Bertani sesungguhnya termasuk kegiatan mulia karena menghasilkan produk yang bermanfaat dan membuka lapangan usaha (on-farm maupun off-farm). Pelaku usaha dan konsumen pasti memiliki sisi pemahaman ekonomi yang berbeda. Pelaku usaha berharap untung sedangkan konsumen berharap kebutuhannya terpenuhi dengan harga beli yang murah.
Kini, masyarakat belum bisa lepas dari harga beli produk pertanian yang mahal dan ketersediaan yang menipis. Yaa, ketahanan pangan menjadi masalah utama di negara tercinta kita. Sejatinya, indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam.
Di lapangan, petani menjual hasil pertaniannya dengan keuntungan yang sedikit dan beberapa kasus petani justru rugi karena gagal panen. Umumnya, masalah ini disebabkan karena keterbatasan informasi dan pemahaman terkait potensi pasar serta faktor perubahan iklim.
Distributor (penebas, tengkulak dll) berharap mendapat untung. Mereka memiliki jaringan dan akses informasi yang detail terkait potensi pasar. Namun, mereka terkendala dengan masa kadaluarsa yang tidak lama, akibatnya tidak sedikit dari mereka berani mempertaruhkan nyawa di jalan raya untuk segera menjualkannya ke pedagang. Distributor juga tidak lepas dari harga bahan bakar yang semakin naik tiap tahunnya.
Belum selesai disana, pembeli besar memaksa petani untuk menjualkan produknya hanya kepada mereka. Pembeli besar ini sering kali memiliki kuasa untuk menentukan harga. Hal ini membuat petani tidak memiliki pilihan lain selain menerima harga yang ditawarkan, meskipun harga tersebut jauh di bawah harapan mereka.
Disisi lain, pembeli memiliki kebutuhan yang banyak baik sandhang, pangan, papan, biaya pendidikan dan lainnya. Mereka berharap harga beli yang murah atau terjangkau. Namun, biaya tambahan membuat harga jual produk pertanian bertambah tanpa meningkatkan nilai tambah produk. Biaya tambahan ini seolah dibebankan kepada pembeli. Apabila pembeli tidak berminat, maka dampak kerugiannya dialami oleh pelaku dagang, distributor atau petani.
Proses jual beli produk pertanian sungguh panjang dan kompleks. Sebenarnya, pemerintah sudah berupaya menangani masalah - masalah tersebut dengan monitoring pasar, regulasi pola tanam dan subsidi alat bahan pendukung pertanian. Namun, praktik di lapangan tidak cukup menyelesaikan masalah. Kosep ekonomi pasar yang ideal seharusnya terbentuk keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Masalah yang sering terjadi adanya monopoli, keterbatasan informasi, biaya tambahan menyebabkan kegagalan mekanisme pasar dalam mengalokasikan sumberdaya yang efisien.
Masalah yang runyam ini sangat membutuhkan perhatian pemerintah karena berkaitan dengan masyarakat secara luas. Penulis mencoba memberikan solusi yang dapat diterapkan guna mengatasi masalah – masalah ini. Walaupun, solusi yang ditawarkan belum bisa menyelesaikan masalah hingga tuntas. Setidaknya, solusi penulis dapat menurunkan dampak negatif dari kegagalan mekanisme pasar. Berikut solusi yang ditawarkan oleh penulis :
- Memperbaiki akses ketersediaan sumberdaya bagi petani, misalnya : air irigasi, sumber hara tanaman, modal dan teknologi pendukung pertanian.
- Meningkatkan pemahaman petani serta pelaku usaha terkait diversifikasi produk dan nilai tambah.
- Menciptakan pasar langsung antara petani dan konsumen untuk produk – produk cepat rusak.
- Menciptakan kemungkinan koperasi petani untuk mengumpulkan dan menjual produk hasil bersama – sama guna memperkuat posisi tawar – menawar dengan tengkulak serta penjual besar.
- Ekspansi pasar internasional yang dapat membuka pasar baru bagi petani dan pelaku usaha.
- Peningkatan fleksibilitas regulasi, penetapan harga minimum untuk hasil panen dan pengaturan rantai pasok pangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H