Lihat ke Halaman Asli

M. Hegel Irfansyach

Mahasiswa S1 Biologi Universitas Andalas

Evaluasi Dibalik Bencana Alam: Siapakah yang akan Bertanggung Jawab?

Diperbarui: 23 Desember 2024   17:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

BENCANA galodo yang baru baru ini terjadi kembali membuat publik terhenyak. Alam yang kita kira masih baik-baik saja ternyata mulai menunjukkan kuasanya. Hal ini membuat satu pertanyaan: Siapakah yang bertanggung jawab atas bencana alam yang terjadi baru-baru ini? Benarkah bencana ini semata-mata hanya karena faktor alam? Atau justru manusialah yang menjadi faktor terbesarnya?

Bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, dan letusan gunung berapi, sering kali dianggap sebagai fenomena yang sepenuhnya berada di luar kendali manusia. Namun, saat kita merenungkan dampak yang ditimbulkan, pertanyaan mendasar muncul: siapakah yang sebenarnya bertanggung jawab atas bencana ini? Apakah alam semesta yang tidak dapat diprediksi, ataukah manusia yang sering kali mengabaikan tanda-tanda peringatan?. Bencana alam tidak hanya terjadi secara natural atau berasal dari faktor alam, tetapi juga bisa disebabkan oleh ulah perbuatan tangan manusia. Salah satunya, sebut saja bencana banjir. Perilaku buang sampah sembarangan, penebangan hutan yang berlebihan, hingga pembangunan di wilayah resapan air menjadi penyebab hadirnya bencana banjir, yang otomatis menimbulkan banyak kerugian.

Apa yang kamu tabur, itu yang kamu tuai. Peribahasa ini menggambarkan bahwa apa pun yang kita lakukan hari ini, akan membawa dampak pada masa depan, entah itu perbuatan baik maupun buruk. Sejalan dengan hal tersebut, bencana alam yang terjadi hari ini juga pasti ada sebab yang mendahuluinya, entah itu faktor alam yang menua atau juga perbuatan manusia di masa lalu. Siapa sebenarnya yang harus disalahkan atas semua ini? Apakah kita harus menyalahkan alam yang memang memiliki siklusnya sendiri? Atau, apakah kita harus mulai menoleh pada diri kita sendiri, sebagai faktor penyebab utama dan memperparah dampak dari bencana-bencana yang melanda?

Namun, pertanyaan lebih besar yang harus kita ajukan adalah: Apakah benar kita (manusia) tidak bersalah dalam bencana yang terjadi? Apakah manusia benar-benar tidak bertanggung jawab atas meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana alam di zaman sekarang?

Hal ini sungguh menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas, terkait dengan siapa yang harus bertanggung jawab atas semua bencana yang telah terjadi. Bukankah alam memang disediakan untuk dimanfaatkan oleh makhluk hidup? Tapi kenapa justru sekarang alam seolah murka dengan makhluk hidup yang ada di muka bumi ini?

Nyatanya yang sebenarnya terjadi adalah alam tetap memiliki siklusnya sendiri, kitalah, manusialah yang sebenarnya patut 'bertanggung jawab' atau 'bersalah' yang lebih besar atas bencana-bencana alam yang terjadi dewasa ini, dan memperparah dampak dari bencana alam tersebut. Lantas menurut beberapa orang 'ini bukan salah kita, ini salah alam! Gunung meletus, hujan deras sehingga terjadi banjir, gempa bumi, bukankah itu semua akibat kerja alam?'.

Banyak bencana alam yang diperparah oleh ulah manusia, seperti penebangan hutan liar, penggalian tambang yang tidak terkendali, dan pembukaan lahan secara liar yang tidak berkelanjutan. Semua ini sering kali terjadi karena penegakan hukum yang lemah dan kebijakan yang tidak tegas, serta faktor dari masyarakat kita yang masih cenderung abai dan masih minim kepedulian terhadap pentingnya menjaga alam.

Salah satu masalah utama yang sering kali muncul dalam setiap bencana alam adalah kurangnya kesiapan. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, sering kali tidak memiliki rencana yang komprehensif untuk menghadapi bencana. Kita cenderung lebih fokus pada respons pasca-bencana daripada mempersiapkan dan memitigasi risiko sebelum bencana terjadi. Padahal, kesiapan yang baik dapat mengurangi dampak bencana secara signifikan. Namun, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam menghadapi bencana. Mereka membutuhkan kerja sama dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk swasta, NGO, dan masyarakat itu sendiri. Namun sayangnya, kolaborasi ini sering kali lemah dan tidak terstruktur dengan baik.

Infrastruktur di banyak daerah rawan bencana sering kali tidak memadai. Bangunan tidak tahan gempa, drainase yang buruk, dan minimnya fasilitas evakuasi membuat masyarakat menjadi korban yang paling dirugikan.

Pemerintah harus lebih proaktif dalam membuat dan menjalankan rencana mitigasi bencana. Anggaran harus dialokasikan lebih banyak untuk pelatihan, simulasi, dan penyediaan fasilitas darurat. Tidak hanya itu, kesadaran masyarakat juga perlu ditingkatkan melalui edukasi yang dilakukan terus menerus dan berkelanjutan.

Pendidikan tentang kesiapsiagaan bencana sudah seharusnya dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dan program-program pelatihan masyarakat. Simulasi bencana harus dilakukan secara rutin untuk memastikan semua orang tahu apa yang harus dilakukan saat bencana terjadi. Media massa juga harus berperan aktif dalam menyebarkan informasi penting tentang kesiapsiagaan bencana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline