswono dan Dharma-Kun di Pilkada Jakarta (sumber: Tribunnews.com)

Pilkada Jakarta 2024 yang awalnya diperkirakan berlangsung damai berubah arah menjadi penuh ketegangan. Kemunculan pasangan Ridwan Kamil (RK)-Suswono sebagai pesaing kuat Pramono-Rano memicu beragam reaksi di masyarakat, khususnya di kalangan cendekia kampus.

Pasalnya, beberapa pihak menilai ada indikasi pelanggaran aturan dan manipulasi politik dalam proses pemilihan ini, yang mencederai prinsip demokrasi. Kekecewaan tersebut terlihat dari pernyataan keprihatinan tokoh-tokoh akademisi, aksi unjuk rasa, hingga munculnya berbagai narasi kritik di media sosial yang membahas isu-isu seperti pelanggaran hukum, netralitas ASN/Polri hingga dugaan intervensi dari pihak-pihak tak bertanggungjawab.

Narasi-narasi perlawanan terhadap pemerintahan lama dan kekuatan baru semakin mengemuka, terutama di tengah konflik kepentingan antara pendukung Pramono-Rano dan RK-Suswono. Ketegangan ini tidak bisa diabaikan begitu saja oleh pemerintahan Jakarta yang baru.

Rekonsiliasi Ide

Ketegangan dan kekecewaan pasca Pilkada Jakarta 2024 menjadi tantangan besar bagi pemerintahan yang baru. Pemimpin Jakarta yang terpilih harus mengambil langkah konkret untuk meredakan ketegangan politik, demi menjaga stabilitas sosial dan politik di ibu kota.

  1. Mengintegrasikan Ide Lawan Politik
    Pemimpin yang baru harus mampu berdamai dengan gagasan dari pihak yang kalah dalam Pilkada. Rekonsiliasi ide, yaitu dengan menerima dan melaksanakan ide-ide terbaik dari pesaing politik, menjadi langkah utama. Seperti yang diungkapkan Chantal Mouffe dalam The Return of The Political (1993), tidak boleh ada rasa ragu untuk mengadopsi pemikiran terbaik dari pihak lain.

    Rekonsiliasi ide ini tidak berarti melibatkan pihak yang kalah ke dalam pemerintahan, tetapi membangun tata kelola yang baik dengan mempertahankan oposisi sebagai kekuatan penyeimbang, seperti disarankan oleh Lijphart (1968).

  2. Menguatkan Ketaatan terhadap Konstitusi
    Salah satu pemicu ketegangan dalam Pilkada Jakarta adalah persepsi bahwa ada pelanggaran konstitusi, termasuk dalam aturan pemilihan dan kebijakan selama masa kampanye. Pemerintah Jakarta yang baru harus menunjukkan komitmen terhadap konstitusi, memberikan kepastian hukum, dan memastikan tidak ada penyimpangan di masa depan.

  3. Membangun Budaya Bersih Melalui Pemberantasan Korupsi
    Pencegahan dan pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas, bukan hanya sebatas retorika. Pemerintah baru perlu membangun budaya bersih yang menjadi ciri khas Jakarta pasca Pilkada 2024, untuk mengembalikan kepercayaan publik.

Ketiga langkah ini tidaklah mustahil untuk diwujudkan jika ada kemauan politik yang kuat dari pemimpin baru. Jika diimplementasikan dengan baik, langkah-langkah ini tidak hanya memberikan legitimasi dan kepercayaan kepada pemerintah, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial di Jakarta. Pemerintahan yang baru pun harus menyadari bahwa stabilitas ibu kota adalah kunci keberhasilan, tidak hanya bagi Jakarta, tetapi juga bagi Indonesia secara keseluruhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline