Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Hafidz

Sriwijaya University

Strategi dan Peran Perempuan dalam Konflik antara Palestina dan Israel

Diperbarui: 28 November 2023   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peristiwa penyerangan oleh Israel tidak hanya dituju ke pihak militer, tetapi juga ke warga sipil yang terdiri dari anak-anak, perempuan dan orang-orang yang sudah tua. Pada dasarnya perang adalah sengketa antara Negara-negara dengan menggunakan angkatan perangnya masing-masing, warga Negara dari pihak-pihak yang berperang yang tidak tergolong pada anggota angkatan perang, secara langsung maupun tidak langsung tidak ikut serta dalam gerakan perang tersebut. Mereka tidak menyerang dan tidak mempertahankan diri. Namun, hal inilah yang membuat negara Israel menyalahi kode etik perang yang juga menyerang warga-warga sipil terutama anak-anak dan perempuan.

            Menurut UNFPA (2011), perempuan merupakan sekitar 37% dari seluruh korban dalam konflik Israel-Palestina, dan rasio ini terus meningkat 2011 (UNFPA). Secara umum, para wanita ini melawan untuk melindungi keluarga dan diri mereka sendiri dari tentara Israel. Tidak hanya perempuan yang terlibat dalam upaya perlawanan terhadap pendudukan Israel, namun anak-anak juga ikut serta dalam perjuangan seperti yang kita lihat di media sosial, dan mencari hak-hak yang dianggap mereka terima. Peran perempuan dalam konflik ini mencakup partisipasi dalam demonstrasi, advokasi hak asasi manusia, serta usaha memperjuangkan kesejahteraan masyarakat dan keluarga di tengah situasi konflik yang sulit. Perjuangan ini sering melibatkan aspek-aspek kehidupan sehari-hari, termasuk keamanan, akses pendidikan, dan keadilan gender. Pada tanggal 3 November, menurut data Kementerian Kesehatan, 2.326 wanita dan 3.760 anak-anak telah terbunuh di jalur Gaza, mewakili 67% dari seluruh korban jiwa, sementara ribuan lainnya terluka ( RRI, 2023 ). Konflik antara palestina dan israel ini tentunya mengurangi sumber daya manusia yang ada di palestina. apalagi serangan dan dampak dari bom serta senjata israel tidak pandang bulu. zionis israel menyerang masyarakat sipil yang seharusnya tidak diperbolehkan dalam peraturan yang ada pada saat ini entah itu berupa invasi, perang atau intervensi. peran perempuan dalam kehidupan tentunya sangat berpengaruh dalam perkembangan sumber daya manusia, perempuan juga memiliki karakteristik yang lemah lembut dan anggun. karakteristik ini menjadi faktor karena sedikitnya perempuan yang bisa melindungi diri dari serangan senjata serta fisik yang lemah juga dapat mempengaruhi ketidak efektivitasnya perempuan dalam perlindungan diri dari medan perperangan. tentunya hal ini juga dapat menjadi isu internasional terhadap perlindungan yang lebih ketat terhadap nasib perempuan yang berada di wilayah palestina.

             Seiring dengan bertambahnya waktu, dalam situasi yang berkonflik, Perempuan bukan hanya selalu menjadi objek yang terkena dampak. Namun Perempuan bahkan menjadi objek yang menengahi konflik yang sedang terjadi atau Perempuan memiliki peran sebagai mediator dalam penyelesaian konflik. Bahkan dalam beberapa kasus perempuan dijadikan sebagai "rumah" bagi para korban lainnya untuk mendapatkan kenyamanan dan perlindungan. Namun, peran-peran perempuan seperti ini seringkali tidak terlihat atau bahkan tidak dianggap ketika mendapatkan sebuah pernyataan mengenai peran perempuan dalam suatu konflik. Sedangkan posisi perempuan sangat penting, seperti dalam konflik Poso yang pernah terjadi. Berdasarkan Laporan dari Komnas Perempuan 2009, pada konflik Poso (1998-2005) dimana pada saat kelompok tersebut hendak pergi ke suatu tempat yang cukup rawan yang dapat terlihat oleh musuh, seperti pasar perempuan justru dengan berani pergi ke pasar atau ke tempat yang dinilai cukup berbahaya. Dilihat dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwasannya perempuan memiliki peran atau tempat untuk dijadikan sebagai mediator dalam suatu penyelesaian konflik karena secara general, kedua belah pihak yang sedang berselisih lebih dapat menerima perempuan sebagai objek mediator dalam penyelesaian konflik. Namun yang menjadi permasalahan adalah pengakuan terhadap adanya peran perempuan dalam suatu konflik terutama setelah perdamaian telah berhasil didapatkan.

Perempuan dan laki-laki Palestina berpartisipasi dalam perjuangan nasional dari tahun 1929 hingga 1947 (Kuttab, 2009). Para perempuan ini berpartisipasi dalam protes, kongres, memorandum, penyelundupan senjata, pertemuan dengan otoritas publik, penggalangan dana untuk bantuan tahanan, dan distribusi bantuan. Mereka juga terlibat dalam pertemuan-pertemuan dengan perwakilan pemerintah, mengorganisir bantuan keuangan untuk para tahanan, dan membantu mereka yang terluka selama permusuhan (Kuttab, 2009). Para perempuan ini sekarang sudah dewasa dan tumbuh dewasa melawan tentara Israel. mirip dengan Michelin Awwad, seorang perempuan Palestina yang ikut serta dalam pelemparan batu terhadap tentara Israel selama Intifada tahun 1980-an. Dia berusia 68 tahun pada tahun 2017. Intifada pertama yang berlangsung pada tahun 1987, menjadi salah satu bentuk perlawanan perempuan Palestina yang secara langsung berhadapan dengan tentara Israel. Perempuan berpartisipasi dalam konfrontasi melawan Israel dengan bersenjatakan batu. Selain itu, perempuan juga berperan melindungi dan menyelamatkan para pemuda dan anak- anak. Hal ini menunjukkan bahwa konflik Israel-Palestina telah berlangsung lama. Perdamaian perlu diupayakan karena konsekuensi negatif yang telah terjadi di kedua belah pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline